Brilio.net - Siapa yang tak terpukul jika anak kesayangan yang dididik dengan baik, hidupnya harus berakhir secara mengenaskan. Tidak ada orangtua di dunia ini mengharapkan hal semacam itu terjadi. Namun polemik ideologi dan lingkungan terlalu kuat mengubah harapan orangtua akan masa depan indah untuk anaknya.

Hal itulah yang dialami Sri Eny Windarti. Ibu ini harus rela menelan pil pahit mendengar kabar kematian anak tersayangnya. Kala itu ia menerima pesan visual dari seseorang tak dikenal. Pesan tersebut berupa gambar jasad anaknya yang tak lagi hangat. Yoki Pratama Windyarto, harus mati muda di usia 21 tahun di medan perang. Yang lebih membuat dadanya sesak, ia meninggal sebagai anggota gerakan Negara Islam Irak dan Suriah atau biasa dikenal dengan sebutan ISIS.

Sontak pesan ini membuat keluarga histeris. Pasalnya gambar yang dikirim sangat jelas menggambarkan jasad Yoki dengan darah yang menggenang di tempurung kepalanya. Mengutip dari nytimes.com (5/9), pihak keluarga sangat yakin bahwa benar Yoki yang ada dalam gambar tersebut. Anggota keluarga berharap foto tersebut merupakan gambar hoax, namun kemungkinan itu sangatlah minim. "Jika dilogika, itu tidak mungkin," jelas Anto Kuswanto, paman Yoki.

 

yoki isis ©nytimes.com


Yoki adalah lulusan sekolah penerbangan Indonesia tahun 2016. Ia merupakan pribadi yang cerdas. Selepas lulus ia pun sempat bekerja di Garuda Indonesia. Karir yang cemerlang tak lantas mengalihkannya dari paham dan ideologi ekstrem.

Kecenderungan ini sebenarnya telah lama terdeteksi. Yoki pernah mengungkapkan pandangan tentang wanita yang tak boleh bekerja. Namun pandangan semacam ini tak lantas membuat keluarga lebih awal menyadari potensi Yoki untuk bergabung dengan ISIS.

Yoki ternyata telah bergabung dalam organsasi ekstrem sejak tahun 2015. Kala itu ia tergabung dalam organisasi Al Hawariyun. Bersama organisasi ini, ia berlatih militer. Organisasi ini pun memang diduga punya kedekatan dengan kelompok ISIS. Bahkan pemimpin organisasi ini, Nanang Ainur Rafiq, juga terbunuh ketika mengunjungi Syria di tahun 2015.

Bersama salah satu anggota organisasi Al Hawariyun, Anggara Suprayogi, Yoki kemudian membuat rencana besar untuk pergi ke Syria. Walaupun tidak ke Syria, Yoki berhasil juga mempraktikan latihan militernya dengan tergabung menjadi anggota ISIS yang bertempur di Marawi, Filipina. Ada 30 orang lain yang juga direkrut untuk pergi berperang.

Dikutip dari laman Antara, Yoki diwisuda pada 8 September 2016 dari Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Tangerang, Banten. Selepas itu ia diterima bekerja di PT GMF AeroAsia sejak 26 Desember 2016. Sang ibu mengaku terakhir bertemu dengan Yoki pada pertengahan bulan Februari 2017 saat sedang sakit cacar.

"Saat itu dia sakit cacar dan dirawat di rumah pakdenya, di Bekasi. Waktu kami tengok, tidak ada perubahan perilaku, cuma rambutnya saja yang sedikit panjang," katanya sebagaimana dikutip Antara.

Yoki Pratama Windyarto merupakan salah seorang dari tujuh warga negara Indonesia yang menjadi buron Kepolisian Filipina karena diduga terlibat dalam penyerangan Kota Marawi. Pria kelahiran Banjarnegara, 17 September 1995, itu diketahui berangkat ke Filipina tanggal 4 Maret 2017 dengan paspor nomor B 5743781.

Masyarakat Indonesia memang sangat rawan tegabung dalam ISIS, khususnya cabang Filipina. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi geografis Indonesia yang cukup dekat dengan Filipina. Selain itu kelompok gerakan Islam ekstrem Indonesia memang sudah dekat dengan Marawi sejak tahun 1990. Bahkan Marawi menjadi salah satu markas latihan militer kelompok ekstrem ini pada tahun 2000-an. Ansyaad Mbai, Mantan Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan di Indonesia juga mengungkapkan kedekatan itu. "Semua pasukan jihad Indonesia sangat kenal dengan tempat itu," jelasnya sebagaimana dikutip dari nytimes.

 

yoki isis ©nytimes.com

 

Polemik gerakan ISIS semakin meresahkan, mengingat kelompok terpelajar justru yang berpotensi termakan ideologi ekstrem ini. Salah satu militan yang terkenal di Filipina, Mahmud Ahmad, merupakan sosok yang berpendidikan. Ia pernah menjadi dosen hukum Islam di Malaysia. Ia pula yang membantu Yoki pergi ke Marawi.

Belajar dari kisah Yoki, deteksi dini dari pihak keluarga sangat penting untuk mengurangi risiko seseorang bergabung dengan ISIS. Pencegahan dini ini dapat dilakukan dengan pantaun aktivitas anggota keluarga serta komunikasi yang jelas. Gerakan kelompok ISIS sulit diprediksi. Kewaspadaan amat penting sehingga hal besar seperti karier yang dipupuk lama dan juga nyawa tak lenyap akibat pengaruh ISIS.