Brilio.net - Hubungan Indonesia dengan Australia berulang kali mengalami pasang surut, sejak puluhan tahun silam. Pernah suatu ketika, kekuatan militer Indonesia yang meski masih belum lama dibangun, sudah sanggup membuat gentar Negeri Kanguru.

Salah satu bukti kedigdayaan itu kini tersimpan di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta. Di tempat seluas 4,2 hektare itu tersimpan puluhan pesawat yang pernah dipakai untuk berjuang di era kemerdekaan. Salah satunya adalah pesawat pembom, Tupolev TU-16. Inilah pesawat yang membuar Australia ciut nyali.

TU-16 pernah digunakan untuk mengusir Belanda yang berusaha mengusik kedaulatan NKRI. Bahkan Australia yang saat itu berusaha membantu Belanda dibuat tak berkutik menghadapi Indonesia dengan kekuatan militer yang disegani di dunia. "Waktu itu Australia adalah sekutu Belanda," ujar Kepala Museum, Mayor (Sus) Ayi Supriadi, S.S., M.Sc., saat ditemui brilio.net, Rabu (4/3).

Karena Australia mencoba ikut campur, Indonesia kemudian bergerak cepat. Pesawat TU-16 diterbangkan di wilayah udara negara benua tersebut. Bukan bermaksud untuk perang, tapi hanya untuk menebar ancaman agar Australia tidak berbuat macam-macam.

Gertakan Indonesia tersebut terbukti membuat Australia bergidik ketakutan. Mereka tidak menyangka pesawat Indonesia bisa masuk ke wilayah mereka tanpa diketahui oleh radar. Sejak saat itu, suara Australia tak lagi terdengar khususnya di bidang militer.

TU-16 memang sengaja dibeli Presiden Soekarno dari Rusia guna menghadapi Belanda ketika terjadi konflik perebutan Irian Barat. Pesawat canggih ini memiliki panjang 34,8 meter dengan rentang sayap 33 meter. Kecepatan terbang pesawat ini terbilang luar biasa, 1.050 km/jam dengan jarak tempuh 7.200 km. Selain itu, TU-16 juga bisa mengangkut peluru kendali, rudal anti kapal selam, dan bom nuklir.

Ayie menambahkan, jumlah pesawat di museum ini sekitar 42 unit, termasuk TU-16 yang legendaris. Sementara pesawat terbaru yang tiba di museum yaitu helikopter Super Puma, tepatnya pada tahun 2000. "Museum ini berupaya untuk merekonstruksi sejarah, perkembangan, dan perjuangan TNI AU melalui bukti-bukti sejarah," jelas Mayor Ayie.