Brilio.net - Setiap orang tentu memiliki pengalaman masa lalu yang membekas di dalam pikiran dan sulit untuk dilupakan, baik itu pengalaman bahagia ataupun menyedihkan. Terbiasa menghabiskan waktu masa kecil bersama adik laki-lakinya kini sangat dirindukan oleh Dwi (20). Adiknya yang meninggal 10 tahun silam itu menyisahkan sesal yang sangat dalam di diri wanita asal Surabaya ini.

"Ibu buruh pabrik di salah satu pabrik tekstil yang ada di Surabaya, waktu itu ibu kebagian shift malam jadinya ibu kerja dari jam 8 malam sampai jam 5 subuh, yang di rumah cuma saya dan adik saya yang sedang sakit," cerita kepada brilio.net melalui layanan story telling bebas pulsa 0-800-1-555-999, Jumat (11/12).

Dwi memang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Saat usianya masih 7 tahun, ibu dan ayahnya bercerai dan dia bersama adiknya yang waktu itu berusia 2 tahun memutuskan untuk ikut bersama ibunya. Hidup Dwi dan keluarga memang cukup sulit secara ekonomi dan satu-satunya kerjaan yang bisa dilakukan ibunya untuk menyambung kehidupan mereka adalah menjadi buruh pabrik.

Kejadian malang itu menimpanya pada usianya 10 tahun dan adiknya 5 tahun. Waktu itu adiknya terserang demam tinggi yang berlangsung beberapa hari. Karena ibunya belum mendapatkan upah, maka adiknya belum bisa dibawa ke rumah sakit dan harus dirawat di rumah saja. Hari itu ibunya bekerja hingga pagi di pabrik. Tengah malam Dwi mengaku masih sempat mengecek kondisi adiknya yang sesak nafas dan memberinya air, namun dia mengantuk dan akhirnya tertidur.

"Sekitar pukul 4 subuh saya merasakan adik saya kejang-kejang, saya menangis panik dan bingung harus berbuat apa, saya cuma memagangi tangannya dan sampai kejang-kejang itu berhenti saya pikir adik saya tertidur kembali. Setelah ibu datang dan melihat kondisi adik saya, dia menangis, setelah itu saya baru sadar adik saya meninggal," lanjut Dwi.

Pahitnya kemiskinan benar-benar dirasakan Dwi semasa kecil, tidak hanya kehilangan adik, Dwi pun harus putus sekolah karena alasan biaya. Kejadian kehilangan adiknya 10 tahun silam itu mengajarnya untuk lebih memaknai hidup. Meski kini hidupnya dan ibunya tidak sesulit dulu, namun dia senantiasa menghargai berapapun uang yang dia miliki. Diakuinya, dia dan ibunya pun mulai belajar menabung, sehingga jika ada keperluan mendadak mereka tidak lagi kesulitan.

"Hidup ini memang sulit, andai kami waktu itu punya uang, mungkin adik saya masih bisa berobat, kehilangan adik saya sangat membekas di pikiran saya. Sekarang kalau ibu sakit dikit aja saya selalu sempatkan untuk mengecek kondisinya ke rumah sakit," ujarnya.