Brilio.net - Museum fotografi mungkin masih jarang ada di Indonesia. Nah, museum fotografi milik Frans dan Alex Mendur di Minahasa ini perlu kamu kunjungi. Museum ini memiliki koleksi foto cukup banyak masa perjuangan kemerdekaan hingga masa awal kemerdekaan RI. Kakak beradi Frans dan Alex Mendur mengabadikan moment-moment penting kemerdekaan yang kini bisa disaksikan oleh generasi muda.

Dari ribuan foto tersebut, terdapat karya paling fenomenal karya Frans Mendur yaitu foto detik-detik Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta oleh Soekarno/Hatta. Beberapa foto sejarah lain seperti Konferensi Meja Bundar (KMB), Bung Tomo membakar semangat pemuda di Surabaya, insiden bendera di hotel oranye Surabaya, sosok Jenderal Besar Soedirman, kegiatan Presiden RI pertama Soekarno sebelum dan setelah kemerdekaan, hingga naskah asli teks proklamasi.

 

Salah satu sudut museum fotografi

museum © 2016 brilio.net

 

Semua foto-foto tersebut adalah karya patriotisme Alex dan Frans Mendur yang dapat disaksikan langsung di Museum Foto Mendur yang terletak di Desa Talikuren, Kecamatan Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara. Museum tersebut terletak tepat di belakang monumen kedua tokoh pers yang sangat berjasa tersebut. Alex Mendur lahir pada 1907, sedangkan adiknya, Frans Mendur, lahir pada 1913.

Museum ini sendiri berbentuk rumah panggung dari kayu khas rumah adat Minahasa dengan ukuran sekitar 8 x 8 meter. Bagian bawah digunakan sebagai tempat tinggal pasangan suami istri Pierre Charles Mendur (49) dan Dina Fitrianti Soerahman (29). Pierre adalah cucu keponakan Alex dan Frans yang tahu banyak tentang riwayat hidup keduanya. Lantai dua adalah museum foto hasil karya dua fotografer tersebut.

 

Panglima Besar Sudirman saat bersama Sukarno

museum © 2016 brilio.net

 

Sayangnya, museum ini seakan luput dari perhatian pemerintah. Kayu rumah panggung yang diresmikan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada 11 Pebruari 2013 silam ini, terlihat mulai rapuh. Tiap sambungan mengendur. Bahan kayu bangunan memang terkesan murah. Penjaga museum pun tak pernah menerima bantuan dana dari pemerintah.

"Tidak pernah ada bantuan dari pemerintah. Mulai pertama kali kami menjaga museum ini sampai sekarang. Tagihan listrik dan air PDAM kami bayar sendiri. Biarlah, yang penting kami masih bisa merawat museum," ujar Dina yang didampingi suaminya Pierre. Meski hidup pas-pasan, mereka terus merawat museum dan membersihkan foto-foto termasuk halaman lokasi monumen.