Brilio.net - Dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi sebuah universitas besar pasti jadi kebanggan tersendiri. Hal ini juga yang dirasakan oleh Ikrom Mustofa, mahasiswa semester 8 jurusan Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor.

Pernah gagal tingkat jurusan tahun lalu tak membuatnya menyerah. Keikutsertaannya untuk kedua kali membawanya menjadi Mahasiswa Berprestasi (Mapres) IPB mengalahkan saingan-saingannya yang juga punya prestasi segudang.

Ikrom bercerita bahwa untuk mencapai posisi saat ini, ia harus melalui berbagai seleksi yang sangat ketat. Selain dikarantina, ia dan finalis lain yang mewakili fakultas masing-masing juga harus melalui tes bahasa Inggris, tes kepribadian, presentasi karya tulis, dan wawancara.

Ketika pengumuman pemenang, Ikrom benar-benar tak menyangka dapat masuk dua besar dari sembilan orang perwakilan Mapres di tingkat IPB. Sebab, dia merasa tidak begitu menonjol dibandingkan rekan Mapres lainnya.

"Ketika dites ulang pada minggu selanjutnya untuk menentukan Mapres utama dari IPB, saya lebih tidak menyangka ketika IPB menobatkan saya sebagai Mapres 1 IPB. Saya hanya bisa bersyukur, mengucapkan alhamdulillah," terang Ikrom kepada brilio.net, Rabu (20/5).

Menjadi Mapres IPB merupakan tantangan tersendiri bagi Ikrom. Bagaimana tidak, di saat bersamaan teman-temannya sudah banyak yang mengerjakan tugas akhir sebagai syarat lulus, sementara dirinya malah disibukkan dengan aktivitas Mapres. Hal itu pun sudah dipikirkannya sebelumnya.

Salah satu yang membuat ia memilih jalan itu adalah mimpinya yang ingin membawa sesuatu ketika lulus. Ia teringat pesan orang tuanya untuk bisa bermanfaat bagi orang lain. Ia berharap Mapres ini menjadi salah satu jalannya.

"Alhamdulillah Allah menjawab mimpi tersebut melalui jalan Mapres ini. Ketika kita berani memilih, maka kita harus berani mengambil resiko. Saya berani untuk lulus lebih lama agar bisa fokus mengikuti tahapan seleksi Mapres tingkat nasional ini," ucap mahasiswa asal Riau keturunan Jogja ini.

Ikrom dilahirkan dari keluarga sederhana, ayahnya seorang petani kelapa sawit, sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga. Kedua kakaknya berprofesi sebagai guru dan bidan. Kedua orangtuanya asli Jogja yang merantau ke Riau sejak Ikrom belum lahir.

Berbagai kegiatan sosial dan prestasi tingkat nasional maupun internasional memang layak mengantarkannya menjadi wakil IPB dalam ajang Mapres Nasional. Selain pernah ikut pertukaran mahasiswa ke Jepang, ia juga pernah menjadi delegasi Indonesia dalam Asia Pacific Climate Change Adaptation Forum 2014 yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) dan Pemerintah Malaysia di Kuala Lumpur.

Di forum tersebut, ia dikumpulkan dengan mahasiswa pilihan, dosen bergelar doktor bahkan profesor di tingkat Asia Pasifik untuk membahas isu-isu terkini terkait perubahan iklim. Selain forum itu, ia juga sering sering membawakan paper ke tingkat nasional maupun internasional tentang konsep klimatologi maupun perubahan iklim dan dampaknya terhadap lingkungan.

Meski kelihatannya prestasi Ikrom selalu moncer, Ikrom bercerita bahwa dulunya ia juga pernah gagal berkali-kali dalam mengikuti lomba karya ilmiah tingkat nasional, bahkan ia pernah dicerca habis-habisan tentang papernya yang katanya tak ada isinya sama sekali. "Saya pernah dipastikan nggak akan bisa berkembang oleh beberapa orang yang saya kenal dengan kemampuan saya yang hanya seperti ini. Namun itu candu untuk bisa bangkit. Candu untuk membuktikan bahwa usaha dan doa tak pernah sia-sia," kenang Ikrom.