Brilio.net - Indonesia kaya akan budaya. Bukan hanya kekayaan alam saja akan tetapi juga kaya akan bahasa. Tanah Air yang dikenal sebagai bangsa yang beragam suku, agama, ras dan masing-masing budaya memiliki keunikan tersendiri. Salah satu suku dan budaya yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah bahasa Jawa.

Salah satu bentuk karya sastra Jawa tradisional yang terkenal adalah geguritan. Sebagai orang Jawa pastinya sudah paham apa itu geguritan, kan? Namun kalau kamu ingin memahami dan mempelajari secara lebih detail tentang geguritan simak pembahasan kali ini.

Berikut brilio.net rangkumkan beberapa contoh geguritan bahasa Jawa dan terjemahannya pada Kamis (13/10).

Pengertian geguritan

Geguritan merupakan salah satu bentuk karya sastra Jawa yang menggunakan kalimat yang indah serta memiliki sebuah makna. Geguritan menggunakan bahasa yang memiliki irama, mitra, dan rima dalam menyusun kalimatnya. Geguritan biasanya digunakan sebagai wadah curahan isi hati atau perasaan seseorang dalam sebuah lirik dengan menggunakan bahasa Jawa.

Unsur-unsur geguritan

1. Tema : Sebagai ide pokok di dalam sebuah geguritan.
2. Diksi : Pulihan kata yang digunakan dalam membuat geguritan dengan bahasa yang bagus agar bisa diterima pembbaca.
3. Gaya bahasa : Digunakan untuk memperindah geguritan agar mudah dipahami oleh pembaca.
4. Imajinasi atau citraan : Memberikan gambaran yang akan disampaikan seolah hadir dengan nyata untuk pembaca.
5. Latar : Ada beberapa jenis latar diantaranya dapat menjelaskan lokasi, waktu kejadian dan menjelaskan suasana.
6. Amanat : Pesan yang akan disampaikan dalam geguritan.
7. Rima : Bentuk pengulangan bunyi awal, tengah dan akhir.
8. Enjambment : Pemotongan kalimat, kata atau frasa yang diakhiri dengan lirik dengan tujuan memberikan penekanan dikata tertentu dan menghubungkan kebagian selanjutnya.
9. Perasaan : Sikap yang dimunculkan oleh penulis agar dapat memberikan penekanan seperti bangga, senang, sedih, kecewa dan sebagainya.


Jenis geguritan

Geguritan memiliki beberapa jenis yaitu gegugitan lama dan kontemporer. Geguritan lama (tradisional) yang terikat oleh aturan tertentu, seperti jumlah baris (gatra) tidak tetap, setiap baris berisi 8 suku kata, bunyi pada akhir kata sama, dan permulaa geguritan diawali dengan kata sun gegurit (aku mengarang). Sedangkan geguritan kontemporer merupakan geguritan yang tidak memiliki ikatan terhadap suatu aturan guru lagu dan guru wilangan (jumlah suku kata tiap baris).

 

Penulis: Magang/Feni Listiyani

[crosslink_1]