Brilio.net - Nama Wahyu Ichwandardi atau biasa disapa Pinot tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan animator. Itu semua tak lepas dari karyanya yang mengangkat versi jadul trailer Star Wars:The Last Jedi pada komputer Apple 1984, KoalaPad 1984, dan sebuah program bitmap.

Animator dan ilustrator kelahiran Surabaya, 40 tahun lalu, yang berbasis di New York ini, menggunakan konten media sosial sebagai sarana menyebarkan hasil karya-karyanya.

Lalu bagaimana proses kreatif itu muncul, tantangan dan peluang bekerja di dunia animasi dan ilustrasi, berikut wawancara khusus brilio.net dengan suami dari Dita Wistarini (IG @ditut) dan ayah dari Arwen (IG @arwenshaula), Leia (IG @leiasabriz) dan Neo (IG @neo_mardhika) ini.

Kisah soal Star Wars, ide awalnya dari mana bikin semacam vintage atau jadul begitu?
Kebetulan memang meneruskan rencana yang tertunda saat masih kecil dulu, membuat remake trailer Star Wars - A New Hope. Karena kendala teknis, akhirnya tidak diteruskan. Lalu hype Star Wars muncul lagi dengan The Last Jedi.

Saya pikir, kenapa nggak sekalian saja meneruskan rencana yang dulu, sekalian iseng ngabuburit di bulan puasa. Kebetulan memang saya mengumpulkan gadget elektronik lawas dan salah satunya ada Apple IIc buatan tahun 1984. Jadi langsung saya berdayakan.

Karya Anda mendapat apresiasi bagus baik dari kalangan media maupun sesama animator, tanggapan Anda?
Saya nggak merasa hebat. Masih banyak animator yang lebih hebat daripada saya di luar sana. Beneran.

Disaat animator profesional berlomba-lomba untuk bisa bekerja di industri besar seperti Pixar atau Dreaworks dan membuat film durasi panjang, saya hanya kebetulan bermain di area yang jarang dilirik yang seprofesi, yaitu media sosial. Dan di saat itu pula, brand butuh konten kreatif seperti animasi. Itu sebabnya saya jadi pilihan.

Bagi sebagian kalangan ini adalah industri yang mungkin bukan pilihan karier utama, apalagi bagi anak muda Tanah Air, apa yang membuat kemudian Mas Pinot, bilang ke diri sendiri, 'oke, saya akan terjun ke industri ini'?
Keputusan dibuat setelah belasan tahun ada di industri TV yang gitu-gitu saja, tidak mengedepankan kreativitas dan inovasi. Memilih industri media sosial karena lebih dinamis, lebih baru dan memiliki banyak kesempatan untuk mencoba dan kreatif, tanpa mengorbankan profit.

Lalu memilih berkarier di AS ketimbang di Indonesia, apakah ada alasannya?
Di Tanah Air, walau secara teori kurang lebih sama, namun pada praktiknya lebih sulit untuk membuka diri pada hal-hal baru yang inovatif. Formula profit dan kreatif masih belum imbang, masih lebih mengedepankan profit. Dan apresiasi pada hal-hal yang 'iseng kreatif' masih belum sepadan seperti layaknya di sini - yang selalu didorong oleh persaingan sesama brand dan pertanyaan "What's next?".

Tapi, punya rencana balik ke Indonesia?
Jika ada jenjang karier spesialis, mungkin saya akan balik ke Tanah Air (hahahaha). Masalahnya, orang seumur saya pilihannya cuma ada di jenjang manajemen, nggak boleh cuma jadi animator senior dengan gaji manajer senior seperti di Amerika. Dan saya masih harus 'bersekolah' dulu di sini. Menimba pengalaman dan mumpung masih usia produktif.

Nah, bicara soal gaji atau pendapatan, ngomong-ngomong berapa sih yang bisa didapat seorang animator profesional di sana?
Alhamdulillah, walau profesi saya termasuk masih sangat baru - social media content creator - namun bisa memberi kesempatan saya untuk bisa bekerja di Amerika dan mendapatkan penghasilan dari situ.

Pendapatan perbulan cukup lumayan untuk ukuran sini. Di luar itu, untuk freelance harga yang dipatok agency antara USD 8.000-10000 - ini untuk konten animasi berdurasi 15 detik. Kegiatan freelance ini sudah saya lakukan dari sejak masih merantau di Kuwait, untuk brand di Amerika & Eropa.

Cukup besar ya? Tapi masih ada yang jauh lebih besar lagi. Seorang special effects artist bisa mendapatkan Rp 1 miliar rupiah dari pengiklan untuk satu postingan Instagram.

Jika ingin berkarier seperti Anda, tahapan apa nih yang harus dilewati, kuliah di mana, apa yang harus dipersiapkan?
Kuliah bisa dari mana saja, yang penting bisa menjaga kemampuan kreatif dalam banyak bidang. Untuk seorang seniman atau animator, jangan terpaku berkarya pada satu medium. Jangan lagi bergantung berkarier pada jalur mainstream seperti industri TV atau perfilman.

Banyak platform yang bisa dipakai untuk memajang karya dan bisa mendapatkan perhatian secara global. Harus selalu mau mencoba hal baru, terutama yang mendukung dan menambah skill.

Ada tips khusus supaya lebih sukses?
Tipsnya: sebagai animator, cari lahan yang menarik dan bisa memberi karir baru. Jika dulu stasiun TV jadi pilihan, sekarang media sosial paling pas. Dan mungkin nantinya ada lagi.

Jadi kuncinya pada konten dan platform ya?
Siapa pun yang memiliki hobi, sekarang ada media sosial sebagai panggung untuk memajang atau pamer, sehingga bisa menemukan komunitas sejenis, menambah jaringan pertemanan, mendapatkan coverage liputan media dan bukan tidak mungkin akan menjadi mata pencaharian utama.