Brilio.net - Tiga mahasiswa Teknik Industri Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Achmad Sergian, Alvin Agustin, dan Oni Achmadi membuat inovasi terhadap jam beker dengan mengganti alarmnya dengan mainan tradisional othok-othok.

Ide ini berasal dari keinginan mengangkat kembali jam beker sekaligus mainan tradisional, yang menurut pantauan mereka sudah mulai tergilas zaman.

Tiga mahasiswa ini merupakan 'anak-anak' Laboratorium Inovasi dan Pengembangan Organisasi (IPO) yang punya fokus dalam hal inovasi produk dan perencanaan bisnis.

Menurut teori yang mereka pelajari, terdapat dua konsep inovasi, yaitu market pull (inovasi yang berasal dari ketidakpuasan dan permintaan konsumen akan suatu produk) dan technology push (inovasi yang datang dari ketidakpuasan peneliti/produsen). Inovasi terhadap karya yang mereka namai clothok ini menggunakan teori technology push.

Mahasiswa UII ciptakan alarm beker dari mainan tradisional, penasaran?

Produk ini pernah diikutkan dalam lomba Inovasi Produk di ITB pada 2014 lalu dan mendapat peringkat 4, kemudian dikembangkan menjadi Tugas Akhir.

"Clothok ini sudah dipatenkan yang biayanya ditanggung sama jurusan. Kemaren sehabis lomba sempat ada yang berminat ngebeli desain produk ini, katanya untuk diprosuksi massal, tapi kita tolak karena mau dikembangkan sendiri," ungkap Egie, sapaan Achmad Sergian.

Jam beker ini menggunakan bahan utama bambu petung yang dilaminasi. Diakui Egie, dia sedang mencoba menggalakkan kerajinan berbahan dasar bambu.

Keuntungan dari bambu adalah masa panennya yang lebih singkat daripada kayu. Untuk komponen jamnya dibongkar dari jam beker biasa. "Kita belum nyoba pesen mesin jamnya saja tanpa rumahannya," ungkap Egie kepada brilio.net, Rabu (6/5).

Butuh waktu hampir 6 bulan untuk menyempurnakan clothok ini. "Awalnya, jam yang digunakan model digital, mainannnya juga orang-orangan bukan othok-othok ini. Kita rasa bunyinya kurang nyaring makanya kita ganti sama othok-othok," imbuh mahasiswa asal Jogja itu.

Ke depan, jam beker inovasi ini akan diproduksi massal dan dibanderol dengan harga Rp 150 ribu-Rp 200 ribu.