Brilio.net - Menjadi frontliner sebuah perusahaan merupakan ujung tombak dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Tak jauh beda dengan menjadi frontliner di bank-bank. Dalam Bank, frontliner ada tiga yaitu Costumer Service (CS), Teller dan Satpam. Ketiganya mempunyai tugas yang sama yang intinya melayani nasabah.

Sebagai mana profesi lainnya, menjadi frontliner di bank juga mempunyai kisah duka, apalagi setiap hari berhubungan langsung dengan orang lain yang mempunyai kepribadian dan sifat yang beragam. Apa saja suka duka yang mereka rasakan? Ana Septya (24) mantan teller dan CS di salah satu bank menceritakannya pada brilio.net, Jumat(6/8).

Menurut pengakuan Ana, bisa bertemu bermacam-macam orang adalah salah satu sukanya, selain itu bila nasabah merasa dilayani dengan baik tak jarang ucapan terima kasih meluncur tulus dari bibir nasabah.

Kuncinya kita harus tahu kondisi nasabah, kalau orangtua maka kita harus menjelaskan dengan sabar dan telaten. Kalau dengan yang lebih muda pun kita harus ramah dan senyum, apa pun kondisinya. O iya, kadang suka haru dan seneng saat ada orangtua atau lansia yang dapat transferan dari anaknya, bebernya.

Dia dan teman-teman sesama frontliner pun kadang dalam kondisi kurang fit, tapi demi memberikan pelayanan yang prima, rasa sakit pun seakan diacuhkan. Kita ini sebagai ujung tombak perusahaan, tentunya berhubungan dengan citra perusahaan juga jadi memang harus memberikan yang terbaik, ungkapnya.

Untuk dukanya, ia tidak mau menyebutnya duka tapi risiko pekerjaan. Kalau nggak enaknya ya kalau terlalu ramai jadi bingung dan berpotensi melakukan kesalahan hitung. Kalau uang sama pembukuan nggak pas, kita yang harus ganti rugi. Kadang istirahat makan siang pun harus gantian dengan teman. Terus juga kalau ada pencairan kredit pulangnya juga malam, sama halnya kalau akhir bulan, capek.

Tak jarang ia juga berurusan dengan nasabah yang aneh. Aneh di sini maksudnya ada yang suka marah-marah nggak jelas, ada juga yang ganjen, ada yang ngajak kenalan, ya disenyumin aja. Kalau sudah kebangetan seperti telepon-telepon atau sms ya di cuekin saja. Kembali lagi itu risiko pekerjaan, tutupnya.