Brilio.net - Pernah terpikir apa masjid tertua di Indonesia? Barangkali kamu akan berpikir masjid tertua di Indonesia ada di Aceh karena kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Ternyata jawabanmu salah. Masjid tertua di Indonesia ada di Banyumas, Jawa Tengah.

Namanya adalah Masjid Saka Tunggal, terletak di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas. Sebagaimana yang tertulis pada prasasti yang ada di saka masjid, Masjid Saka Tunggal dibangun pada tahun 1288 M. Jika era Wali Songo mulai ada pada abad 15 M, maka masjid ini sudah terbangun 2 abad sebelumnya. Masjid ini juga berarti lebih tua dari Kerajaan Majapahit yang berdiri pada 1294 M.

Ini lho masjid tertua di Indonesia

Disebut saka tunggal karena pada zaman dulu masjid ini hanya disangga oleh satu tiang saja. Saka tunggal dengan empat sayap berada di tengah masjid. Empat sayap dan satu saka melambangkan "papat kiblat lima pancer". Papat kiblat lima pancer berarti manusia sebagai pusat dikelilingi oleh empat mata angin yang melambangkan api, angin, air, dan bumi. Ada juga yang menyebut bahwa saka tunggal berarti manusia harus hidup seperti alif yang lurus.

Menurut cerita yang beredar, sejarah Masjid Saka Tunggal dikaitkan dengan tokoh penyebar Islam di daerah itu bernama Mbah Mustolih yang hidup pada masa Mataram Kuno. Dalam syiar yang dilakukan, Masjid Saka Tunggal di Cikakak dijadikan Mbah Mustholih sebagai sentral penyebaran Islam.

Karena sudah lama berdiri, pastinya masjid ini telah mengalami beberapa kali renovasi. Tapi keaslian masjid ini masih dipertahankan pada ornamen di ruang utama. Mimbar khutbah dan tempat imam terdapat ukiran bergambar nyala sinar matahari yang banyak ditemui era Kerajaan Majapahit. Kekhasan lainnya juga terlihat pada atap yang menggunakan ijuk kelapa berwarna hitam seperti bangunan pada zaman Majapahit.

Ini lho masjid tertua di Indonesia

Selain mempertahankan bangunan, masyarakat di sini juga masih mempertahankan tradisi turun temurun yang ada. Masyarakat muslim di Masjid Saka Tunggal merupakan pengikut Tarekat Aboge yang berjumlah sekitar 500 orang. Mereka juga mempunyai perhitungan sendiri terkait hari besar seperti awal puasa, Idul Fitri maupun Idul Adha.

Tak hanya itu, di masjid ini juga berlaku tradisi-tradisi unik seperti zikir yang menggunakan kidung jawa, imam yang memakai udeng atau ikat kepala ataupun ritual penjarohan. Satu yang membuat masjid ini berbeda dengan lainnya, meskipun teknologi sudah sangat maju, tapi masjid ini tetap mempertahankan panggilan untuk solat tanpa pengeras suara.