Brilio.net - Jika dilihat, ada banyak sekali kalender yang dijadikan acuan warga Indonesia. Mulai dari kalender Masehi yang menjadi acuan utama, kalender Hijriyah, kalender Saka, kalender China hingga kalender Jawa.

Jika diamati lebih jauh, ada kesamaan antara kalender Hijriyah dengan kalender Jawa. Awal kalender Hijriyah yaitu 1 Muharram berbarengan dengan 1 Sura yang merupakan awal kalender Hijriyah. Kenapa hal itu bisa terjadi?

Dikutip brilio.net dari berbagai sumber, Rabu (17/6), dalam sejarahnya masyarakat Jawa kuno sebelum pemerintahan Sultan Agung menggunakan kalender Saka yang merupakan kalender Hindu.

Karena saat itu Islam semakin banyak menyebar, Sultan Agung mengubah sistem penggunaan kalender Saka di kalangan masyarakat Jawa menjadi sesuai dengan kalender Hijriyah. Maka diadopsilah kalender Hijriyah dengan beberapa penyesuaian.

Penyesuaian di antaranya dilakukan dengan mengganti nama bulan. Nama bulan kalender Saka yang menggunakan bahasa Sansekerta diubah menjadi nama yang mirip dengan kalender Hijriyah.

Maka jadilah nama bulan kalender Saka menjadi: Suro, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkangidah, Besar. Nama bulan itu mirip dengan urutan kalender Hijriyah: Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Syaban, Ramadhan, Syawal, Dzulkaidah, Dzulhijjah.

Awal bulan kalender Jawa juga diganti, yang awalnya pada hari raya Nyepi sekitar bulan Maret pada kalender Masehi menjadi disamakan dengan kalender Hijriyah. Maka jadilah awal kalender Jawa 1 Suro sama dengan 1 Ramadhan.

Perubahan yang dilakukan Sultan Agung itu hanya pada awal tahun dan nama bulan. Untuk tahun Sultan Agung memilih meneruskan tahun Saka yang sebelumnya digunakan.

Perubahan sistem kalender dilakukan Sultan Agung bersamaan dengan 1 Muharram 1043 Hijriyah atau tanggal 8 Juli 1633 Masehi yang bertepatan dengan 1555 tahun Saka. Sehingga pertama kali kalender Jawa buatan Sultan Agung bukan 1 Suro tahun 1 tetapi 1 Suro tahun 1555.

Sistem kalender yang dibuat Sultan Agung itu pun masih digunakan hingga saat ini. Berbagai tradisi Jawa hingga saat ini masih mengacu pada kalender tersebut.