Brilio.net - Kegeraman masyarakat terhadap keputusan Ketua Majelis Hakim Parlas Nababan di Pengadilan Negeri Palembang yang meloloskan perusahaan yang bertanggungjawab atas hutan yang terbakar masih saja memanas. Kegeraman ini dipicu oleh Hakim Parlas Nababan yang menolak gugatan perdata yang diajukan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ke PT Bumi Mekar Hijau (BMH) senilai Rp 7,8 triliun. Alasannnya, kerusakan hutan yang terjadi selama kebakaran bukan perbuatan melawan hukum dan tidak ada unsur kerugian karena hutan masih bisa ditanami.

Mendengar keputusan yang dirasa sangat tidak adil bagi rakyat yang terdampak kabut asap selama berbulan-bulan tersebut, banyak masyarakat meminta hakim membuka mata dan berkaca dengan kasus-kasus seputar kayu di hutan yang pernah menimpa rakyat kecil dengan hukuman yang begitu berat. Berikut ini kasus-kasus yang brilio.net rangkum, Rabu (6/1), sebagai perbandingan bagaiaman putusan hakim Parlas Nababan dinilai masyarakat tidak adil.

1. Kisah kakek Busrin dijatuhi hukuman penjara karena mengambil dua meter kubik potongan pohon mangrove

Masyarakat minta Hakim Parlas Nababan berkaca kasus Asyani dan Busrin
Kakek Busrin

Vonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Probolinggo, Selasa 25 November 2014 terhadap Busrin (48), pencuri kayu bakar selama dua tahun penjara dan denda Rp 2 miliar benar-benar mencengangkan publik. Dengan barang bukti dua meter kubik potongan pohon mangrove, warga Desa Pesisir, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo harus menjalani hukuman dan membayar denda yang di luar nalarnya.

2. Kisah nenek Asyani

Masyarakat minta Hakim Parlas Nababan berkaca kasus Asyani dan Busrin
Nenek Asyani

Asyani, seorang nenek warga Dusun Krastal, Desa Jatibanteng, Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur dituntut jaksa dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 500 juta dengan dakwaan pembalakan dua batang kayu milik PT Perhutani di Situbondo, Jawa Timur, Juli 2014.

Melihat ketimpangan ini, tentu saja membuat hati masyarakat tersakiti. Padahal Indonesia digadang-gadang sebagai negara hukum, namun kenyataanya rakyat kecil masih sering tertindas.