Brilio.net - Dilahirkan dalam keluarga tak mampu bukan berarti menyerah pada nasib. Perjuangan keras perlu dilakukan untuk mengubah nasib itu. Tak ada yang tak mungkin. Semua orang bisa menjadi "berada".

Sama seperti Ichsan Baktiar. Dia berjuang keras untuk menaikkan derajat keluarganya. Tak masalah baginya untuk bersakit-sakit dahulu, asal keluarganya dapat bersenang-senang kemudian. Pemuda yang sering dipanggil Icun ini memulai jalannya untuk mengubah nasib dengan kuliah S1 di Biologi UGM.

Dengan beasiswa, Icun dapat meningkatkan pengetahuannya yang menurutnya masih sangat tertinggal. Beasiswa itu juga yang membuatnya dapat mengantongi uang saku Rp 600 ribu per bulan. Uang itu hanya digunakan separuhnya untuk uang bensin dan keperluan kuliah. Sisanya ditabung untuk cadangan hidup. Hal itu dilakukan karena dia menyadari gaji ayahnya sebagai buruh bangunan tidaklah seberapa. Uang tabungan itu bisa dia gunakan sewaktu-waktu saat kerjaan ayahnya lagi sepi.

Baginya, uang yang dia tabung masih belum cukup untuk dijadikan cadangan. Profesi ayahnya sangatlah riskan dengan kecelakaan. Sekalinya mengalami kecelakaan kerja, Icun-lah yang menggantikan posisi ayahnya sebagai tulang punggung keluarga. Hal itu juga berlaku saat ayahnya tak mendapat proyek sama sekali.

Demi meningkatkan kelayakan hidup keluarganya dan juga uang simpanannya, Icun rela bekerja sampingan di sela-sela kuliahnya. Tak cuma satu lo kerja sampingannya. Dia menghabiskan tenaganya untuk melakoni berbagai kerjaan sampingan.

Kalau di rumah, Icun menerima jasa servis HP. Profesi itu yang membuatnya sempat merasakan menggenggam smartphone. "Pernah ada yang nyervisin bilang harga servisnya kemahalan. Terus aku malah disuruh bawa aja. Ya lumayanlah bisa buat whatsapp-an. Itupun juga nggak lama, soalnya HP itu juga ikut diambil maling kemarin-kemarin," tutur Icun melas.

Beberapa bulan lalu, Icun mengalami masa-masa tersulit dalam hidupnya. Ibunya sakit kanker hingga akhirnya dipanggil oleh Sang Pencipta. Di saat ibunya terbaring lemah, pekerjaan ayah Icun juga sedang tidak ramai.

Mau tak mau, Icun membelah pikirannya untuk tiga hal, kesembuhan ibu, kesejahteraan keluarga dan kewajibannya yang dilimpahkan dosen padanya sebagai asisten praktikum Sistematika Hewan. Dia tak setengah-setengah dalam mengabdi. Supaya tetap menjalankan kewajiban tetapi tak jauh-jauh dari ibunya, Icun rela melakukan asistensi dengan para mahasiswa di kompleks RS.

Sepeninggal ibunya, ayah Icun sempat down dan sama sekali tak bekerja. Mau tak mau Icun-lah yang menghidupi keluarga. Untungnya selama masa pengobatan, askes dapat menutup seluruh biayanya. Meski begitu, uang Icun terkuras banyak untuk mengurus pemakaman sang ibunda.

Akibatnya, tak ada cukup uang untuk membayar kuliah di semester 9. Beasiswanya hanya terbatas sampai semester 8. Lagi-lagi Icun mengerahkan segenap tenaganya untuk berjuang melawan nasib buruk. Waktu lowongnya yang semakin sedikit dia bagi lagi untuk membimbing mata pelajaran anak sekolah di suatu lembaga.

Selain itu kerja sampingan sebagai surveyor di dinas sosial juga  dia lakoni. Uang dari semua pekerjaan sampingan itu dia kumpulkan untuk makan sehari-hari, membayar biaya sekolah adiknya, kuliah semester 9, skripsi dan wisuda.

Setelah lama terkungkung dalam kesedihan, akhirnya bulan April kemarin ayah Icun bangkit. Ayah Icun mulai merintis usaha akik dari bawah. Bekas alat pompa air disulapnya menjadi alat penggosok batu. Alat itulah yang menyulap batu akik menjadi pundi-pudi uang yang cukup banyak.

Icun tak tinggal diam. Dia kerap membantu ayahnya untuk menawarkan cincin berbatu indah ke dosen, satpam dan teman-teman kampus. Tak ada sedikit-pun malu yang mewarnai perasaannya. Rasa malunya tak sebanding dengan besarnya pundi-pundi yang didapat.

Meski belum bisa mapan seutuhnya, Icun tetap mau berbagi rezeki dengan orang lain yang membutuhkan. Bahkan Icun mengajak tetangganya yang sudah berkeluarga tetapi pengangguran untuk ikut merintis usaha bersamanya.

"Hasil jualan akik itu lumayan banget. Mau pas ngetren kaya sekarang atau pas dulu sebelum ngetren, uangnya terus mengalir. Makanya aku ngajak tetangga. Kasihan keluarganya kalau dia nggak kerja. Mau dimakanin apa coba? Daripada luntang-luntung ngak jelas, mending ikutan jualan akik. Terus nanti penghasilannya dibagi dua," kata Icun.

KISAH SEBELUMNYA:

True Story: Semangat Icun selesaikan S1 meski tanpa bantuan orangtua