Brilio.net - Tidak ada yang meragukan kekayaan alam laut Indonesia. Bahkan tidak hanya kaya, lautan Indonesia juga penuh dengan keunikan, misalnya di Laut Andaman yang terdapat sejumah pulau seperti Weh, Klah, Rubiah, Seulako, dan Rondo.

Khususnya untuk Pulau Weh, di daerah ini terdapat gejala post-volcanism yang dicirikan dengan adanya lubang-lubang fumarol, solfatar, dan sumber air panas. Uniknya, gejala-gejala itu tidak saja ditemukan di lereng dan kaki gunung, melainkan juga di pantai dan bahkan di dasar laut. "Lubang fumarol di dasar laut merupakan fenomena geologi yang langka karena menyemburkan gelembung gas dan uap air," kata Plt Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) LIPI, Dr Zainal Arifin MSc dalam siaran pers, Rabu (6/5).

Semburan gas & uap air bawah laut di Aceh bikin penasaran peneliti

Semburan gas & uap air bawah laut di Aceh bikin penasaran peneliti

Zainal menuturkan, secara umum, perairan Sabang yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia sangat menariknya. Gugusan pulau, seperti Weh, Klah, Rubiah, Seulako, dan Rondo, secara geografis terletak di Laut Andaman yang dalam satuan tektonik termasuk busur vulkanik Sunda yang masih aktif. Perairan gugusan pulau terdepan Indonesia ini terletak di antara Samudera Hindia di sebelah barat dan Selat Malaka interkoneksi dengan Laut Cina Selatan di bagian timurnya.

Samudera Hindia, kata dia, merupakan lokasi pelayaran riset yang potensial dan penting karena keunikannya. Samudra Hindia memiliki karakteristik yang berbeda daripada Samudra Pasifik dan Atlantik oleh karena sistem monsun. Sistem ini mengakibatkan perubahan arah arus secara kontinyu pada Somali Current, Indian Counter Current dan South Java Current. Monsun ini berpengaruh pada proses upwelling dan downwelling pada peairan barat Sumatera dan selatan Jawa. "Samudra Hindia Timur adalah area yang jarang sekali diteliti dibandingkan wilayah perairan yang lain terutama oleh oseanografer Indonesia," imbuhnya.

Untuk itulah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian (Puslit) Oseanografi kembali menyelenggarakan dua ekspedisi secara simultan di perairan Samudera Hindia, yaitu Ekspedisi Widya Nusantara (EWIN) serta Ekspedisi Sabang yang dilakukan bulan Mei 2015. Rute kedua ekspedisi ini akan dimulai dari Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara menuju perairan Enggano, kemudian berlanjut ke Padang, dan terakhir menjelajahi perairan Sabang. Pelepasan kedua ekspedisi yang akan berlangsung 24 hari itu dilakukan hari ini, Kamis (7/5).

Dua ekspedisi itu menggunakan Kapal Riset (KR) Baruna Jaya VIII milik LIPI. Kapal ini didesain untuk long term cruises yang dapat mengakomodasi laboratorium kerja serta akomodasi bagi 30 peneliti dan 23 kru kapal.

Kepala LIPI, Prof Dr Iskandar Zulkarnain, mengharapkan ekspedisi kali ini mampu menunjang dan memperkuat visi kemaritiman Indonesia. Ekspedisi EWIN akan berupaya mengungkap profil oseanografi dan potensi Samudra Hindia Timur. Tujuan pokok ekspedisi ini adalah untuk menentukan proses biogeokimia di Samudra Hindia Timur sebagai proses yang diatur oleh arus Equatorial Jet dan arus Sumatra. "Sedangkan, tujuan Ekspedisi Sabang untuk mengungkap kondisi geologi dan kondisi oseanografi akibat pengaruh Samudera Hindia dan Selat Malaka serta keberadaan aktivitas hidrotermal terhadap kondisi biodiversitas daerah penelitian," terangnya.