Brilio.net - Jelang Pilpres 2019, dunia politik Indonesia semakin memanas. Sampai saat ini berbagai isu Pilpres banyak beredar dan diperbincangkan di masyarakat. Pada Pilpres 2019 ini seolah mengulang Pilres 2014. Pasangan Capres yang bertarung adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Keduanya didampingi Cawapres Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno.

Sampai saat ini, kedua kubu sudah mulai melakukan pendekatan kepada masyarakat atau organisasi tertentu untuk meminta dukungan. Ketika panas-panasnya kontestasi politik jelang Pilpres 2019, Politikus Partai Berkarya Titiek Soeharto melayangkan pernyataan di media sosial. Titiek Soeharto mengatakan jika Pemerintahan Soeharto lebih enak ketimbang zaman Jokowi. Sontak cuitan itu langsung viral dan mendapat berbagai tanggapan dari warganet lainnya.

Titiek Soeharto menyatakan dalam cuitannya jika pencapaian dan keberhasilan Presiden Soeharto akan kembali diraih jika Prabowo Subianto terpilih menjadi Presiden Indonesia. Titiek meminta kepada para relawan untuk melakukan kampanye Prabowo akan melanjutkan program-program yang telah berhasil dicapai oleh Soeharto. Titiek Soeharto percaya jika kejayaan Indonesia akan kembali saat mantan suaminya, Prabowo Subianto terpilih menjadi presiden.

Usai berpindah dari Partai Golkar ke Partai Berkarya yang mendukung Prabowo dan Sandi, Titiek Soeharto kerap melayangkan kritik ke Pemerintahan Jokowi. Tak hanya mengkritik, ia juga kerap membandingkan masa kepemimpinan Jokowi dengan Soeharto. Dilansir brilio.net dari berbagai sumber, ini 5 alasan Titiek Soeharto sebut masih enak zaman Soeharto daripada Jokowi, Jumat (16/11).

1. Janji Jokowi soal swasembada pangan

Titiek Soeharto istimewa

foto: Liputan6.com

Titiek Soeharto menyinggung soal janji Presiden Joko Widodo soal swasembada pangan. Ia mengkritik persoalan impor pangan yang gencar dilakukan oleh Jokowi. Ia menilai Indonesia adalah bangsa yang kaya hasil bumi dan tak selayaknya impor.

"Tanah yang subur adalah karunia Tuhan. Namun, mengapa Indonesia tidak mampu mengolahnya. Sehingga apa-apa masih impor," kata Titiek dilansir dari merdeka.com.

Sementara itu, belum lama ini Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman justru meraih penghargaan Penjaga Ketahanan Pangan Nasional dalam ajang Indonesia Award 2018 di Jakarta Concert Hall, iNews Tower, Jakarta pada Kamis (15/11). Penghargaan ini diberikan atas pemikiran revolusioner Amran yang membawa sejumlah capaian signifikan di sektor pertanian.

Kementerian Pertanian di bawah kepemimpinan Andi Amran Sulaiman pada akhir tahun 2014, telah memasang target Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045. Ada sebelas komoditas strategis yang ingin dijadikan program prioritas pemerintah yakni padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, gula, dan daging sapi.

Agar mimpi itu menjadi kenyataan, sejak ditunjuk sebagai Menteri Pertanian oleh Presiden Joko Widodo, Andi Amran Sulaiman membuat berbagai terobosan. Di awal kepemimpinannya tahun 2014, ia merangsang peningkatan komoditas utama melalui upaya khusus (Upsus) padi, jagung, dan kedelai, serta mendorong peningkatkan bawang merah dan cabai. Selain itu, Kementan juga berupaya capai swasembada daging sapi melalui program sapi indukan wajib bunting (SIWAB).

Kementerian Pertanian di bawah kepemimpinan Amran Sulaiman memang telah merevisi banyak peraturan dinilai menghambat investasi di sektor pertanian. Langkah konkrit pertama yang dilakukan Kementerian Pertanian adalah dengan merevisi regulasi Perpres Nomor 172 tahun 2014 tentang pengadaan benih dan pupuk dari lelang menjadi penunjukan langsung. Hingga saat ini, Kementerian Pertanian telah melakukan deregulasi dengan mencabut 291 permentan/Kepmentan.


2. Tingkat pengangguran

Titiek Soeharto istimewa

foto: liputan6.com

Titiek Soeharto menyinggung janji Joko Widodo soal lapangan pekerjaan. Menurut Titiek, janji itu belum terwujud hingga sekarang. Ia juga mengungkapkan jika adanya lapangan pekerjaan yang dibuat saat ini, bukannya diisi oleh masyarakat tapi warga asing. Dilansir dari Liputan6.com, ia menyebut masih ada 7 juta orang menganggur dan membutuhkan pekerjaan.

Namun, jika dilihat dari data BPS, pada era Jokowi angka kemiskinan bisa ditekan hingga single digit menjadi 9,82 persen atau sekitar 25,95 juta jiwa pada Maret 2018. Padahal jika dilihat dari data pada Maret 2015, angka kemiskinan masih 28,59 juta jiwa atau 11,22 persen. Tidak hanya itu, angka pengangguran di Indonesia turun. Pada Maret 2018 angka pengangguran sebesar 6,87 juta jiwa atau 5,13 persen. Dibandingkan pada Maret 2015, saat itu masih 6,18 persen atau 7,4 juta jiwa.

 

3. Kesenjangan kaya dan miskin

Titiek Soeharto istimewa

foto: merdeka.com

Selain hal itu, Titiek Soeharto juga membahas mengenai kesenjangan ekonomi antara kaya dan miskin yang memiliki jarak sangat lebar. Menurutnya, akibat adanya kesenjangan ini, si kaya akan makin kaya, dan yang miskin makin menderita.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kesenjangan antara si miskin dan kaya atau gini rasio masyarakat Indonesia semakin sempit selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ia menyebutkan jika gini rasio pada pemerintahan Jokowi-JK terus turun dari 0,39 menjadi 0,38. Kemudian sampai akhir masa Kabinet Kerja 2019 diperkirakan menjadi 0,35. Padahal sebelumnya jarak antara si kaya dan miskin tidak berubah dari level 0,41.


4. Harga-harga barang mahal

Titiek Soeharto istimewa

foto: liputan6.com

Titiek Soeharto kerap mengeluhkan soal naiknya harga-harga pokok makanan di pasar. Menurutnya, ini dikarenakan adanya dua hal yaitu kurangnya swasembada dan adanya kesenjangan ekonomi di Indonesia.

Sebelumnya, dikutip Liputan6.com, Presiden Joko Widodo mengatakan jika tidak ada kenaikan harga yang serius di pasar. Semua masih terkendali. Jokowi juga mengatakan jika adanya dinamika harga di pasar itu adalah hal yang lumrah. Ia meminta orang tidak asal bilang harga di pasar mahal sehingga ibu-ibu takut berbelanja ke pasar.

 

5. Banjir pekerja asing

Titiek Soeharto istimewa

foto: Liputan6.com

Anak dari Soeharto ini juga mengeluhkan soal banyaknya pekerja asing di Indonesia. Baginya, Pemerintahan Jokowi tak mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. Yang ada malah banyaknya pekerja asing yang datang ke Indonesia dan memperkaya diri di Indonesia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah menegaskan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga kerja Asing (TKA) dimaksudkan untuk menyederhanakan prosedur perizinan yang berkaitan dengan tenaga kerja asing di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk membatasi jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Dalam peraturan tersebut, tenaga kerja asing yang kerja di Indonesia hanya tenaga kerja yang memiliki skill khusus dan tertentu. Sehingga tidak semua sektor pekerjaan bisa dimasuki oleh pekerja asing.

Reporter: mgg/renno hadi ananta