Brilio.net - "How is this not World War III?". "Bagaimana ini tidak disebut Perang Dunia III?"

Judul yang ditulis CNN yang ditulis Frida Ghitis, kolumnis masalah-masalah hubungan internasional untuk The Miami Herald and World Politics Review, menggelitik siapa pun.

Penembakan pesawat Rusia oleh militer Turki di perbatasan Suriah-Turki, Selasa (24/11) adalah pemantiknya. Aksi tersebut dinilai dapat mengarah kepada peningkatan eskalasi konflik, yang mana bisa mengarah ke situasi yang lebih luas dan tak terduga.

Ditambah insiden tersebut terjadi selang beberapa hari setelah serangan Paris, salah satu serangan teroris paling mengerikan di bumi Eropa semenjak PD II, dan masih ditutupnya Kota Brussels, Belgia, sebagai bagian upaya mencari pelaku bom Paris yang kabarnya ada di kota tersebut.

Setelah serangan tersebut Presiden Rusia Vladimir Putin menyayangkan langkah militer Turki. Putin merasa Rusia seperti ditusuk dari belakang oleh Turki. "Dalam kasus ini, pilot kami dan tentara kami tak pernah mengancam Republik Turki. Faktanya: pesawat kami melakukan operasi melawan ISIS di utara Latakia," ungkap Putin.

Kemarahan Putin memunculkan spekulasi yang mengarah ke keadaan lebih buruk. Terlebih selama ini, Rusia dan aliansinya senantiasa berbeda haluan dengan Amerika Serikat berikut sekutunya dalam ideologi hubungan internasional. Meski secara perimbangan kekuatan Rusia bisa dikatakan inferior dari AS dan sekutunya, tetapi, harga diri Putin dan Rusia adalah pertaruhan.

Faktanya, bahwa keberadaan Rusia di Suriah bukan untuk memerangi ISIS melainkan mengamankan rezim Presiden Bashar al-Assad, sekutu abadi Rusia, sedangkan Turki menginginkan kejatuhan Assad serta mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari Kurdi, bayang-bayang PD III pun mengintai. Turki sendiri mendapat dukungan dari AS dan sekutunya.

Selain itu, perang di Suriah juga melibatkan sejumlah negara. Tahun lalu, AS bersama koalisinya memiliki kekuatan 60 lebih negara. Dari Korea Selatan hingga Australia, pemerintah berkomitmen memerangi ISIS.

Data menunjukkan lebih dari 250-an serangan bom yang dilakukan AS dan sejumlah negara ke Rusia, di mana AS sendiri melakukan 150 pengeboman lebih, hingga November sejak konflik Suriah merebak.

Di sisi lain, kekuatan ISIS menyebar. Mereka juga memiliki pengikut dan perwakilan di seluruh dunia. Organisasi yang berbasis di Suriah ini tidak hanya mengontrol Irak dan Suriah. Mereka juga punya kekuatan di Libya, Semenanjung Sinai di Mesir, Nigeria dan beberapa wilayah Afrika. Afghanistan, Indonesia, Pakistan, Aljazair dan Filipina, juga ditengarai menjadi kekuatan ISIS.

PD I dan PD II dilanjutkan Perang Dingin, dengan kekuatan nuklirnya, selalu dipicu oleh konflik kepentingan dua kekuatan besar dunia. Peristiwa jatuhnya pesawat Rusia, di tambah konflik berkepanjangan Suriah yang tak berujung bisa saja menjadi pemicu lahirnya PD III.