Brilio.net - Sejak di bangku sekolah, kita sudah diajarkan bahwa Indonesia itu dijajah oleh Belanda selama 350 tahun atau tiga setengah abad. Suatu masa yang sangat lama hingga beberapa generasi.

Tapi, sejarah itu kemudian "digugat" oleh beberapa ilmuwan yang menyebut Indonesia tidak dijajah Belanda selama itu. Banyak perspektif dan analisa yang diungkapkan untuk mendukung tesis tersebut. Lalu, mana sejarah yang tepat?

Sejarah yang menyatakan bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun didengung-dengungkan oleh Presiden Sukarno dalam beberapa pidato. "Lebih menderita dijajah Jepang selama 3,5 tahun daripada dijajah Belanda 3,5 abad".

Jika menggunakan hitungan matematis, maka pernyataan presiden Sukarno itu berarti bahwa Indonesia dijajah sejak tahun 1595.

Dr Sri Margana dari Jurusan Sejarah Universitas Gajah Mada dalam sebuah acara bedah seminar yang digelar Kemendikbud di Jakarta pada awal 2015 mengatakan bahwa Indonesia baru hitungan Indonesia dijajah adalah setelah VOC bangkrut dan diambil alih oleh pemerintah kolonial Belanda.

Masa VOC tahun 1602-1800 bukanlah masa kolonial tapi masa kapitalisme karena yang VOC sebagai perusahaan berusaha menguasai Indonesia. Sehingga, merujuk pemikiran Sri Margana, penjajahan baru dimulai pada tahun 1800.

Seorang intelektual lainnya, Dr Lilie Suratminto dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia mengatakan bahwa Indonesia hanya dijajah selama 126 tahun. Hitungannya adalah masa kolonial Belanda berlangsung dari 1800-1942 yakni selama 142 tahun. Dan di sela-sela itu, masa penjajahan khusus Belanda dikurangi oleh masa kolonial Prancis (1800-1811) dan Inggris (1811-1816). Praktis Belanda murni menjajah Indonesia sebanyak 126 tahun.

Perspektif lain tentang masa penjajahan Belanda juga diungkapkan oleh Sekjen Himpunan Mahasiswa Pascasarjna UI (HIMMPAS) UI periode 2015-216 Zainal C. Airlangga di laman blog HIMMPAS. Mengutip beberapa sejarawan, ia mengatakan bahwa Indonesia hanya dijajah Belanda selama 4 tahun. Karena de facto dan de jure, Republik Indonesia baru lahir tahun 1945. Yakni melalui agresi militer Belanda I dan II, juga pergolakan di daerah-daerah. Karena de facto, Indonesia baru ada menjadi negara pada tahun 1945.

penjajahan indonesia. © 2017 brilio.net
foto: instagram/galerisejarah


Buku yang secara eksplisit mengoreksi masa jajahan Belanda adalah buku berjudul Bukan 350 Tahun Dijajah karya Gertudes Johan Resink atau G.J. Resink. Argumentasinya adalah perjalanan orang Belanda masuk wilayah nusantara apa bisa disebut penjajahan Belanda?

Belanda datang pertama kali di Indonesia untuk berdagang rempah tahun 1596. Baru saat pendirian VOC tahun 1602, Belanda mulai memberlakukan monopoli perdagangan. Tapi pada masa ini, VOC masih hanya berupa kongsi dagang. Jangan lupa juga dengan fakta bahwa Belanda sempat dikalahkan oleh Inggris selama 5 tahun selama 1811-1816 di bawah kepemimpinan Thomas Stamford Raffles.

 

penjajahan indonesia. © 2017 brilio.net
foto: goodreads.com


Buku terbitan Komunitas Bambu ini menjelaskan bahwa selama 350 tahun, ada kerajaan-kerajaan yang merdeka. Di Bali, ada raja merdeka sampai tahun 1849. Di Sulawesi ada kerajaan Bone yang mempunyai pemerintahan sendiri. Ada juga beberapa negara-negara kecil yang tergabung dalam perserikatan tersendiri. Dalam buku itu, ternyata Belanda juga mengakui kedaulatan beberapa kerajaan di Indonesia seperti di Sumba, Sulawesi Selatan, dan Aceh.

Di daerah yang kita kenal sebagai Solo dan Yogyakarta dulu ternyata berdiri kerajaan mataram yang independen. Tapi, sejak perjanjian Giyanti tahun 1755, kerajaan ini dipecah menjadi dua yang berpusat di Surakarta dan Yogyakarta. Surakarta dipimpin oleh Sunan Pakubuwana II dan di Yogyakarta dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwana I. VOC juga berperan penting dalam perjanjian ini.

Namun, hal paling penting dari beberapa perspektif sejarah Indonesia adalah usaha terus belajar sejarah bangsa. Dengan adanya perbedaan-perbedaan bisa lebih memperkaya sejarah Indonesia. Pidato Sukarno yang menyebut penjajahan Belanda selama 350 tahun tidak bisa disalahkan karena waktu itu hendak mengobarkan semangat nasionalisme.