Brilio.net - Bencana tsunami yang terjadi di Selat Sunda Sabtu (22/12) masih menyisakan duka yang mendalam. Namun, di tengah perasaan duka itu justru ada beberapa orang yang memanfaatkannya untuk sebuah eksistensi di media sosial. Beberapa waktu lalu media sosial dihebohkan dengan beberapa wisatawan yang sengaja berselfie di tengah-tengah bencana tsunami.

Selfie atau mengambil foto narsis merupakan bagian dari budaya modern saat ini. Sebagian orang melakukan selfie untuk bisa diunggah ke media sosial. Hasil foto itu untuk ditunjukkan atau dipamerkan kepada semua orang seperti apa penampilan terbaik mereka, dan bagaimana mereka menghabiskan waktunya.

Selfie telah melewati norma-norma standar sosial dan batasan usia. Sebuah studi baru-baru ini, dipimpin oleh Petya Eckler, dari University of Strathclyde, mengatakan selfie berlebihan itu tidak baik.

Pernyataan Petya didapatkannya setelah melakukan penelitan pada beberapa ratus siswa perempuan. Tim menemukan bahwa menghabiskan waktu di Facebook melihat selfie bisa memunculkan perasaan negatif pada citra tubuh.

Sangat menakutkan untuk melihat dampak negatif yang dapat dihasilkan oleh selfie sepersekian detik pada wanita muda. Melihat foto yang diedit secara terus-menerus pasti akan berdampak pada siapa pun yang melihatnya, dan tidak mengherankan jika hal itu membuat wanita lebih khawatir tentang citra tubuh mereka sendiri.

Dilansir brilio.net dari telegraph.co.uk ini alasan ilmiah mengapa orang senang berselfie, Jumat (28/12).

1. Mengapa kita senang berselfie?

selfie ilmiah facebook

foto: theguardian.com

Jika kita bertanya pada diri sendiri mengapa kita sesekali mengambil foto narsis, kita akan mengatakan itu adalah salah satu cara untuk menyenangkan diri atau setidaknya menunjukkan kepada teman kita apa yang sudah dan pernah kita lakukan.

Tapi itu tidak sepenuhnya benar. Jika kita bertanya pada diri kita sendiri dengan sangat jujur, kita mungkin akan mengatakan itu bagian dari ingin menunjukkan seberapa kerennya diri kita. Kita jelas akan memilih hal paling keren yang pernah kita lakukan sepanjang hari.

Dr Terri Apter, dosen psikologi di Universitas Cambridge, mengatakan selfie adalah cara orang yang mencoba mencari tahu siapa diri mereka "Ini semacam definisi diri. Kita semua menyukai gagasan untuk mendapatkan perhatian, diperhatikan, menjadi bagian dari budaya," kata Dr Apter.

 

2. Lebih mudah diedit dan disesuaikan sesuai keinginan.

selfie ilmiah facebook

foto: telegraph.co.uk

Zaman sekarang dengan mudahnya berfoto kemudian diubah menjadi lebih menarik menggunakan filter di Instagram. Banyak orang setuju apabila berfoto lebih bagus dan lebih mudah untuk diedit dari hasil selfie, dibandingkan dengan difoto orang lain.

Tetapi keinginan untuk "terlihat lebih baik" bukan lah sesuatu kebohongan. Hal itu untuk bisa diperhatikan dan diterima di masyarakat. Kita akan memilih beberapa selfie yang paling bagus, kemudian kita akan mengunggahnya di media sosial seperti Facebook, Twitter, dan juga Instagram.

Dr Apter menjelaskan kejadian ini normal terjadi pada manusia. “Kita adalah makhluk sosial. Manusia ingin terlibat dengan yang lain," katanya.

Namun, ia juga berkomentar mengenai sisi negatif seseorang yang mempunyai perasaan apabila kita tidak tidak muncul dengan selfie, maka kita tidak akan bisa terlihat orang lain. Pemikiran itu bisa mengacu pada perasaan depresi dan membuat kita frustrasi.

 

3. Berselfie sembarangan akan memunculkan penyesalan di kemudian hari.

selfie ilmiah facebook

foto: theguardian.com

Selfie tanpa ada saringan alias secara sembarangan tanpa melihat konteks waktunya bisa menimbulkan efek negatif. Mungkin saat selfi, kamu sama sekali tidak ada masalah, namun bisa jadi di kemudian hari akan menyesalinya. 

Selfie secara sembarangan ini bisa jadi ada hubungannya dengan kecemasan untuk memamerkan hasil potret mereka dan kemudian mengunggahnya di media sosial. 

"Dorongan itu mungkin diperkuat oleh budaya selebriti, di mana ada kecemasan mendasar tentang status kita di dunia jika citra kita tidak dipromosikan secara luas. Kita telah melihat bagaimana impulsif ini dapat menyebabkan penilaian yang buruk, entah itu adalah Pangeran Harry atau bahkan Presiden Obama sekalipun," jelas Dr Apter.

Itulah perbedaan penting antara potret diri (selfie) pada abad ke-15 dan selfie abad ke-21. Ini membawa bahaya baru, yaitu penilaian buruk.

Kita semua telah melihat beberapa selebriti pernah dikecam karena hasil selfie mereka. Seperti Presiden Barack Obama dan Perdana Menteri David Cameron yang pernah mengambil foto narsis di upacara peringatan kematian Nelson Mandela. Ada juga remaja yang pernah memasang foto selfie dalam keadaan telanjang.

 

4. Mencoba pribadi yang berbeda.

selfie ilmiah facebook

foto: Facebook/@pozone

Menurut Dr Apter, orang yang berselfie justru lebih berkeinginan untuk mencoba kepribadian yang berbeda. Terkadang pada ruang lingkup yang lebih buruk. Kita merasa memiliki kesempatan untuk mengatakan ini adalah 'siapa saya', namun banyak di antaranya kemudian merasa malu di kemudian hari.

Ketika kita sudah tidak lagi remaja dan melihat foto yang pernah kita unggah di waktu dulu, kita akan merasa sangat malu dan betapa menyakitkannya ketika foto yang kita unggah tersebut membuat kita menyesal.

Pasalnya anak remaja saat ini lebih buruk lagi. Mereka tidak bisa lepas dari narsis, dan mereka merasa membutuhkan 'suka', 'retweet' dan 'favorit' pada hasil foto yang mereka unggah untuk merasa menjadi lebih menarik.

"Ini memang umpan balik mereka. Satu-satunya caramu dapat mengetahui betapa menariknya dirimu adalah dengan cara berapa banyak orang menyukai fotomu, berapa banyak yang me-retweet atau favorit fotomu," kata Dr Apter.

Semua ini adalah pemikiran yang menakutkan bahwa orang-orang muda mengukur harga diri mereka dari respon orang lain terhadap selfie mereka, tetapi itu merupakan realitas abad ke-21.

Selfi juga bisa memiliki dampak positif. Banyak tokoh yang melakukan banyak selfie dan dia berakhir sebagai seniman ataupun orang yang terkenal. Setidaknya selfie juga bisa berperan untuk mengumpulkan donasi. Seperti misalnya selfie tanpa make-up untuk mengumpulkan uang donasi yang pernah dilakukan di Inggris bagi penderita kanker.