Brilio.net - Belajar Bahasa Indonesia adalah suatu hal yang wajib dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Dan kalau mendengar ada orang Indonesia yang mengambil jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia saat kuliah mungkin sudah biasa ya. Selain itu sudah biasa juga jika nantinya para sarjana tersebut mengajar Bahasa Indonesia pada siswa-siswi Indonesia. Namun bagaimana bila mereka diminta mengajar Bahasa Indonesia untuk para bule ya?

Mustika Nur Amalia merupakan seorang sarjana lulusan Bahasa dan Sastra Inggris serta Pendidikan Bahasa Inggris yang saat ini aktif menjadi pengajar pada program Critical Language Scholarship (CLS) Amerika yang diadakan oleh Universitas Negeri Malang. "Awalnya tahun 2013 saya jadi peer tutor mahasiswa Amerika yang tugasnya menemani diluar jam kelas untuk membiasakan mahasiswa berbicara Bahasa Indonesia. Kemudian 2014 baru saya menjadi pengajar di kelas dengan mahasiswa yang berbeda setiap periodenya," ucap Mustika pada brilio.net, Selasa (2/6).

Saat 2013 dia dipercaya menjadi peer tutor seorang mahasiswi dari OHIO University yang sebelumnya memang sudah mempelajari Bahasa Indonesia selama dua tahun. Kemudian pada tahun 2014, gadis yang saat ini menempuh pendidikan S2 Keguruan Bahasa di Universitas Negeri Malang ini diberi tanggung jawab untuk menjadi seorang pengajar untuk lima mahasiswa dari lima universitas di Amerika. Pengajaran dilakukan selama dua bulan selesai.

Usai mengajar mahasiswa asal Amerika Serikat, Mustika kembali mengajar enam mahasiswa dari China selama enam bulan, dilanjutkan lagi mengajar enam mahasiswa dari Thailand. "Sulitnya itu karena kita native Bahasa Indonesia otomatis bahasa yang kita gunakan kan levelnya sudah kompleks, nah sementara saat ngajar kita harus menyederhanakannya menjadi yang paling sederhana. Untuk pemula, kita nggak boleh pakai kata yang sudah kompleks diberi imbuhan misal 'memaafkan', bolehnya 'minta maaf'," lanjut Mustika. Kesulitan lain yang biasanya dialami adalah saat siswa-siswanya pasif, karena hal itu yang nantinya membuat para pengajar kesulitan menghidupkan suasana di kelas.

Dia juga pernah memiliki murid yang ternyata adalah seorang calon profesor di salah satu universitas di Amerika. Kendala yang dia alami waktu itu adalah sulitnya penerimaan bahasa oleh murid ini. Belum lagi saat itu status Mustika masih merupakan mahasiswi S1 yang pastinya merasa canggung saat harus mengajar seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Namun terlepas dari itu semua, Mustika mengaku bahwa dia bangga dapat menjadi pengajar Bahasa Indonesia bagi mahasiswa asing meskipun memang ada beberapa kesulitan yang dihadapi. Karena menurutnya hal tersebut sama halnya dengan menjadi duta Indonesia yang berkesempatan memperkenalkan bahasa serta budaya Indonesia.