Brilio.net - Acha Septriasa, artis dan penyanyi terkenal Indonesia, ramai menjadi perbincangan publik setelah kabar perceraian resminya dengan Vicky Kharisma mencuat. Putusan cerai mereka yang diambil oleh Pengadilan Agama Jakarta Pusat pada 19 Mei 2025 menutup lembaran rumah tangga yang dimulai sejak pernikahan mereka pada Desember 2016. Perceraian ini diputus secara verstek karena Vicky tidak hadir dalam persidangan. Kabar ini semakin diperkuat dengan unggahan Acha Septriasa di Instagram yang menampilkan momen bersama anak mereka dengan tagar #coparenting, yang langsung mengundang rasa empati dan perhatian dari publik.
Selain itu, Vicky Kharisma juga kerap membagikan momen kebersamaan dengan putri mereka di Sydney, Australia, meski tanpa kehadiran Acha. Unggahan ini memicu banyak komentar dari netizen yang merasa penasaran sekaligus prihatin terhadap kondisi keluarga mereka pasca perceraian. Perceraian pasangan selebriti ini pun membuka ruang diskusi yang lebih luas mengenai konsep “co-parenting” atau pola asuh bersama setelah perceraian, sebuah pendekatan yang kini banyak dianggap penting untuk menjaga kesejahteraan anak.
Lalu, apa sebenarnya co-parenting itu, dan bagaimana dampaknya terhadap anak-anak? Co-parenting adalah pola pengasuhan di mana kedua orang tua yang telah berpisah tetap bekerjasama secara sinergis dalam mengasuh dan mendukung anak-anak mereka. Menurut Profesor Mark Feinberg dari Penn State University, co-parenting melibatkan empat komponen utama: kesepakatan dalam pengasuhan, saling mendukung, berbagi tugas secara adil, dan pengaturan bersama mengenai interaksi dalam keluarga. Dalam prakteknya, co-parenting berfokus pada kepentingan terbaik anak, memungkinkan anak tetap merasa dicintai dan aman meski orang tuanya tidak tinggal bersama lagi.
Dari berbagai penelitian yang ada, pola co-parenting yang sehat seperti shared parenting terbukti memberikan dampak positif pada perkembangan sosial dan emosional anak. Sebaliknya, pola seperti conflicted parenting dan parallel parenting yang penuh konflik dan ketidakharmonisan justru menimbulkan dampak negatif bagi pertumbuhan sosial dan emosi anak. Sebuah studi kasus pada anak usia dini menyimpulkan bahwa kolaborasi dan komunikasi efektif antara orang tua pasca perceraian sangat krusial untuk stabilitas emosi anak (dilansir dari jurnal penelitian Universitas Pendidikan Indonesia, 2025).
Manfaat co-parenting tidak hanya dirasakan oleh anak, tetapi juga oleh para orang tua. Pola ini meningkatkan kesejahteraan psikologis anak, memperkuat keterampilan sosialnya, dan bahkan berdampak pada performa akademik yang lebih baik. Kesehatan mental dan kepuasan hidup orang tua juga dapat meningkat ketika mereka mampu mengelola tugas pengasuhan dengan efektif dan mengurangi konflik.
Untuk menjalankan co-parenting dengan sukses, para mantan pasangan harus mengutamakan komunikasi yang sehat, kompromi atas perbedaan gaya pengasuhan, serta menjaga agar konflik tidak terjadi di depan anak. Menjaga konsistensi aturan dalam dua rumah dan mengedepankan kepentingan anak sebagai prioritas utama adalah kunci keberhasilan pola ini. Dengan begitu, meskipun sudah berpisah, kedua orang tua tetap dapat memberikan lingkungan yang stabil dan mendukung perkembangan anak secara optimal.
Pertanyaan seputar co-parenting
1. Apa itu co-parenting?
Co-parenting adalah pola pengasuhan bersama oleh kedua orang tua setelah perceraian atau perpisahan, dengan tujuan memastikan anak tetap mendapat perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tua secara seimbang.
2. Mengapa co-parenting penting untuk anak setelah perceraian?
Co-parenting membantu menjaga stabilitas emosional dan sosial anak dengan memastikan kedua orang tua tetap aktif dan bekerja sama dalam mengasuh anak, sehingga anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh dukungan.
3. Apa dampak negatif jika co-parenting tidak berjalan dengan baik?
Jika co-parenting penuh konflik atau berjalan paralel tanpa komunikasi, dampaknya dapat berupa gangguan perkembangan sosial dan emosional pada anak, seperti kecemasan, kesulitan berinteraksi, dan masalah perilaku.
4. Bagaimana cara menjalankan co-parenting yang efektif?
Kuncinya adalah komunikasi terbuka, kompromi, fokus pada kepentingan anak, menetapkan aturan yang konsisten, serta mengelola konflik secara sehat tanpa membawa masalah pribadi kepada anak.
5. Bisakah co-parenting berhasil tanpa hubungan yang harmonis antara mantan suami-istri?
Meskipun hubungan personal sulit, keberhasilan co-parenting masih mungkin dengan komitmen kedua orang tua untuk bekerjasama demi kesejahteraan anak dan menjaga komunikasi yang baik serta profesional.
Recommended By Editor
- Acha Septriasa sudah cerai usai 9 tahun menikah, unggahan co-parenting dan hidup baru disorot
- Cerita Acha Septriasa bisa beli rumah saat SMA, penghasilan miliaran bukan dari film, tapi dari ini
- Per minggu bayar sewa apartemen Rp 6,4 juta, intip 9 potret dapur mungil Acha Septriasa
- Rasakan momen puasa di Tanah Suci, ini 8 momen Acha Septriasa jalani ibadah umrah di bulan Ramadan
- Sewa apartemen di Sydney Rp 6,4 juta per minggu, 9 potret dapur Acha Septriasa ini mungil tapi estetik
- 7 Potret transformasi gaya rambut Acha Septriasa, kini tampil tomboi
































