Brilio.net - Bacharuddin Jusuf Habibie atau BJ Habibie merupakan pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936. Diusia ke-83, ia telah meninggal dunia di saat menjalani perawatan intensif di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Habibie kini telah berada di alam yang sama dengan sang istri tercinta, Hasri Ainun Habibie.

Mengenang kisah Habibie Ainun, seperti dilansir brilio.net dari liputan6.com berdasarkan buku Biografi Bacharuddin Jusuf Habibie karya A Makmur Makka, digambarkan bagaimana detik-detik akhir BJ Habibie merangkum rasa cintanya kepada Ainun lewat basuhan air zam-zam, sebelum meninggal dunia.

Titik klimaks perjuangan Ainun melawan sakit yang dideritanya dimulai pada Rabu, 19 Mei 2010. Habibie yang baru selesai melaksanakan salat tahajud, dikabari dokter bahwa Ainun harus menjalani operasi yang ke-12.

Suasana pun emosional. Sambil mengantar ke ruang operasi, Habibie menggenggam tangan Ainun yang masih dalam kondisi sadar dan terus menatap ke arahnya.

Jumat, 21 Mei 2010, Habibie kembali membicarakan kondisi Ainun bersama tim dokter. Setelah penjelasan panjang lebar, dokter kemudian meminta izin untuk kembali mengoperasi Ainun untuk ke-13 kalinya.

"Anda sudah operasi istri saya 12 kali dalam 4 minggu dan hasilnya makin memperihatinkan. Apakah jikalau istri saya dioperasi lagi Anda dapat menggaransi keadaan Ainun lebih baik? Jikalau Anda memberi garansi membaik saya dapat menyetujui istri saya dioperasi lagi untuk ke-13 kalinya, " kata Habibie. 

Dengan jujur, tim dokter menyampaikan tidak dapat memberikan garansi. Habibie pun mempertanyakan kebijaksanaannya itu. Para dokter menyatakan bahwa jika mereka dalam posisi tersebut, mereka akan mengambil kebijakan serupa. Habibie kesulitan menahan emosi untuk menerima kenyataan tersebut.

"Jika sampai waktunya istri saya akan tidur untuk selama-lamanya, maka jangan diperlihatkan monitor denyut jantungnya kepada saya. Saya pernah melihat itu ketika ibu yang melahirkan saya meninggal di rumah sakit di Singapura 20 tahun yang lalu. Saya takut menjadi histeris, sedih. Tolong dihindari itu."

Dalam kondisi tersebut, Habibie terus berada disamping Ainun. Memanjatkan doa, salat tahajud, sambil tetap berkomunikasi dalam bisik. Hingga pada 22 Mei 2010 sekitar pukul 04.15 waktu setempat, dia disarankan untuk istirahat di ruangan lain.

Pukul 10.00 waktu setempat, Habibie kembali menuju kamar ICCU Ainun sambil membawa setengah liter air zam-zam yang diterimanya dari salah seorang pengurus ICMI Eropa. Awalnya, Habibie bermaksud meminumkannya ke Ainun jika sudah diperkenankan.

Lepas zuhur, Habibie membasahi handuk kecil dengan air zam-zam tersebut. Dibasuhnya tubuh Ainun dari kepala hingga ujung kakinya, sambil terus mengulang-ngulang lantunan surat Al Fatihah.

Habibie kemudian merasakan detik-detik terakhir Ainun berpindah ke alam lain. Pukul 17.20, dia memberikan isyarat mata. Lantunan dua kalimat syahadat pun dibisikkan ke telinga Ainun. Tepat pukul 17.30 waktu Muenchen, Ainun meninggal dunia diiringi doa dan bisikan cinta Habibie.