Brilio.net - Laurel Hubbard merupakan atlet transgender pertama dari cabang olahraga angkat besi kategori putri yang bertanding di Olimpiade Tokyo 2020. Sayangnya upaya Laurel Hubbard yang membawa bendera Selandia Baru meraih emas harus pupus. Ia gagal mengangkat beban 120kg dan percobaan kedua yang gagal mengangkat 125kg.

Emily Campbell dari Tim GB memenangkan perak, sedangkan medali emas dari angkat besi jatuh ke tangan Li Wenwen perwakilan China. Berikutnya medali perunggu berhasil disabet oleh Sarah Robles dari Amerika.

Meski tak berhasil membawa pulang medali emas, namun Hubbard tetap bersyukur karena terlepas dari kontroversinya sebagai atlet transgender di Olimpiade, banyak orang yang mendukungnya terutama pemerintah Selandia Baru.

"Saya ingin berterima kasih kepada Komite Olimpiade Selandia Baru - mereka telah mendukung saya melalui masa-masa yang cukup sulit," ucapnya sebagaimana dikutip dari BBC, Selasa (3/8).

Laurel hubbard atlet transgender di olimpiade © 2021 brilio.net

foto: Instagram/@brunarosasppe

Brilio.net mengutip dari BBC, Laurel Hubbard merupakan pemegang rekor nasional dan mengangkat total 300kg di kompetisi pria sebelum akhirnya berhenti pada tahun 2001 di usianya yang ke-23 tahun.

Setelah 11 tahun berlalu, Hubbard keluar sebagai seorang wanita transgender pada tahun 2012 di usia 33 tahun dan melanjutkan karier olahraganya. Sekembalinya ia ke dunia olahraga, Hubbard mengantongi tujuh medali emas di turnamen internasional.

Saat dirinya memimpin Commonwealth Games pada 2018, Hubbard harus menderita cedera siku. Dia bahkan berpikir bahwa kariernya telah berakhir, kendati demikian ia mampu bangkit dan memenangkan emas Pacific Games 2019.

Usianya kini sudah 43 tahun, ia merupakan atlet tertua nomor urut tiga dalam sejarah Olimpiade. Pemilihannya sebagai perwakilan Selandia Baru di Olimpiade di cabang olahraga angkat besi kategori putri, membuat perdebatan di tengah publik.

Beberapa pihak menganggap Hubbard bisa saja diuntungkan karena ia pernah menjadi laki-laki dan memiliki tenaga yang mungkin lebih kuat dibandingkan wanita pada umumnya. Namun Komite Olimpiade Selandia Baru mengatakan Hubbard adalah 'role model yang sangat penting' yang membuka isu tentang inklusivitas.

Laurel hubbard atlet transgender di olimpiade © 2021 brilio.net

foto: Pixabay

Lalu bagaimana sebenarnya peraturan mengenai atlet transgender pada ajang olahraga Olimpiade ini? Pada tahun 2004, Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengizinkan atlet transgender untuk ambil bagian dalam Olimpiade.

IOC juga mengubah pedoman keikutsertaan atlet transgender pada 2015. Aturan ini memungkinkan atlet yang beralih dari pria ke perempuan untuk bersaing dalam kategori putri.

Syaratnya ialah tingkat testeron total mereka harus berada di bawah 10 nanomol per liter selama kurang lebih 12 bulan, tanpa memerlukan operasi untuk mengangkat alat kelamin mereka.

Selain itu, untuk olahraga individu, IOC mengizinkan federasi olahraga mengatur pedoman mereka sendiri terkait hal ini. Atletik dunia telah menetapkan lima nanomol per liter sebagai patokan. Federasi Angkat Berat Internasional juga akan mengadopsi patokan yang sama, setelah studi IOC yang sedang berlangsung selesai.

Menurut data NHS, kadar testosteron pria berkisar antara 10 dan 30 nanomol per liter, ini tergantung pada faktor usia dan waktu. Pria muda yang sehat umumnya berkisar 20 dan 30. Sedangkan testosteron wanita berkisar antara 0,7 dan 2,8. Hubbard sendiri harus mengonsumsi obat penekan hormon untuk mengurangi kadar testosteron.