Brilio.net - Indonesia kembali melakukan eksekusi mati jilid 3 terhadap para terpidana mati kasus narkoba pada Jumat (29/7) sekitar pukul 00.45 WIB di Nusakambangan. Dari 14 terpidana mati, akhirnya hanya 4 orang yang dieksekusi mati oleh Kejaksaan Agung. Empat terpidana yang akhirnya dieksekusi adalah Freddy Budiman (Indonesia), Humphrey Ejike alias Doctor (Nigeria), Seck Osmane (Senegal), dan Michael Titus Igweh (Nigeria).

Nah, bagaimana perasaan algojo yang mengeksekusi para terpidana mati tersebut? Berikut kisah seorang anggota Brimob yang pernah menjadi algojo seperti dikutip brilio.net dari The Guardian, Selasa (28/4).

Eksekusi dilakukan dalam kelilingan hutan di Pulau Nusakambangan. Dua tim disiapkan untuk eksekusi. Satu tim ditugaskan mengawal dan membelenggu para tahanan, sedang tim lainnya ditugaskan menjadi regu tembak yang mengeksekusi terpidana.

Menarik pelatuk tembak tentu menjadi hal yang berat. tapi yang paling berat dari itu adalah bersentuhan dengan terpidana, mengikat badan, tangan dan kakinya ke tiang dengan seutas tali. Anggota Brimob yang tak mau disebutkan namanya itu telah merasakan berada di dua tim tersebut.

Tangan para terpidana itu ditarik ke belakang dan diikat pada tiang. Mereka bisa memilih posisi yang diinginkan, berlutut atau berdiri. Berbicara dengan terpidana menjadi hal yang selalu dihindari petugas ketika mengikat agar mereka kuat menjalankan tugas tersebut.

Apa yang dikatakan petugas itu kepada mereka yang akan dieksekusi? KLIK NEXT:

2 dari 2 halaman

"Saya hanya mengatakan maaf karena saya hanya melakukan pekerjaan," terang algojo yang tak mau disebut namanya tersebut.

Terpidana tak akan tahu nyawanya melayang oleh petugas yang mana. Karena dari 12 petugas dalam satu regu tembak, hanya beberapa yang senjatanya berisi peluru. Mereka mengambil jarak 5 sampai 10 meter dari terpidana dan akan menembak dengan senjata M16s ketika diberi komando.

Rasa bersalah pasti menghantui tindakan mereka yang telah menghabisi nyawa orang, meski hal itu dilakukan demi menjalankan perintah. Jika boleh memilih, kata algojo itu, mereka tak akan mau menjadi algojo.

"Kami hanya datang, ambil senjata, menembak, dan menunggu sampai mereka mati. Selang 10 menit setelah tembakan, jika dokter mengatakan bahwa dia mati maka kita kembali, itu saja."

Jika setelah dicek dokter ternyata mereka belum mati, maka petugas yang ditunjuk akan diperintahkan untuk menembak terpidana dari jarak dekat di kepala.

"Saya terikat dengan sumpah saya sebagai seorang prajurit. Tahanan melanggar hukum dan kita melaksanakan perintah. Pertanyaan apakah itu dosa atau tidak saya serahkan kepada Allah," katanya.

Karena rasa bersalah yang berkecamuk dalam diri, maka tak heran jika setelah melakukan eksekusi, petugas menjalani bimbingan rohani dan bantuan psikologis selama tiga hari.

Nah, berikut fakta-fakta dari eksekusi mati jilid 3 yang dilaksanakan Jumat (29/7) dini hari.

1. Kejaksaan Agung menetapkan 14 terpidana mati dalam kasus narkoba yang akan dieksekusi mati. Terdapat 4 Warga Negara Indonesia (WNI) dan 10 Warga Negara Asing (WNA) yang dinyatakan siap dieksekusi. 14 Terpidana itu adalah 1. Ozias Sibanda (Zimbabwe), 2. Obina Nwajagu bin Emeuwa (Nigeria), 3. Fredderik Luttar (Zimbabwe), 4. Humphrey Ejike alias Doctor (Nigeria), 5. Seck Osmane (Senegal), 6. Freddy Budiman (Indonesia), 7. Agus Hadi (Indonesia), 8. Pujo Lestari (Indonesia), 9. Zulfiqar Ali (Pakistan), 10. Gurdip Singh (India), 11. Merry Utami (Indonesia), 12. Michael Titus Igweh (Nigeria), 13. Okonkwo Nongso Kingsley (Nigeria), 14. Eugene Ape (Nigeria).

2. Di antara 14 terpidana itu, Freddy Budiman asal Indonesia menjadi salah satu terpidana yang paling banyak disorot. Freddy merupakan pengedar narkoba yang sangat gesit. Ini bukan kali pertama ia ditangkap dalam kasus peredaran narkoba. Pada 2009, ia tertangkap karena kepemilikan 500 gram sabu. Ia lalu kembali tertangkap pada 2011 karena kedapatan menyimpan ratusan gram sabu. Belum habis masa tahanannya, lagi-lagi ia tersangkut kasus narkoba di Sumatera. Dari balik jeruju ia masih bisa mengatur peredaran narkoba.

3. Dari 14 terpidana itu, akhirnya Kejaksaan Agung memutuskan 4 yang dieksekusi mati. Empat terpidana yang akhirnya dieksekusi adalah Humphrey Ejike alias Doctor (Nigeria), Seck Osmane (Senegal), Freddy Budiman (Indonesia), Michael Titus Igweh (Nigeria). Freddy dieksekusi mati pertama kali sebelum 3 WNA lain yang dieksekusi.

4. Eksekusi hukuman mati jilid 3 dilaksanakan di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan, pada hari Jumat (29/7) sekitar pukul 00.45 WIB.

5. Humphrey Ejike alias Doctor (Nigeria) ditangkap atas kepemilikan dan memperjualbelikan 1,7 kilogram heroin. ia merupakan otak dari sindikat peredaran gelap narkoba di Depok pada 2003.

6. Seck Osmane (Senegal) tertangkap tangan memiliki 2,4 kilogram heroin di sebuah apartemen di daerah Jakarta Selatan. Ia lalu divonis hukuman mati pada Juli 2004 oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

7. Michael Titus Igweh (Nigeria) divonis hukuman mati setelah tertangkap karena terlibat dalam jaringan narkotika internasional. Ia ditangkap pada 2002 karena kedapatan memiliki heroin seberat 5,8 kilogram.

8. Jenazah Freddy Budiman rencananya akan dimakamkan di kampung halamannya di Surabaya. Jenazah Michael Titus Igweh dan Seck Osmane akan dipulangkan ke negara asal mereka setelah disemayamkan di Jakarta. Sedangkan jenazah Humprey Ejike akan dikremasi di Krematorium Eka Pralaya, Banyumas, Jawa Tengah.