×
Sign in

Hello There

Sign In to Brilio

Welcome to our Community Page, a place where you can create and share your content with rest of the world

  Connect with Facebook   Connect with Google
Yuk, gunakan 'I-Message' agar komunikasi lebih efektif

0

Serius

Yuk, gunakan 'I-Message' agar komunikasi lebih efektif

Ini yang diperlukan dalam melakukan komunikasi yang efektif dan maksud dari 'I-Message'.

Disclaimer

Artikel ini merupakan tulisan pembaca Brilio.net. Penggunaan konten milik pihak lain sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Silakan klik link ini untuk membaca syarat dan ketentuan creator.brilio.net. Jika keberatan dengan tulisan yang dimuat di Brilio Creator, silakan kontak redaksi melalui e-mail redaksi@brilio.net

Suci Marini - Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Jaya

22 / 11 / 2019 14:19

Pernah dengar mengenai I-Message? Ini bukan aplikasi obrolan di produk Apple, loh. I-Message yang satu ini berbeda.

I-Message yang ini gak selalu butuh kuota dan bisa dilakukan secara langsung. Efeknya pun dahsyat untuk hubungan antar manusia. Jadi, kalau sudah bisa menggunakan I-Message, kemungkinan besar kamu akan jarang berantem sama orang.

Komunikasi efektif.

Sering gak sih merasa bahwa proses komunikasi yang kamu lakukan itu bertele–tele, gak masuk poinnya, atau malah gak nyambung? Kalau sering, artinya komunikasi yang kamu lakukan itu kurang efektif.

Komunikasi efektif terjadi saat kamu mempertukarkan informasi, ide, dan perasaan dengan orang lain. Kemudian proses itu dapat mengubah mereka menjadi lebih tahu misalnya, hingga kemudian terjalinlah hubungan baik.

Loading...

Secara sederhana, kita akan pakai model komunikasi yang diutarakan oleh Berlo (1960). Dalam sebuah proses komunikasi, selalu ada keempat hal ini.

1. Sumber.

Sumber di sini adalah asal pesan. Dari mana pesan tersebut hadir. Tanpa sumber, mustahil proses komunikasi dapat terjadi.

2. Pesan.

Pesan adalah informasi, ide, dan perasaan yang disampaikan oleh sumber pesan. Pesan dapat berupa pesan verbal dan non-verbal. Pesan verbal adalah pesan dengan kata–kata. Sedangkan, non–verbal dilakukan saat sumber mengirimkan pesan tidak dengan kata–kata.

Pesan non–verbal dapat berupa gambar, emoji, bahasa tubuh, nada bicara, jeda kata, besar kecilnya huruf. Singkatnya, non–verbal adalah apa pun yang bukan kata–kata. Misalnya, “Aku suka kamu’” adalah pesan verbal. Sedangkan “Aku suka, kamu?” tanda baca koma (,) dan tanya (?) adalah pesan non-verbalnya.

3. Saluran.

Saluran pesan dapat diklasifikasikan dari panca-indera manusia. Jadi, saluran pesan dapat berasal dari penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa.

4. Penerima.

Terakhir, komponen dalam model komunikasi ini adalah penerima pesan. Singkatnya, kepada siapa pesan ingin disampaikan. Tujuan dari proses komunikasi. Tanpa penerima, maka proses komunikasi tidak terjadi.

Lalu, apa sih yang bisa membuat komunikasi efektif. Pertama, keterampilan komunikasi. Komunikasi adalah keterampilan, bagaimana kamu berkomunikasi dengan orang lain adalah sesuatu yang dapat dipelajari dan dilatih. Cara berkomunikasimu menentukan bagaimana orang lain akan menanggapi pesan.

Keterampilan komunikasi juga berhubungan dengan hal yang kedua, yaitu  perilaku sumber pesan, atau dalam istilah ilmu komunikasi disebut komunikator. Perilaku yang baik, ramah, santai, membuat penerima pesan lebih nyaman dalam menerima pesan.

Ketiga, level pengetahuan komunikator juga berpengaruh signifikan terhadap efektivitas pesan yang disampaikan. Semakin tinggi level pengetahuan yang dimiliki oleh sumber dan penerima pesan, maka dapat dipastikan pesan akan tersampaikan secara tepat.

Terakhir, perlu diperhatikan juga latar belakang sosial dan budaya penerima pesan. Hal ini penting diketahui agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam proses penyampaian dan penerimaan.

Namun, langkah–langkah di atas adalah sebuah utopia atau idealnya sebuah pesan disampaikan. Lalu, bagaimana kalau kita sedang emosi?

'I-Message'.

Kalau sedang emosi, konsep dan teori tentang berkomunikasi efektif seringnya sih lupa. Jadinya, cenderung langsung nge-gas dan melibatkan perasaan saja. Dalam Ilmu Komunikasi ada satu keterampilan untuk mengatasi ini. Namanya teknik ‘I-Message’.

Konsep ‘I’ atau saya dianggap dapat menjelaskan emosi dengan lebih baik. Bahkan dianggap bagian dari bentuk komunikasi positif. Kalau sedang emosi, sering kali terlontar pernyataan yang cenderung menyalahkan orang lain. Misalnya, “Kamu telat mulu”, “Lo udah bohongin gue”, atau “Perasaan kemarin Anda sudah janji untuk mengerjakan bagian itu.” Apa sih yang sama dari contoh kalimat–kalimat itu? Semuanya memakai bahasa ‘YOU’ atau kamu. Kesan yang didapat pun kental dengan nuansa menyalahkan.

Pada I-Message, fokus menyalahkan orang akan berubah. Justru kita akan lebih memperhatikan perasaan kita sendiri dan tidak secara tendensius menyalahkan orang lain atas perasaan kita. Mudahnya, kita harus mendeklarasikan perasaan kita dengan jujur untuk melakukan I-Message.

Para ahli komunikasi antar manusia sepakat bahwa I-Message lebih baik daripada You-Message. Cara mengaplikasikan I-Message pun sebenarnya tak sulit. Tapi, karena berkaitan dengan keterampilan, maka harus sering dipraktikkan.

I-Message kalau ingin kita lakukan, maka bisa kita mulai dengan, “Aku merasa …………. waktu/saat ……….. karena ……….. menurutku/sebaiknya/tolong …………….”. Gini, kalau kamu biasanya ngomong, “Kamu telat mulu”, coba kita ubah pakai I-Message, “Aku merasa tidak dihargai saat kamu terlambat karena membuatku menunggu cemas, tolong kabari lebih awal kalau kamu terlambat”. Lengkap dan panjang ya, makanya ini butuh latihan. Tapi dengan I-Message, pesannya lebih efektif.

Bayangkan tanggapan si penerima pesan dengan YOU-Message, kemungkinan besar mereka akan menjadi defensif, balik ngomel, dan akhirnya jadi berantem. Sepanjang kalimat I-Message itu, kita kan fokusnya sama diri kita sendiri, perasaan dan pikiran kita, dan tidak menyalahkan lawan bicara. Jadi si penerima pesan akan sadar bahwa itu yang dirasakan oleh orang lain akibat tindakannya, hingga solusi yang ditawarkan oleh pihak lain.

Dengan I-Message tidak ada istilah baper karena memvalidasi perasaan setiap individu adalah wajib. Kalau tidak, artinya kita tidak menganggap orang lain itu manusia dengan perasaan dan pikirannya dong. Gawat itu.

Perlu diingat juga di rumus ini harus ‘Aku Merasa + Perasaanku’, bukannya ‘Aku Merasa + Tindakan Orang Lain’.  Contohnya, “Aku merasa sedih”, bukan “Aku merasa kamu bohong’. Beda, kan?

Selamat mencoba!





Pilih Reaksi Kamu
  • Senang

    0%

  • Ngakak!

    0%

  • Wow!

    0%

  • Sedih

    0%

  • Marah

    0%

  • Love

    0%

Loading...

MORE
Wave red