Meski usia sudah tua, tapi kemampuan yang ada harus dipergunakan. Dengan menggunakan kemampuan, maka kemandirian tetap akan ada meski usia sudah lanjut. Barangkali demikian pesan yang ingin disampaikan Mbah Kasilah alias Djoyo Sumarto, pengrajin mainan anak tradisional dari Pandes, Panggungharjo, Sewon, Bantul, DIY

Kisah Mbah Djoyo yang bertahan dengan membuat mainan tradisional

Kampung Pandes terkenal sebagai Kampun Dolanan. Dahulu kampung ini sangat terkenal sebagai sentra pembuat mainan tradisional. Tetapi saat ini hanya ada 9 orang yang masih bertahan membuat mainan tradisional. Mbah Djoyo adalah salah satunya. Di usianya yang sudah 80 tahun, Mbah Djoyo setiap harinya tetap menjalani aktivitas yang telah dilakukannya sejak muda.

Mbah Djoyo rajin mengisi hari-harinya dengan membuat berbagai macam mainan anak tradisional yang sudah jarang diproduksi di tempat lain. Mainan yang bisa dibuatnya adalah othok-othok, kipas-kipasan, dan kitiran.

Kisah Mbah Djoyo yang bertahan dengan membuat mainan tradisional

Semua proses pembuatan mainan dikerjakan Mbak Djoyo sendiri. Mulai dari menggergaji bambu, memotong bambu menjadi batang kecil dan berbagai proses lanjutan hingga terbentuk mainan jadi.

Mbah Djoyo tinggal sendirian. Suaminya sudah lama meninggal. 6 anaknya sudah berkeluarga dan mempunyai rumah sendiri, ada yang di Jogja, ada pula yang tinggal di luar Jogja.

Mbah Djoyo berberita bahwa gempa 2006 membuat rumahnya luluh lantak. Dia pun kemudian membangun rumahnya kembali. Beruntung dia mendapatkan bantuan dari GKR Pembayun berupa gedhek atau anyaman bambu untuk dindingnya. "Semua ini bantuan kecuali gentengnya," tutur Mbah Djoyo ketika ditemuibrilio.net, Selasa (3/3).

Kisah Mbah Djoyo yang bertahan dengan membuat mainan tradisional

Sebelum gempa 2006, Mbah Djoyo mengaku masih menjual mainannya dengan berkeliling, tapi setelah gempa hal itu tidak dia lakukan. Saat ini dia hanya tekun membuat mainan di rumahnya. Terjualnya mainan itu menunggu adanya pesanan yang datang dari pemesan melalui pengurus Kampung Dolanan. Karena menunggu pesanan, pendapatannya tiap bulan tak tentu.

Tapi dari pesanan itu Mbah Djoyo mengaku bersyukur karena cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Alhamdulillah bisa mandiri. Kalau cucu datang minta jajan juga bisa ngasih," terangnya.

Kisah Mbah Djoyo yang bertahan dengan membuat mainan tradisional