Brilio.net - Meningkatnya suhu rata-rata di permukaan bumi menyebabkan penggunaan alat pendingin udara atau Air Conditioner (AC) di meningkat. Padahal AC yang saat ini beredar diklaim tidak ramah lingkungan. Hal itulah yang membuat empat mahasiswa Institut teknologi Sepuluh Nopember menciptakan prototipe Air Conditioner Termoelektrik (ACT) yang diklaim ramah lingkungan.

Adalah Eko Ary Priambodo, Ryo Teguh Sukarto, Ichwan Rahmawan Widodo, dan Yudha Rohman yang mencetuskan ACT ramah lingkungan tersebut. Eko menerangkan jika AC yang ada saat ini ada menggunakan Cloro Fluoro Carbon (CFC) yang menggunakan Freon dalam sistem pendinginnya. CFC yang digunakan dalam AC konvensional akan menguap ke udara bebas dan menimbulkan kerusakan lapisan ozon.

Eko dan kawan-kawan lalu mencoba menerapkan teknologi termoelektrik yang saat ini banyak dikembangkan dan diaplikasikan dalam berbagai alat seperti kulkas mini termoelektrik, dispenser, pendingin CPU, maupun generator termoelektrik. "Teknologi termoelektrik menjadi pengganti CFC sehingga bisa ramah lingkungan," terang Eko kepada brilio.net, Jumat (18/9).

Mahasiswa Teknik Lingkungan ITS tersebut mengungkapkan jika prinsip kerja ACT menggunakan keping elemen peltier di mana satu sisi menyerap kalor dan di sisi lain melepas kalor dengan selisih temperatur sekitar 50 derajat Celcius. Semakin dingin suhu sisi yang menyerap kalor semakin dingin pula sisi yang melepas kalor.

Desain prototipe ACT ini juga mengadopsi model AC konvensional yang ada saat ini, yaitu memiliki 2 modul alat. Modul pertama akan diletakkan di dalam ruangan dan modul kedua akan diletakkan di luar ruangan. Selain menciptakan prototipe untuk di dalam ruangan, Eko dan kawan-kawan juga membuat prototipe ACT portabel yang berukuran mini.

Pendingin ruangan buatan mahasiswa ITS ini ramah lingkungan, keren!
"Selain ramah lingkungan karena tak menggunakan CFC, ACT juga hemat listrik karena hanya membutuhkan tenaga sekitar 300 Watt dibandingkan AC biasa yang membutuhkan hingga 1000 Watt," terang pemuda asal Tulungagung ini.

Atas inovasinya itu, tak heran jika karya yang termasuk Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM KC) ini lolos mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) Oktober mendatang di Universitas Haluoleo Sulawesi Tenggara.

Meski begitu, Eko mengungkapkan jika karyanya ini masih dibutuhkan pengembangan lebih lanjut untuk bisa digunakan dan diproduksi massal.