Brilio.net - Minimnya kapal serta sumber daya manusia dalam mengawasi keamanan wilayah perbatasan laut, membuat Indonesia sering kecolongan masuknya kapal negara lain.

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, kekayaan Laut Arafuru setiap tahun hilang Rp 11,8 triliun akibat pencurian ikan. Selain di perairan Arafuru, aksi pencurian ikan juga terjadi di sejumlah titik perairan lainnya yang mengakibatkan kerugian negara setiap tahun mencapai Rp 30 triliun.

Tak hanya itu, berbagai ancaman pun patut menjadi perhatian, seperti pencemaran laut, perampokan dan penyelundupan. Karena itu diperlukan sebuah sistem dalam meningkatkan monitoring perbatasan laut di Indonesia.

Prihatin dengan hal itu, lima mahasiswa Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya merancang pesawat tanpa awak berbasis Android untuk memonitoring perbatasan laut Indonesia. Lima mahasiswa tersebut adalah Rizki Dwi Arnanto, Dhikri Suprayoga, Akbar Yogi Nugroho,  Adilah Daffadany Rabbani, dan Prayudhitia Putri Kusumawardani. Mereka berlima memanfaatkan teknologi Unmanned Aerial Vehicle(UAV) atau pesawat tanpa awak dengan mengggunakan quadcopter sebagai alternatif dari penggunaan kapal patroli.

"Wahananya akan berupa pesawat amfibi yang cocok untuk wilayah perairan. Autonomous System pada wahana akan melakukan pemantauan wilayah perbatasan laut secara real time yang hasil perekamannya dapat disaksikan di pelabuhan terdekat perbatasan laut tersebut," terang Putri kepada brilio.net, Kamis (1/10).

Putri mengungkapkan jika dalam melakukan monitoring perbatasan laut digunakan software Seapatdroid yang berfungsi menampilkan informasi video real time perbatasan laut, peta lokasi dimana UAV menjalankan misi monitoring, nilai sudut roll, pitch, yaw, dan ketinggian.

"Dari smartphone kita dapat mengendalikan pesawat itu. Saat pesawat itu diterbangkan, maka kita juga dapat melihat bagaimana keadaan lautan yang kita lihat dari smartphone yang kita bawa," terangnya.

Alat buatan lima mahasiswa ITS ini dalam jumlah banyak dapat menjadi pengganti kapal sebagai pemantau lautan, dengan begitu pengeluaran yang lebih besar akibat penggunaan kapal bisa ditekan. Putri berharap jika konsep mereka ini diterapkan, keamanan wilayah perbatasan laut lebih bisa dikontrol dan illegal fishing dapat lebih ditekan.