Slamet Zahro namanya. Dia mengaku berusia 74 tahun saat ini. Mbah Slamet, sapaan akrabnya berasal dari Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Namun sejak tahun 2001, Mbah Slamet memilih merantau ke kota Yogyakarta untuk menjadi pemulung barang bekas. Setiap hari, dia berkeliling di daerah Sleman dan Kota Yogyakarta.

Setelah subuh, dia siap-siap untuk menjelajah daerah Jombor sampai Condong Catur sambil menarik gerobak tempat barang bekas yang didapatnya. “Biasanya jam 7 sudah mulai berkeliling sampai jam setengah 12 siang," katanya. Setelah salat Duhur, dia biasa beristirahat sampai jam 3. Lalu jam 4 dia kembali menyusuri jalanan. Untuk rute malam, Mbah Slamet biasanya menyusuri sejauh 7-8 kilometer di sepanjang Jalan Solo dan Nologaten.

Enggan merepotkan, Mbah Slamet tetap memilih bekerja di usia senja

Mbah Slamet tinggal sendirian di Jogja. Istrinya tinggal bersama anak-anaknya di Blora. Dia tinggal di gudang rongsok yang biasa membeli barang darinya di wilayah Pringwulung, yang masuk wilayah Kabupaten Sleman. “Di gudang tempat saya tidur tidak ada penerangan yang memadai, hanya lampu 5 watt. Tapi ndak papa, yang penting bisa beristirahat," tambahnya.

Penghasilannya hanya sebesar 70-80 ribu rupiah per minggunya. Sebisa mungkin dia menabung untuk dibawa pulang ke Blora. Dia mengaku pulang ke Blora setiap 2 atau 3 bulan sekali untuk menengok istri dan anak-anaknya. “Sebisa mungkin ngasih uang ke ibue (istri) biar sedikit ndak papa buat beli keperluan," ujar Mbah Slamet.

Enggan merepotkan, Mbah Slamet tetap memilih bekerja di usia senja

Usianya sudah senja, namun semangatnya mencari rejeki tidak padam. Penghasilannya tidak bisa dibilang besar, bahkan untuk mencukupi kebutuhannya di Jogja pun kadang kurang. Satu motivasinya begitu kuat, yaitu tidak mau merepotkan anak-anaknya.

"Sebenarnya sudah ditawari anak-anak untuk tinggal di rumah anak saya yang di Blora, tapi saya tahu kondisi ekonominya juga susah. Biar saya tetap bekerja saja, tiap hari jalan kaki malah sehat," tutupnya.