Brilio.net - Sekilas tidak ada yang istimewa dari penampilannya. Rambut berantakan, kaos lusuh dan tangan menghitam serta peluh mengucur terlihat dari sosok bapak yang sibuk menambal ban tersebut.

Dialah Kadiyono (46) seorang tukang tambal ban dari Kecamatan Boja, Kendal, Jawa Tengah. Lapak kecilnya yang berisi peralatan tambal dan kompresor tua yang berada di Jalan Pemuda memang tidak berbeda dengan lapak milik tukang tambal ban lainnya.

Namun siapa sangka. Dibalik rambut acak-acakannya tersimpan otak yang cerdas. Walau hanya seorang tukang tambal ban, Kadiyono adalah lulusan pascasarjana dengan gelar Master Komunikasi.

Luar biasanya Kadiyono bukan berasal dari keluarga berada. Sejak kecil dia sudah terbiasa kerja keras membantu kedua orangtuanya. Berbeda dengan teman-temannya, Kadiyono kecil sepulang sekolah tidak bermain seperti anak lelaki pada umumnya. Dia membantu di lapak kecil ayahnya untuk menambal ban.

"Biaya kuliah S1 saya itu 100 persen murni dari menabung sebagai tukang tambal ban sejak zaman sekolah," ujarnya kepada brilio.net Rabu (12/5).

Kadiyono mendapatkan gelar Stratra-1 nya setelah menyelesaikan kuliahnya di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi, Semarang. Gelar tersebut tidak dia dapatkan dengan mudah. Kadiyono mengisahkan pahitnya masa-masa berjuang di perguruan tinggi tersebut.

Dia harus menempuh perjalanan dari rumah ke kampusnya yang berjarak 35 kilometer, sehingga dia harus menempuh pulang pergi sejauh 70 kilometer setiap harinya. Dengan modal motor Bentley tua menjalani hari-harinya tersebut dengan tekad untuk mengubah nasib.

Penghasilannya dari menambal ban tersebut tersebut pula harus dibagi untuk biaya kuliah dan rumah tangga karena pada saat itu Kadiyono sudah menikah. Keadaan ekonomi yang tidak stabil tersebut membuat Kadiyono memutuskan untuk cuti kuliah untuk beberapa tahun.

Setelah ekonominya dirasa membaik, Kadiyono memutuskan untuk kembali ke bangku kuliah pada tahun 2000 dan berhasil di wisuda pada tahun 2001 setelah selama 11 tahun masa studinya yang diselingi cuti.

"Walaupun mungkin saat itu saya mahasiswa paling tua sendiri ya nggak apa-apa, masak mau maju kok malu," ujar bapak tiga anak tersebut

Usai lulus dari S1, Kadiyono sebenarnya ingin langsung melanjutkan S2. Namun, lagi-lagi tersandung kendala biaya. Sembari menabung  dan kembali menjalani usahanya sebagai tukang tambal ban, Kadiyono diterima sebagai guru di SD Muhammadiyah Boja. Setelah dua tahun, Tuhan menjawab doanya. Kadiyono mendapat uang tunjangan sertifikasi guru sebesar Rp 17 juta. Dana tersebutlah yang dia gunakan untuk melanjutkan studi S2 di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).

Kadiyono sengaja mengambil kelas karyawan yang kuliahnya pada hari Sabtu dan Minggu saja, sehingga dia tetap bisa menjalankan tugasnya sebagai guru dan tentu saja sebagai tukang tambal ban.

Saat ini pria yang telah bergelar Master tersebut menjalani hari-harinya sebagai kepala sekolah di Sekolah Luar Biasa Surya di Limbangan, Boja. Semua kegiatan tersebut dilakukannya tanpa meninggalkan pekerjaan yang telah membesarkannya yaitu tukang tambal ban. "Saat ini saya lagi berusaha cari beasiswa untuk kuliah S3, doakan ya!" pungkasnya.

TRENDING NEWS TERKAIT:

Inilah asal usul kenapa huruf pada keyboard tidak urut abjad!

 

HOT-HOT-HOT NEWS:

Anak SMA ini temukan cara deteksi boraks cukup pakai tusuk gigi

Hafiz, pria berwajah cantik ini menangis karena KTP-nya tersebar

Anggun semakin dicibir! Dapat surat dari istri mantan pecandu narkoba

Ada yang aneh di foto yang sangat indah ini

Jangan pernah panaskan kembali 6 makanan ini, tak baik bagi kesehatan