Brilio.net - Pernahkah kamu berpikir bagaimana nasib pendidikan para anak usia sekolah yang harus tinggal di lembaga pemasyarakatan atau penjara? Apakah mereka tetap mendapatkan pengajaran, atau malahan hak untuk mendapatkan pendidikannya dicabut? Lalu bagaimana dengan mereka yang sudah memasuki kelas akhir sekolah seperti halnya kelas 6 SD, 3 SMP, dan SMA? Apa mereka juga mendapatkan bimbingan belajar menghadapi Ujian Nasional seperti halnya murid lain?

Mungkin hanya sedikit dari kita yang benar-benar perduli dengan pendidikan anak-anak usia sekolah yang harus menjalani masa hukuman di penjara. Salah satu yang perduli adalah Asis Wahyudi.

Asis yang pada tahun 2013 lalu masih menjadi mahasiswa semester akhir jurusan geografi Universitas Negeri Malang itu memiliki gagasan untuk memberikan bimbingan menjelang ujian nasional pada para penghuni lapas. "Waktu itu sambil mengerjakan skripsi kan banyak waktu luang jadi awalnya itu cuma hasil diskusi dengan teman kontrakan. Kami mikir bagaimana nasib anak-anak menjelang UN yang masih usia sekolah di penjara? Mereka kan juga butuh dapat ijazah meskipun itu ijazah kejar paket," ungkap Asis pada brilio.net Kamis (24/4).

Kisah Asis, sukarela memberikan bimbingan belajar bagi penghuni lapas

Asis menambahkan, jika siswa biasanya berusaha mendapat bimbingan intensif menjelang UN, lalu untuk siswa yang dipenjara akan bagaimana nasibnya. Dari situlah kemudian pemuda asal Kediri Jawa Timur ini menanyakan pada seorang temannya yang berprofesi sebagai polisi. Walhasil Asis mengetahui bahwa tidak ada bimbingan khusus persiapan UN yang diberikan di penjara.

Dari situlah kemudian dia berinisiatif untuk membuat proposal pengajuan kerja sama dengan Lapas Kelas I Lowokwaru Malang untuk pengajuan membantu mengajar bimbingan UN dan akhirnya disambut dengan baik oleh pihak lapas. "Pengalaman yang sangat unik itu yang bikin kami terenyuh itu ternyata banyak sekali anak-anak usia sekolah yang mengalami tindakan kriminal, tetapi untuk mendapatkan haknya masih sangat minim. Tapi saya juga salut karena dari petugas sipirnya sendiri sangat perduli terhadap pendidikan," lanjut Asis.

Asis bercerita bahwa di penjara tempat dia mengajar ada sudah ada 4 tingkatan kelas, di antaranya kelas buta huruf, kelas kejar paket A, kejar paket B, dan kejar paket C. Asis pada saat itu mengajar tidak hanya ilmu IPS atau geografi, tetapi juga disiplin ilmu lain. Ada sembilan pengajar pada periode pertama dan 11 orang pada periode kedua. Kegiatan ini berjalan 3 bulan.

Asis menuturkan, muridnya saat itu tidak hanya yang berusia sekolah saja, tapi juga bapak-bapak yang masih semangat untuk mendapatkan ijazah. "Satu hal yang membuat saya terenyuh adalah saat saya ditanya apakah ijazah ini nantinya berguna, sedangkan mereka pernah menjadi napi. Kemudian saya jawab bahwa Insyaallah akan berguna, dalam artian ijazah itu adalah bukti kelulusan. Toh dalam ijazah juga tidak menyebutkan status mantan napi, apalagi dalam lapas pun sudah dibekali banyak keterampilan," cerita Asis.

Kisah Asis, sukarela memberikan bimbingan belajar bagi penghuni lapas

Setelah 3 bulan menjalankan program itu, terpaksa Asis harus meninggalkannya karena dia lolos mengikuti program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) di Manggarai, NTT. Namun Asis berpesan pada adik tingkatnya untuk melanjutkan programnya tersebut. Sementara itu ketika di NTT pun dia juga mengajukan program serupa dan tentunya diterima baik oleh berbagai pihak.

Sosok Asis memang bisa dibilang inspiratif karena dia benar-benar bergerak dengan aksi tidak hanya dengan perkataan untuk memperjuangkan hak mendapat pendidikan bagi semua orang. Karena dia juga berprinsip bahwa setiap orang berhak mendapat pendidikan, terutama mereka yang memiliki keterbatasan, termasuk keterbatasan dengan dunia luar seperti mereka yang di penjara.

Tidak ada batasan mereka di penjara atau tidak, asal mereka mau belajar, dunia luar pasti akan terbuka. Dan dia berharap semua orang juga peduli dan mau melakukan aksi serupa.