Brilio.net - Musibah tsunami yang melanda perairan Selat Sunda, Sabtu (22/12) menjadi kenangan pahit bagi penggemar sekaligus keluarga besar grup band Seventeen. Tiga dari empat personelnya dinyatakan meninggal dunia dalam peristiwa tersebut. Grup band yang digawangi Ifan (vokalis), Herman (gitaris), Bani (bassis) dan Andi (drummer) ini tengah manggung dalam acara gathering keluarga PLN di Pantai Tanjung Lesung, sebelum lokasi tersebut digulung ombak akibat erupsi Gunung Anak Krakatau. Ifan, sang vokalis menjadi satu-satunya personel yang selamat dari tragedi tersebut.

Dua puluh tahun berkarya di industri musik Tanah Air, banyak kenangan yang mengiringi perjalanan panjang Seventeen. Band yang awalnya diprakarsai oleh Andi, Herman, Angga, Zozo dan Yudhi (eks gitaris) dan kemudian merekrut Bani sebagai bassis ini telah mengenyam pahit manis perjuangan di dunia hiburan. Berbekal kecintaan mereka terhadap musik dan mimpi seorang remaja untuk berkarya, Seventeen akhirnya terbentuk dan kokoh menjadi keluarga.

Seventeen terbentuk pada 17 Januari 1999, saat kelima penggagasnya yang juga fans grup band Slank, masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta. Awalnya, band ini diberi nama Sweet Seventeen yang kemudian berkembang menjadi Seventeen Plus dan lalu menjadi Seventeen hingga saat ini. Kenangan Seventeen di Kota Gudeg ini pastinya tidak sedikit. Dari Kota Budaya inilah, Seventeen mengibarkan namanya, hingga meraih popularitas dan kesuksesannya.

Kisah perjalanan Seventeen sejak awal terbentuknya ini, diceritakan kembali oleh mantan personelnya, Yudhi Rus Harjanto (eks gitaris), dan Doni Saputro (eks vokalis) saat ditemui brilio.net Kamis (27/12), di Gedung Agung, Yogyakarta.

perjuangan seventeen © 2018 berbagai sumber

foto: istimewa

Doni mengisahkan, banyak kenangan yang saat ini menjadi sangat indah untuk dikenang, sekaligus momen-momen Seventeen yang terasa sangat mahal baginya.

"Saat itu, sebelum akhirnya ke ibukota, kita memang punya keinginan untuk membuat lagu. Ya, coba-coba saja. Waktu itu ada kompetisi band indie, dan responsnya cukup bagus. Akhirnya berbekal hal tersebut, kita beranikan diri untuk datang ke Jakarta. Tahun 2002, kita baru berhasil sign kontrak dengan Universal," tutur Doni Saputro mengisahkan awal mula Seventeen menjajal industri hiburan.

Doni melanjutkan sambil mengenang momen dirinya bersama Seventeen, yang menurutnya menjadi pengalaman yang bergitu berharga.

"Dulu kita berangkat ke Jakarta hanya berbekal satu mobil (minibus) yang ditumpangi 9 orang plus alat musik. Sampai Jakarta, kita audisi di Universal dan ternyata nama Seventeen tidak ada. Mungkin karena mereka iba dengan kita yang datang jauh-jauh dari Jogja, akhirnya nama kita dimasukkan untuk ikut audisi. Sepulangnya audisi, kita langsung kembali ke Jogja. Sempat kehabisan solar di tengah perjalanan. Sampai Yudhi harus menjual handphone-nya untuk membeli solar," kenang Doni.

Pada waktu itu, Seventeen tak mengharapkan apapun. Tidak pernah terpikir untuk menuju studio rekaman dan menelurkan banyak album serta lagu-lagu yang menjadi hits di kalangan masyarakat. Sampai akhirnya, tak diduga-duga Seventeen berhasil masuk dapur rekaman hingga kini menjadi salah satu band yang memiliki banyak penggemar.

Jadwal Seventeen mulai padat seiring popularitas mereka dan lagu-lagu yang digemari masyarakat. Mereka kemudian menjalani berbagai tur ke berbagai daerah bahkan hingga sempat ke manca negara. Bahkan, daerah pelosok negeri inipun juga menjadi panggung tak terlupakan bagi perjalanan musik Seventeen.

"Saat itu, peluncuran band Seventeen sebagai band pop memang waktunya sangat tepat. Karena saat itu eranya masih classic rock dan yang alirannya seperti kita itu belum banyak, mungkin ini yang membuat respons masyarakat cukup baik. Dari kaum metropolis sampai orang-orang di daerah, suka ternyata dengan lagu kami," tambah Yudhi.

Setiap perjuangan pasti menemui titik baliknya. Pun begitu dengan grup band Seventeen. Band ini mengalami lima kali ganti formasi atau ganti personel. Kendati demikian, titik balik yang dirasakan masing-masing personel tentunya berbeda satu sama lain. Bagi Doni dan Yudhi titik balik ini terjadi di waktu dan suasana yang berbeda. Doni saat itu memilih untuk keluar dari Seventeen, sekitar tahun 2006. Sementara Yudhi memutuskan untuk keluar usai album keempat dan menuju pembuatan album kelima Seventeen.

"Kalau saya pribadi, saya pernah ada dititik di mana merasa kehilangan rumah. Saat itu, saya merasa jalan di tempat sehingga berpikir, kenapa saya nggak mencari saudara lain? Toh seventeen ini selamanya akan menjadi rumah bagi saya. Kemanapun saya pergi ya selamanya ini tetap rumah saya. Mungkin memang jalannya harus seperti itu. Kalau saya rasa memang jalannya harus seperti itu, kalau kita paksakan terus bersama-sama mungkin (Seventeen) nggak bisa sebesar sekarang," ungkap Doni.

Sedangkan, bagi Yudhi, masa-masa terberat saat dirinya ada di Seventeen adalah ketika harus ada salah satu personel yang pergi. Pasalnya, dengan begitu mereka harus memulai semuanya dari awal lagi.

"Kendala paling berat saat berada di Seventeen adalah saat ada yang harus pergi. Karena dengan ada yang pergi, kita harus mulai dari nol lagi, mulai dari awal lagi. Apalagi saat itu juga sempat vakum, tapi bersyukur karena bisa kembali lagi dan respons masyarakat tetap baik," kenang Yudhi.

Tidak mudah membangun karier di industri musik Tanah Air. Tetapi Seventeen telah membuktikan eksistensinya hingga sampai saat musibah tak terduga terjadi menimpa mereka. Dua puluh tahun berkarya bukan merupakan waktu yang singkat bagi sebuah grup musik. Sebagai band yang memulai segalanya dari nol, Seventeen tak lepas dari kisah jatuh bangun yang mengharukan dan penuh kenangan.

Musibah yang merenggut nyawa tiga personel Seventeen ini tak pelak menjadi pukulan besar bagi segenap keluarga besar Seventeen. Termasuk orang-orang terdekat yang menjadi saksi perjalanan karier Seventeen sejak rilis pertamanya, hingga berakhir akibat tsunami di Selat Sunda.

Terkait harapan untuk Seventeen ke depannya, baik Doni dan Yudhi sepakat untuk mendukung apapun yang menjadi keputusan Ifan, sebagai satu-satunya personel yang tersisa. Mereka tahu betul bahwa saat ini, segenap keluarga Seventeen tengah dalam proses bangkit dari duka mendalam yang melingkupi mereka pasca tragedi tsunami tersebut.

"Apapun yang menjadi keputusan Ifan, kami akan mendukungnya. Terlebih dia satu-satunya personel yang tersisa," pungkas Doni dan Yudhi.