Brilio.net - Kata Joger tentu sudah tidak asing lagi buat kamu. Joger merupakan salah satu merek kaus di Bali yang paling unik. Unik karena kaus ini tidak diperjualbelikan di luar Bali, tidak pula dijual secara online. Jadi jika ada orang yang ingin mendapatkan kaos asli bermerek Joger ini, harus datang langsung ke Bali.

Namun tentu ada saja orang-orang yang nakal dan bermain-main di balik merek terkenal ini. Salah satunya ada saja orang yang memperjualbelikan kaus Joger secara online. Dengan membeli di Bali kemudian disebarluaskan melalui media online, baik berupa website atau media sosial lainnya.

Tentu saja, perbuatan seperti ini membuat pemilik Joger, Joseph Theodorus Wulianadi, alias Pak Joger marah. Bahkan, agar oknum yang memperjualbelikan Joger secara online ini tidak menjamur, pihak Joger sampai meminta bantuan Intel untuk menangkap pelaku.

Ketegasan Joger melarang produknya dijual secara online bukan isapan jempol belaka. Salah satu buktinya adalah seperti kisah yang diceritakan oleh Hendra Saputro, yang juga salah seorang pengusaha di Bali kepada brilio.net, Senin (25/1). 

Hendra, menceritakan bahwa dirinya memiliki seorang teman, sebut saja Cecep, yang menjual kaos Joger secara online. Cecep ini membuat website yang isinya beberapa desain kaus joger lalu menjualnya secara online. Cecep membeli langsung kaus di Outlet Joger di Bali dan mengirimnya via pos keluar Bali kepada pelanggan yang sudah memesan. Dari cara ini, bahkan Cecep sampai meraup omzet banyak, hingga puluhan juta rupiah.

Suatu ketika, Cecep mengantar sendiri orderan kaus joger ke seseorang yang menunggunya di Terminal Ubung, Bali. Ternyata yang pemesan kaus tersebut adalah seorang polisi. Polisi yang menyamar sebagai pembeli itu langsung menangkap Cecep dengan tudingan pelanggaran hak cipta dan menyalahi peraturan Joger. Usut punya usut Cecep sudah diintai berbulan-bulan oleh intel Polisi tersebut atas permintaan dari pihak Joger.

Bukannya dibawa ke kantor polisi, Cecep justru digelandang ke rumah Pak Joger. Di hadapan Pak Joger, Cecep diberitahu kesalahannya. Ia kembali diingatkan bahwa Joger punya peraturan bahwa produknya tidak boleh dijual online dan dikirim ke luar Bali. Produk joger hanya boleh dibeli di Bali, titik!.

Setibanya di rumah Pak Joger, Cecep lalu dihadapkan dan diberitahu langsung oleh Pak Joger, Joseph Theodorus Wulianadi, alasan kenapa Joger sampai melapor polisi untuk menangkap pedagang yang memperjualbelikan Joger secara online.

"Mas, Joger yakin jika membuka outlet di seluruh dunia maka bakal laris manis dan kaya raya. Namun, kekayaan itu hanya milik keluarga Joger saja. Joger kukuh hanya boleh dibeli di Bali karena memancing mereka yang di luar Bali untuk datang ke Bali. Mereka yang datang tidak mungkin hanya beli-beli di Joger saja, mereka akan belanja beli-beli di masyarakat Bali. Artinya Joger ingin memberikan dampak kemakmuran bagi warga Bali," tutur Pak Joger kepada Cecep.

Pak Joger menjelaskan, jika banyak orang yang jualan kaos Joger secara online dan mengirimnya ke seluruh Indonesia, maka orang-orang itu akan ogah ke Bali. Toh mereka sudah punya produk Joger tanpa harus ke Bali.

"Karena Mas-nya salah maka saya tawarkan solusinya, pake cara kekeluargaan atau Polisi?", sambung Pak Joger. Cecep pun segera meminta maaf dan memohon agar kasusnya diselesaikan secara kekeluargaan.

Pak Joger pun kemudian langsung memberikan 'tugas' keluarga untuk Cecep. Tugas itu adalah tinggal di rumah Pak Joger selama seminggu dan kebagian tugas cuci piring serta mengepel lantai. Layaknya keluarga maka setiap makan Cecep harus berkumpul bersama. Di sanalah Cecep memahami benar pokok pemikiran sang Joger yang berjiwa sosial dan visioner untuk Bali.

Sepekan berlalu, Cecep diberi uang Rp 1.500.000, selain itu dia juga diminta menandatangani perjanjian di atas materai untuk tidak menjual kembali Joger ke luar Bali. Cecep disuruh cari kerjaan atau bisnis lain.

"Cecep itu cerita bahwa sudah 2 tahun ini dia selalu mendapatkan transferan dari Pak Joger setiap bulannya. Bahkan, karena Cecep ini seorang beragama Kristen, maka ia sudah 2 kali setiap Natal diberi uang Rp 1.500.000," pungkas Hendra dalam ceritanya.