Brilio.net - Warung Baca Lebak Wangi atau Warabal, sebuah perpustakaan yang dibuat dengan perjuangan susah payah oleh Kiswanti (52), kini sudah menjadi sesuatu yang sangat berguna khususnya bagi masyarakat Kampung Lebak Wangi, Parung, Bogor.

Wanita asli Bantul, Yogyakarta, tersebut berhasil mendirikan Warabal pada tahun 2003 tersebut pada awalnya menjadi pustakawan keliling sambil berjualan jamu. Semua buku yang dia pinjamkan semuanya tidak dipungut biasa semata-mata karena ingin mencerdaskan anak bangsa dengan menumbuhkan minat baca.

Perlahan tapi pasti, Warabal tumbuh semakin besar dan semakin dicintai masyarakat yang awalnya banyak menolak atau malas-malasan untuk belajar. Berkat bantuan donatur dan LSM yang bergerak di bidang pendidikan, kini Warabal tidak hanya menjadi sebuah perpustakaan umum tetapi juga learning center.

Tidak hanya menjadi semakin luas, bahkan kini memiliki dua lantai. Lantai pertama biasa dipergunakan untuk anak-anak mengeksplorasi diri dan kegiatan masyarakat lainnya, sedangkan lantai dua difungsikan sebagai perpustakaan atau tempat menaruh koleksi buku-buku. Gedung bertingkat tersebut kemudian diberi nama Rumah Kegiatan Belajar Arsari Warabal. Hal tersebut juga dilengkapi dengan komputer serta akses internet.

Setelah pembangunan Gedung Arsari Warabal yang lebih representatif selesai, Kiswanti bersama sejumlah relawan semakin tak henti berkreasi. Mereka beranggapan, kalau hanya men-display buku saja tanpa ada kegiatan, pasti akan menjadi sesuatu yang monoton.

"Kalau kita kemas juga dengan kreativitas maka akan ada keterkaitan terhadap buku. Untuk itu, kami menyelenggarakan bimbingan pelajaran Bahasa Inggris untuk tingkat SD dan SMP setiap Minggu pagi, juga bimbingan dan pelatihan komputer untuk anak-anak sekolah bahkan ibu-ibu," jelas Kiswanti kepada brilio.net, Jumat (14/8).

Kenapa ibu-ibu dilibatkan? Kiswanti berharap, ibu-ibu juga melek teknologi dan mengetahui apa saja yang dilakukan oleh anak-anak mereka di depan komputer.

Apakah hanya bermain game, beraktivitas social media, membuka situs yang tak layak untuk anak-anak, atau benar-benar belajar dengan komputernya. Sehingga orangtua bisa mengontrol kegiatan anak-anaknya.

Sedangkan kegiatan Arsari Warabal lainnya yaitu Kelas Kreasi dimaksudkan untuk menebalkan rasa persatuan dan kebersamaan antar anak-anak, meskipun berbeda latar belakang agama.

Kelas Kreasi dilangsungkan pada setiap Minggu sore. Di sini mereka menampilkan tema yang selalu berbeda kepada anak-anak untuk dipelajari bersama. Seperti misalnya, tema tokoh penemu, tokoh pahlawan, ciri khas makanan atau adat istiadat suatu negara, bendera negara, lagu kebangsaan negara, jenis binatang yang ada di laut, jenis tumbuhan yang ada di gunung, dan sebagainya.

"Lewat kelas ini otomatis anak-anak semangat membuka dan membaca buku, untuk mencari referensi sesuai tema," lanjut Kiswanti.

Perpustakaan keliling pun masih dijalankan oleh Kiswanti, namun dia sudah tak berkeliling dengan sepeda lagi tapi dia sudah bisa mempekerjakan pustakawan keliling dengan menggunakan motor yang sudah dilengkapi box untuk menyimpan buku.

Pada setiap akhir tahun pembelajaran, Arsari Warabal melaksanakan program yang namanya 'Sapu Desa'. Aktivitas ini bukan berarti menyapu bersih lingkungan desa, tidak. Tapi, Kiswanti akan memimpin para relawan berkunjung ke rumah-rumah, untuk meminta kepada segenap warga menyerahkan buku-buku bekas pakai yang sudah tak terpakai.

Bila masih ada yang dapat dimanfaatkan, maka pasti akan diperpanjang usia pemakaian buku tersebut. Tapi apabila sudah tidak layak pakai, maka akan langsung dikumpulkan, ditimbang, dan dijual berdasarkan beratnya.

"Uang dari hasil penjualan buku tak layak pakai tersebut kemudian kami gunakan untuk update buku terbaru. Agar anak-anak juga tidak ketinggalan dengan perkembangan zaman," pungkas Kiswanti.