Brilio.net - Menjadi dokter di daerah pedalaman benua Afrika tentu bukan hal mudah untuk dijalani. Namun hal tersebut tidak membuat Husni Mubarak Zainal (30) untuk terus mengabdi pada kemanusiaan. Sudah sejak tahun 2011 Husni bergabung dengan organisasi kemanusiaan Medecins Sans Frontieres (MSF) atau Dokter Lintas Batas. Organisasi tersebut menyediakan bantuan medis di negara-negara yang krisis kemanusiaan.

Selama mengabdi Husni sudah ditugaskan di beberapa negara di Afrika, seperti di desa Thekerani perbatasan antara Malawi dan Mozambique. Juga di Sierra Leone sebuah negara bekas jajahan perancis. Di sana Husni dan rekan-rekannya menangani kasus HIV, TBC juga Malaria.

"Dari semua negara tempat saya ditugaskan yang paling berat adalah ketika saya diterjunkan di Sudan Selatan," kata Husni ketika berbincang dengan brilio.net, Kamis (23/4).

Mulianya Husni, dokter Indonesia mengabdi di Sudan rawat korban perang

Mengabdi di negara yang sedang konflik tentu menimbulkan tantangan tersendiri bagi Husni. Saat itu Husni ditugaskan di kamp pengungsian di Doro, Sudan Selatan. Sudan Selatan adalah negara termuda di dunia yang pada tahun 2011 baru saja terbebas dari Sudan Utara setelah bertahun-tahun perang saudara.

"Wilayah kerja saya benar-benar di wilayah yang tandus dan gersang. Di sana dijejali barisan tenda-tenda pengungsi. Jadi seperti perkampungan besar in the middle of nowhere," ceritanya lagi.

Setiap hari, klinik Husni di Doro hampir selalu kewalahan karena jumlah pasien melebihi kapasitas klinik. Sebagian besar pengungsi tiba dalam keadaan sangat lemah dan dehidrasi setelah berjalan kaki berhari-hari. Anak-anak yang kurang gizi, lemah, dan lesu selalu mengisi ruangan klinik. Husni bahkan sempat menghadapi wabah Hepatitis E akibat kondisi sanitasi di kamp sangat buruk.

Mulianya Husni, dokter Indonesia mengabdi di Sudan rawat korban perang

Dia pun harus merelakan jika ada pasiennya yang meninggal. Apalagi di negara konflik perang, mayoritas pasien terlambat ditangani. Keadaan diperparah jika ada pengungsi yang datang berobat menderita gizi buruk dan ditambah diare. Maka tak sedikit juga dia harus menyaksikan kematian miris warga korban perang itu. Sudah lebih dari 50.000 korban yang ditanganinya.

"Saya merasa mendapatkan pengalaman berharga, Saya lebih menghargai kehidupan dan lebih banyak bersyukur. Untuk ke depannya saya saya tidak tahu di negara mana lagi saya akan ditugaskan, tapi saya ingin berbakti di Indonesia," tutupnya.