Brilio.net - Masyarakat memang terdikte untuk belajar di kampus elit, seperti misalnya universitas kenamaan Harvard dan Princeton. Untuk merasakan hawa intelek di kampus tersebut, mereka harus bersaing untuk masuk.

Ironisnya, jebolan dari universitas berangking tidak menjamin untuk mendapatkan sebuah pekerjaan, terutama kaum berkulit hitam. Meski sama-sama lulusan Harvard dengan gelar yang sama, kaum berkulit putih lebih dipilih oleh perusahaan ketimbang kaum berkulit hitam.

Era modern ternyata tidak bisa menghapus diskriminasi antara kaum hitam dan putih. Ini bukan sekedar asumsi, melainkan sudah ada penelitian yang digawangi oleh Michael Gaddis asal Universitas Michigan. Untuk membuktikan studinya, dia melakukan langkah yang sangat sederhana.

Pria ini membuat 1.000 profil pencari kerja palsu. Dia membuat profil dan CV (Curriculum Vitae) secara detail, termasuk alamat surel dan nomor telepon. Akan tetapi, untuk latar pendidikan semua profil tidak ada bedanya, semuanya berasa dari universitas ternama.

Untuk menandai identitas mana yang berkulit hitam dan putih, Michael menggunakan nama populer. Dia memilih nama Caleb, Charlie, Erica, dan Aubrey sebagai penanda kaum berkulit putih. Sedangkan untuk memberikan identitas kaum berkulit hitam, dia menggunakan nama Jalen, DaQuan, Lamar, Nia, Shanice, dan Ebony.

Hasil kajian ternyata Michael di luar dugaan. "Meskipun lulusan Harvard, ternyata perusahaan tidak bisa menerima seorang bernama DaQuan," katanya seperti dikutip brilio.net dari Take Part, Sabtu (6/6). Perusahaan tersebut lebih memilih Charlie untuk dijadikan seorang karyawan.

Studi tersebut juga mengungkapkan, meskipun dari sama-sama lulusan kampus elit, kaum berkulit hitam mendapatkan respons lima poin lebih rendah daripada kaum kulit putih, yakni 18% oleh perusahaan. Diskriminasi ini tidak sampai di situ, kaum berkulit putih mendapatkan gaji lebih tinggi dibandingkan kaum berkulit hitam. Selisih gaji tersebut bisa mencapai angka 3.000 USD untuk ukuran fresh graduate.

Kenyataan tersebut juga menyulut seorang ahli ekonomi, John Schmitt berkomentar. "Pendidikan saja tidak cukup untuk mengatasi rasisme dalam sebuah negara," tuturnya. John pun menilai bahwa fenomena sosial ini tidak bisa dibenahi jika belum teridentifikasi akar masalah sesungguhnya apa.

BACA JUGA:

Tips jitu biar kamu diangkat menjadi karyawan tetap

11 Tips jitu agar kamu bisa kuliah luar negeri via beasiswa LPDP

Kamu pekerja kantoran? Kamu sangat perlu berdiri minimal 2 jam sehari

4 Cara biar tak salah kostum di hari pertama kerja

13 Kelakuan yang menandakan kamu benci sama pekerjaanmu sendiri

5 Tips dapatkan beasiswa pertukaran pelajar ke luar negeri

Ini 9 daftar program beasiswa S1 yang bisa kamu ikuti