Brilio.net - Mitos atau cerita yang beredar di masyarakat diwariskan oleh nenek moyang dari ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu. Kebanyakan mitos tidak masuk akal tapi budaya tetaplah budaya dan nyatanya masih banyak yang percaya.

Tak terkecuali bagi masyarakat suku sasak di Pulau Lombok. Mereka meyakini bahwa dengan makan cacing laut berdampak baik bagi kesehatan. Sama halnya yang dilakukan seorang ibu berikut ini, yang percaya bahwa mengonsumsi cacing itu menyehatkan, terutama untuk putrinya.

Dalam sebuah video yang dibagikan oleh Deri Lioni ke Facebook memperlihatkan secara jelas bagaimana aksi sang ibu memberikan makan anaknya berupa cacing hidup-hidup. Sementara sang anak tampak makan dengan lahap semangkuk cacing hidup-hidup di depannya. Sontak saja video itu viral dan menuai respons beragam dari netizen.

Namun banyak netizen yang mencoba menjelaskan bahwa cacing yang dikonsumsi merupakan cacing nyale. Cacing nyale di Pulau Lombok biasanya diolah menjadi makanan yang lezat seperti dimasak kuah santan, nyale pepes atau lipit, sambal goreng nyale, dan sebagai penyedap atau mansin. Tak heran jika dalam video tersebut, sang anak tampak menikmati cacing-cacing di hadapannya.

Selain itu, mengonsumsi cacing nyale hidup-hidup merupakan salah satu budaya atau tradisi yang populer di Pulau Lombok. Masyarakat suku sasak juga meyakini cacing nyale merupakan penjelmaan dari seorang putri cantik yang bernama Putri Mandalika.

Sosok Putri Mandalika rupanya menarik perhatian pria dan banyak yang ingin melamarnya. Ayahnya, Raja Sed, memiliki gagasan untuk mengadakan kompetisi yang ditujukan mencari pangeran yang berhak menikah dengan putrinya.

Namun rupanya Putri Mandalika tak setuju dengan ide ayahnya yang dikenal penuh dengan kekerasan. Ia akhirnya memilih untuk menghentikan kompetisi tersebut dengan menenggelamkan dirinya di laut.

Rupanya, tempat di mana ia tenggelam terletak di Pantai Seger, Kuta, terletak di bagian selatan Pulau Lombok. Di pantai inilah Bau Nyale atau acara perburuan cacing laut diselenggarakan sekitar bulan Februari dan Maret. Acara ini dipercaya sebagai wujud janji sang putri yang datang untuk melihat rakyatnya.