Brilio.net - PB Djarum tidak akan lagi menggelar event Audisi Umum Beasiswa Bulu Tangkis pada 2020 mendatang. Keputusan PB Djarum mengundang kekecewaan banyak kalangan, salah satunya pemain bulu tangkis senior Indonesia, yakni Susi Susanti.

Susi Susanti turut prihatin atas polemik PB Djarum Foundation dengan KPAI. Hal ini dinilai terkait audisi pemain bulutangkis yang disebut ada unsur eksploitasi anak. Padahal audisi beasiswa yang diberikan Djarum Foundation telah melahirkan atlet-atlet berprestasi di bidang bulutangkis.

Susi mengatakan jika memang ada unsur eksploitasi, dia mempersilakan masyarakat dan para orang tua yang menilai. Banyak orang tua yang tertarik mengarahkan anak-anaknya menjadi pemain bulutangkis dengan pembinaan dari Djarum Foundation. Dia pun mempertanyakan di bagian mana ada eksploitasi anak dalam pembinaan tersebut.

"Sekarang orangtua-orangtua ini kan sangat tertarik dan berharap sekali, punya impian anak-anaknya bisa jadi seperti Kevin (Sanjaya). Lalu ada dari pihak-pihak yang sedikit keberatan ya dengan adanya audisi ini, alasannya eksploitasi. Apa yang dieksploitasi? Ini cari bakat untuk prestasi lho. Kegiatan positif lho, bukan yang jelekin negara atau mungkin ngerugiin negara, ini malah menyalurkan bakat, mencari prestasi, yang nantinya mengharumkan nama Indonesia," jelasnya seperti lansiran brilio.net dari Merdeka.com, Senin (9/9).

Peraih emas pada Olimpiade Barcelona 1992 ini mengatakan, banyak bibit atlet potensial yang dibina oleh Djarum Foundation dan mereka kebanyakan berasal dari keluarga kurang mampu. Jika tak ada perhatian dari klub atau pihak swasta untuk memberikan beasiswa kepada bibit atlet potensial, maka pembinaan atlet di bidang bulutangkis cukup sulit. Sementara di satu sisi selalu dituntut untuk meraih juara.

"Kalau sekarang enggak ada perhatian dari klub-klub yang punya perhatian, memberikan beasiswa, siapa lagi? Sedangkan masyarakat tahunya badminton harus juara, target harus juara, juara SEA Games, Asian Games, juara dunia All England, lah terus pembinaannya seperti apa? Siapa yang membina?" ujarnya.

"Lalu pemerintah sendiri apakah membina dari kecil? Menjaring? Tidak," imbuhnya.

PBSI, lanjutnya, hanya menjaring dan mencari pemain yang telah juara di tingkat nasional. Karena kalau dibina sejak awal, PBSI tak memiliki anggaran. Anggaran dari pemerintah hanya turun saat ada turnamen atau event olahraga. Dana itu pun akan cari sembilan bulan sebelum event. Jika audisi dihentikan, maka akan sulit untuk mencari bibit atlet potensial.

"Sekarang untuk penjaringan bibit aja enggak boleh terus dibilang eksploitasi, terus kita mencari bibit kemana? Memangnya sim salabim langsung juara atletnya?" jelas Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI ini.

Susi mengatakan PB Djarum telah ada sejak 50 tahun lalu. Dia pun heran kenapa baru sekarang muncul tudingan eksploitasi. Padahal banyak atlet bulutangkis berprestasi yang lahir dari hasil audisi Djarum Foundation.

"Kalau gitu yah seperti Aksan, saya, Tantowi, Lilyana itu berarti hasil eksploitasi anak dong yang udah mengibarkan merah putih ya. Karena kita sendiri lahir dari audisi-audisi ini," ujarnya.

Dia pun mempersilakan masyarakat yang menilai pernyataan KPAI jika memang ada unsur negatifnya dalam audisi tersebut. Jika memang audisi disebut bentuk eksploitasi, dia pun meminta agar pemerintah jangan meminta target atau prestasi dari bidang bulutangkis.

"Jangan minta target atau prestasi juga dari bulutangkis karena membina itu bukan dalam hitungan bulan, tapi puluhan tahun. Siapa yang mau membiayai? Siapa yang punya perhatian? Lalu orang tua apakah mampu juga? Banyak sekali kan anak-anak ini lahir dari keluarga kurang mampu. Yang punya cita-cita bisa tercapai karena dukungan dari klub-klub yang punya kepedulian seperti ini. Harusnya kan kita untuk menjadikan prestasi itu harus bergandengan tangan. Pemerintah saat ini juga tidak ada dalam membina dari kecil, itu enggak ada," jelasnya.

Keberhasilan para atlet bulutangkis menorehkan prestasi di tingkat nasional maupun dunia karena ada pembinaan berkesinambungan selama puluhan tahun. Pembinaan, jelasnya, ada jangka pendek dan jangka panjang. Pembinaan jangka pendek dilakukan untuk atlet yang akan menuju Olimpiade. Sementara pembinaan jangka panjang dimulai dari audisi tersebut.

"Ini seperti mata rantai. Kalau enggak ada pembinaan ya tidak ada bakat, tidak ada prestasi. Jadi berkesinambungan," ujarnya.

Jika Djarum Foundation menghentikan audisi karena polemik ini, maka bisa hilang generasi atlet bulutangkis berprestasi. Kehilangan satu generasi bisa berlangsung 10 sampai 20 tahun.

"Kalau sekarang dimatiin lagi di bawahnya ya bulutangkis kan satu-satunya olahraga prestasi dunia yang kibarkan merah putih. Sekarang dari bawah mau di-cut, enggak boleh ya udah mau jadi apa?" kata dia.

"Ini kegiatan positif atau negatif? Atau mau yang kayak ikutan demo aja, kemarin demo-demo, geng motor. Apakah itu positif? Ini membanggakan Indonesia lho. Bukan bikin jelek negara lho. Jadi sebagai insan bulutangkis, sebagai Kabid Pembinaan dan Prestasi saya prihatin. Harus dilihat dong ini positif atau negatif untuk Indonesia," tutupnya.