Brilio.net - Jarum jam baru menunjukkan pukul 05.00. Tapi di meja makan, seorang gadis semampai dengan rambut ikal blonde sudah duduk dan menikmati sarapannya. Tak lama, seorang ibu duduk menemaninya.

Selesai sarapan yang diselingi meminum teh, mereka menuju ke mobil dan bergegas ke sebuah tempat. Ternyata, itu adalah kolam renang. Si gadis turun dengan dua dua tas punggung memasuki area kolam meninggalkan si ibu yang juga langsung kembali.

Itu adalah kisah keseharian kehidupan Ranomi Kromowidjojo yang didokumentasikan SportinHolland pada 2010 silam, atau dua tahun sebelum namanya berkibar di ajang Olimpiade 2012. Kerja keras dan fokus menjadi hal yang mengantarkan perenang dengan nama belakang mengandung unsur jawa itu meraih sukses.

"Saya bekerja keras untuk menjadi seperti sekarang. Saya cinta renang, maka dari itu saya melakukan apapun untuk olahraga ini. Saya berenang setiap hari," kata Ranomi dalam sebuah kesempatan wawancara.

Ya, Ranomi memang sudah dikenalkan olahraga renang sejak balita. Ceritanya, pada Juli 1992 sewaktu keluarga Ranomi berlibur ke Spanyol, orang tuanya menghadiahi Ranomi baju renang. Itu diberikan sebelum Ranomi merayakan ulang tahunnya yang ketiga.

Girang mendapat kado spesial, Ranomi kecil langsung meloncat ke kolam yang ada di tempat liburan keluarga mereka. Byurr....tapi tak selang lama yang terjadi adalah kepanikan. Ranomi malah akan tenggelam. Sang ibu, Netty Deemter, pun langsung terjun ke kolam menyelamatkan nyawa buah hatinya. Ranomi selamat.

Tapi dari sanalah Ranomi justru menapaki jalur renang. Dukungan keluarga, terutama sang nenek, yang terus memberikan motivasi dan menemaninya dalam menggeluti karier di kolam membuat langkah Ranomi menjadi the best di lintasan renang semakin mudah. "Nenek segalanya bagi saya. Dia yang mendukung karier renangku," ujar Ranomi.

Begitu besar peran nenek terhadap Ranomi, membuat gadis kelahiran 1990 ini kerap memamerkan kemesraan. Seperti foto Instragam pada Oktober 2014 yang berisi ucapan ulang tahun kepada sang nenek. "Happy 80th birthday granny" begitu status yang terpasang. Di dalam foto tampak Ranomi ditemani nenek dan seorang lelaki pamer foto masa kecil yang terbingkai indah dalam sebuah frame.

Mendapat sokongan penting dari keluarga tercinta membuat karier atlet yang mengidolakan seniornya di lintasan air, Inge de Bruijn (yang memenangi 15 medali olimpiade sepanjang kariernya di Olimpiade Sydney 2000 dan Athena 2004), melesat cepat.

Memasuki kompetisi internasional pada 2005 dan menjadi bagian tim junior Belanda, Ranomi sudah terjun ke kompetisi senior Eropa disaat masih berumur 15 tahun. Dalam kejuaraan di Budapest tersebut, Ranomi sukses membawa pulang medali perak 4x100 meter gaya bebas.

Enam tahun sejak kiprahnya di kejuaraan senior, Ranomi mendulang hasil kerja keras yang dilakoni selama ini melalui kesuksesan di Olimpiade, London, Inggris 2012. Dia mewujudkan mimpinya. Emas gaya bebas 50 meter; emas gaya bebas 100 meter; dan perak gaya bebas 4x100.

London membuat popularitas Ranomi meroket. Cerita suksesnya sampai jadi perbincangan di warung-warung kopi seantero Indonesia. Semua karena embel-embel Kromowidjojo di belakang nama depannya. Karena Jawa banget, banyak yang mengaitkan dengan Indonesia.

Setelah ditelusur kakek Ranomi memang orang Jawa yang dipekerjakan pemerintah kolonial Belanda sebagai budak perkebunan kopi di wilayah Commewijne, Suriname, pada abad ke-19. Nama perusahaannya adalah Constanzia.

Ayahnya, "Rudy" Poniran Kromowidjojo lahir di Suriname. Pada 1975, saat Suriname merdeka, Rudy memutuskan untuk berimigrasi ke Belanda. Dia lantas bertemu dan menikah dengan gadis Belanda bernama Netty Deemter hingga lahirlah Ranomi.

Menanggapi namanya menjadi perbincangan hangat di Indonesia, Ranomi menanggapinya demikian, "Saya memiliki hubungan dekat dengan Suriname, tetapi saya tak punya hubungan apa pun dengan Indonesia." Ranomi menambahkan kalau dia tak bisa berbahasa Indonesia tetapi bisa sedikit bahasa Jawa ngoko.

Ranomi Kromowidjojo: nenek, olimpiade dan Jawa