"Kesadaran Adalah Matahari
Kesabaran adalah Bumi
Keberanian menjadi Cakrawala
dan Perjuangan adalah Pelaksanaan Kata-Kata"
(WS Rendra. Depok, 22 April 1984)

Wahyudi Anggoro Hadi, pemimpin muda yang lahir dari desa

Seperti puisi mendiang Rendra, "Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata". Sangat mudah berkata-kata namun cukup sulit merealisasikannya. Sulit tapi bukan berarti tidak bisa. Salah satu manusia di muka bumi yang mewakili pelaksanaan kata-kata ini bernama Wahyudi Anggoro Hadi.

Namanya tidaklah asing, kisahnya sudah sering kita dengar atau baca di media sosial. Seorang pemuda yang nyaris mogol (tidak lulus) kuliah, akhirnya lulus dengan IPK pas-pasan dan tidak punya duit namun nekad nyalon jadi lurah.

Sebagai calon lurah dari jalur independen, tanpa dukungan partai, masih muda, dan tidak cukup modal untuk money politic, meraup dukungan massa tidaklah mudah. Tapi ajaibnya kok ya kepilih. Ia terpilih menjadi Lurah Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta untuk periode 2012-2018.

Menguatkan di dalam, memberi warna ke luar.

Hal pertama yang dilakukannya setelah terpilih adalah "mengubah pola lama" yang ada di dalam lingkungan kelurahan. Iklim kerja kelurahan yang santai dan waton mlaku (asal jalan) harus diarahkan menjadi lebih disiplin. Untuk mewujudkan perubahan itu, Wahyudi memulai dari hal kecil, sederhana, namun mendasar. Ia berangkat kerja lebih awal dari semua perangkat desa lalu ngosek (membersihkan) WC.

Kisah Pak Lurah Panggungharjo yang rajin berangkat pagi dan ngosek WC menjadi gethok tular (kisah berantai) yang legendaris. Perangkat desa yang sebelumnya tak jelas waktu ngantornya pelan-pelan merasa pekewuh (tak nyaman) keduluan Pak Lurah baru itu.

Wahyudi tidak ingin hanya bicara, jika ingin seluruh perangkat desa disiplin maka dirinyalah yang pertama-tama harus memberi contoh. Salah satunya dengan tiba di kantor desa tepat waktu. Ia juga berusaha bersikap konsisten, datang setiap hari jam 08.00 pagi dan pulang minimal pukul 16.00 sore. Menurutnya, kepemimpinan pertama-tama adalah tentang "keteladanan".

Bagi Wahyudi, keteladanan menjadi dasar dalam sebuah organisasi. Sebelum bersama-sama meraih suatu tujuan atau menghadapi suatu tantangan, keteladanan pemimpin sangatlah penting. Dalam mengelola tantangan organisasi, langkah strategis yang harus dilakukan adalah membangun sistem. Namun sistem tidaklah sebatas aturan, ada atmosfer kerja yang harus dibangun.

Demi mewujudkan atmosfer kerja yang optimal, tata letak ruang kerja menjadi penting. Maka Wahyudi menyulap ruang pelayanan desa Panggungharjo menjadi satu pintu. Tujuannya agar jelas siapa yang keluar-masuk. Selain itu, Wahyudi juga membuat program analisis jabatan bagi seluruh perangkat desa.

Seperti mengutip tulisan Jalan Baru Keteladanan Layanan Publik Panggungharjo, pada laman Kemetrian Kominfo, Wahyudi menerapkan analisis jabatan agar perangkat desa memahami tugas pokok dan fungsinya. Selain itu, hasil analisis jabatan digunakan sebagai dasar dalam penilaian kinerja perangkat desa dan pengambilan kebijakan. Baik berupa pemberian hadiah (reward) dan hukuman (punishment).

Langkah-langkah internal itu Wahyudi rintis demi mewujudkan terselenggaranya pemerintahan desa yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab. Hasilnya, pelayanan aparat di Desa Panggungharjo berubah total. Ruang pelayanan Desa Panggungharjo menjadi laiknya ruang customer service bank yang bersih, nyaman, dan adem. Ada deretan kursi serta rak buku dipenuhi koleksi buku bacaan hasil sumbangan dari masyarakat.

Di kantor itu, tersedia standing banner berisi informasi bahwa semua pelayanan publik tidak dipungut biaya. Dan yang paling penting, tak ada lagi celah yang memungkinkan terjadinya pungutan liar atau pungli karena seperti ruang customer service di bank, semua petugas bisa melihat pekerjaan satu sama lain sebagaimana warga juga bisa melihat apa yang dikerjakan para perangkat.

Hal kedua yang ia ubah adalah "pola relasi pemerintah desa dengan masyarakat". Wahyudi mencoba memperluas dimensi pelayanan. Ia melihat relasi yang terjalin selama ini antara negara dan warga hanyalah hubungan administratif saja. Seperti membuat KTP, KK, Kartu Kelahiran, dan menyalurkan bantuan pemerintah. Padahal tugas negara tidaklah sederhana, negara harus bisa memenuhi hak-hak sipil warganya. Kemudian bagaimana mencukupi kebutuhan warganya serta menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakatnya.

Langkah-langkah dan perjuangan Wahyudi untuk perbaikan internal dan eksternal di lingkungan Desa Panggungharjo akhirnya berbuah manis. Desa Panggungharjo berhasil meraih juara pertama lomba desa terbaik tingkat DIY dan juara pertama UP2K PKK tingkat DIY tahun 2013. Panggungharjo juga menjadi proyek percontohan Desa Ramah Anak Tahun 2013. Selain itu, pernah menjadi salah satu nominator penerima Eagle Award tahun 2014.

Puncaknya pada tahun 2014, Desa Panggungharjo menyabet juara pertama lomba desa tingkat nasional, mengalahkan 74.000-an desa lain di seluruh Indonesia.

Membangun BUMDes Panggung Lestari.

Wahyudi Anggoro Hadi, pemimpin muda yang lahir dari desa

Berawal dari sampah maka lahirlah BUMdes Panggung Lestari, begitu kira-kira semangat awal terbentuknya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ini. Sekitar Maret 2013, masyarakat Panggungharjo mendirikan Kelompok Usaha Pengelolaan Sampah (KUPAS). Tugasnya mengelola sampah warga, semacam bank sampah.

Dari sampah lalu muncul lini usaha lain sesuai potensi dan kebutuhan masyarakat Panggungharjo. Menurut laman panggungharjo.desa.id, BUMDes Panggung Lestari setidaknya memiliki 8 (delapan) lini usaha berupa: (1) Kelompok Usaha Pengelolaan Sampah (KUPAS) sejak 2013; (2) Pengolahan jelantah (minyak goreng bekas) sejak 2016; (3) Pengolahan minyak nyamplung (tamanu oil) sejak 2017; (4) Unit usaha agro (penjualan pupuk dan sayuran organik); (5) Swadesa (kios penjualan kerajinan dari PKK); (6) Kampoeng Mataraman (kuliner khas Jawa dan wisata desa) sejak 2017; (7) Inovasi desa (Lembaga inovasi dan konsultasi desa) sejak 2020; (8) pasardesa.id (pasar online desa yang menghubungkan semua pedagang kelontong desa penjual makanan jadi dari warga) sejak 2020.

Lini-lini usaha itu terus berkembang sesuai tantangannya tersendiri. Tentu semua itu didukung oleh komitmen masyarakat Panggungharjo untuk melakukan transformasi kelembagaan dalam membangun kemandirian desa, menghadirkan layanan lebih profesional, berintegritas, dan berjiwa kewirausahaan.

Menurut Wahyudi, selain memberikan Pendapatan Asli Desa (PADes) setiap tahunnya, BUMDes Panggung Lestari juga berperan menyediakan lapangan kerja bagi warga. Tahun 2020, total warga desa yang bekerja di semua lini usaha mencapai 98 orang. Anggaran gaji setahun mencapai Rp1,3 miliar. Itu di luar biaya operasional semua lini usaha bisnisnya.

Pada tahun 2020 juga, Unit usaha BUMDes Panggung Lestari mendapat undangan magang dua minggu di Inggris dari The Royal Academy of Engineering, Prince Philip House. Unit usaha yang berkesempatan magang ini yaitu PT Sinergi Panggung Lestari yang bergerak di bidang kosmetika olahan dari minyak nyamplung (Calophyllum inophyllum L.).

Undangan ini diperoleh setelah produk kosmetik BUMDes Panggung Lestari, Kumarati Tamanu Oil, lolos seleksi administrasi dan presentasi di hadapan para juri yang terdiri dari Newton Fund, Kemenristek, dan Kedutaan Besar Inggris.

Jejak langkah dan kepemimpinan transformatif.

Prestasi dan kepemimpinan yang dilakukan Wahyudi Anggoro Hadi tak semata-mata muncul dari pola pencitraan nan instan. Pria kelahiran 24 Juli 1979 ini sejak belia telah aktif di lingkungan organisasi.

Saat menjadi mahasiswa Farmasi UGM, ia pernah menjabat Ketua Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), sebuah organisasi kepemudaan NU. Wahyudi juga sempat menjadi ketua senat mahasiswa fakultas farmasi UGM.

Aktivitas kegiatan berorganisasi, terutama keterlibatannya dalam euphoria penggulingan Presiden Soeharto pada gerakan Reformasi 1998, membuat Wahyudi mengesampingkan kegiatan kuliah. Praktis hanya 3 semester ia mengecap bangku perkuliahan sejak masuk kuliah pada tahun 1997.

Nyaris di-DO oleh kampus, Wahyudi terpaksa menyelesaikan kuliahnya dengan IPK 2,04 pada tahun 2008. Walaupun lulus telat dengan IPK minim, tak dinyana beberapa tahun kemudian UGM memberikan dua penghargaan kepadanya: alumni berprestasi di bidang kebudayaan (2016), dan bidang pemberdayaan masyarakat (2019).

Setamat dari UGM, Wahyudi sempat menjadi apoteker selama tiga tahun. Sekitar penghujung 2012 ia memutuskan mengundurkan diri dari profesinya untuk menjadi kepala desa. Banyak orang yang bertanya-tanya, apa sesungguhnya alasan Wahyudi memutuskan menjadi kepala desa?

Jauh sebelum berniat menjadi kepala desa, Wahyudi sebenarnya telah lama berkecimpung dalam kegiatan dan pengembangan desanya. Ia sempat fokus berkutat selama delapan tahun untuk menghidupkan kembali kampung dolanan di masyarakat, sayangnya kurang berhasil.

Berawal dari kegagalannya itu, Wahyudi merasa pendekatannya kepada masyarakat kurang efektif. Ia mengevaluasi langkahnya dan memutuskan melakukan pendekatan secara struktural, yaitu mencalonkan diri menjadi kepala desa. Wahyudi menganggap otoritas kepala desa bisa membawa hasil yang lebih besar dan cepat untuk masyarakat.

Berbekal konsistensinya dulu di kampung dolanan, masyarakat mengenal kinerja dan sosoknya. Itulah salah satu alasan kenapa ia akhirnya terpilih menjadi kepala desa Panggungharjo tanpa modal sepeser pun.

"Kapasitas politik seorang pemimpin, sangat tergantung dari proses politiknya. Kalau proses politiknya baik, maka kapasitas politiknya dimungkinkan juga baik," tegas Wahyudi, Kepala Desa Panggungharjo yang juga Tenaga Ahli Kesbangpol DIY, Founder Yayasan Sanggar Inovasi Desa, Founder pasardesa.id, serta Komisaris Utama PT. Sinergi Panggung Lestari.

Berbekal niat mulia dan konsistensinya membangun masyarakat, Wahyudi tumbuh menjadi seorang pemimpin dengan ciri kepemimpinan transformasional. Seperti menurut Bernard Morris Bass, psikolog Amerika Serikat di bidang studi kepemimpinan dan perilaku organisasi, para pengikut pemimpin transformasional memiliki kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap sang pemimpin, serta termotivasi melakukan lebih dari apa yang awalnya diharapkan.

Mengutip tulisan Kepemimpinan Transformasional Lurah Tamanmartani pada laman Jogjadaily.com, secara operasional pemimpin transformasional lekat dengan perubahan. Ciri pemimpin ini membantu orang yang ia pimpin untuk melakukan perubahan positif dalam aktivitas mereka. Tindakan paling luas dan dramatis yang dilakukan pemimpin transformasional adalah mengubah kultur organisasi. Nilai, sikap, dan atmosfer organisasi diubah dari kultur birokratis yang kaku dan sedikit mengambil risiko menjadi kultur baru yang luwes dan produktif. Orang-orang mampu bergerak lebih dinamis serta tidak terlalu dibatasi oleh regulasi.

Pemimpin transformasional membantu anggotanya untuk sadar akan arti penting imbalan tertentu dan bagaimana cara mendapatkannya. Semacam kebanggaan yang dirasakan orang-orang yang dipimpin jika lembaga dinomorsatukan.

Pemimpin ini membantu anggotanya untuk melihat gambaran yang lebih besar, demi kebaikan tim dan organisasi. Secara bertahap membuat anggota sadar bahwa tindakan mereka memberi kontribusi pada tujuan yang lebih luas ketimbang sekadar memenuhi kepentingan diri sendiri.

Desa sebagai kekuatan.

Desa telah menunjukkan kualitasnya, salah satunya ditunjukkan melalui daya tahan terhadap gempuran Covid-19. Melalui semangat lokalitas yaitu gotong-royong, desa dapat survive dan mandiri. "Desa adalah bentuk revolusi tanpa teriakan", terang Wahyudi dalam forum diskusi tentang desa di DIY.

Saat pandemi Covid-19 merebak pada tahun 2020, Wahyudi sigap membentuk Satgas Penanganan Covid-19 atau lazim disebut tim Panggung Tanggap Covid-19 (PTC-19). Satgas ini menjadi inisiator terwujudnya beberapa langkah taktis yang berguna bagi masyarakat. Seperti membentuk platform dukung dan lapor, membangun pondok karantina mandiri, serta membuat platform pasardesa.id.

Format dukung lapor berfungsi sebagai media untuk mendorong adaptasi masyarakat terhadap pranata sosial baru pasca Covid-19. Media ini mengatur aktivitas-aktivitas seperti tata cara melakukan peribadatan, menerima tamu, dan berkumpul. Media dukung-lapor ini juga menyelamatkan penyintas agar tetap bisa hidup berdampingan tanpa adanya stigma atau resistensi dari masyarakat. Baik kepada warga yang terpapar Covid-19, maupun pada prosesi pemakaman jenazah pasien Covid-19.

Selanjutnya, melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Panggung Lestari pemerintah desa juga menyediakan pondok karantina sementara berupa homestay yang bisa disewa oleh masyarakat. Panggungharjo juga menjadi satu dari lima desa di Bantul yang mendistribusikan bantuan secara non tunai.

Tapi tak semua warga prasejahtera ter-cover oleh bantuan pemerintah pusat ini, maka agar penerima manfaat dari bantuan menjadi lebih luas lagi, Wahyudi mendorong masyarakat agar dana BLT hanya bisa dibelanjakan di warung-warung desa. Sehingga sebisa mungkin uang tersebut mengalir selama mungkin di desa.

Permasalahan itulah yang memicu pemerintah desa Panggungharjo membuat platform pasardesa.id untuk mempertemukan barang-barang yang tertahan di warung, dengan sebagian warga yang menerima bantuan. Cara ini bertujuan mulia untuk mencegah munculnya konflik atau kecemburuan sosial di akar rumput.

Berkat kesigapan bersama dan semangat gotong-royong masyarakat, Desa Panggungharjo menerima penghargaan sebagai salah satu dari 21 desa paling responsif menghadapi pagebluk dari Kementerian Pertahanan.

Dus, desa memang telah tumbuh menjadi kekuatan baru pasca Covid-19 ini. Wahyudi yakin bahwa desa adalah masa depan dunia. Ia berharap desa tidak sekadar bertahan (survive) terhadap tantangan zaman tapi juga menjadi mandiri. Sebab desa memiliki 3 (tiga) komoditas penting yang dibutuhkan masyarakat di masa depan, yaitu air bersih, udara segar, dan sumber pangan sehat.

Menurutnya, tiga komoditas itu ke depan akan menjadi sangat mahal. Semua itu tidak akan diperoleh masyarakat perkotaan, dalam artian kota bukan sekedar ukuran geografis tapi masyarakat dengan prinsip dan cara pandang kota.

Ia yakin ketika masyarakat mampu menjaga tiga hal penting ini, masa depan dunia akan terus berjalan indah. Di situ peran seorang pemimpin dipertaruhkan, karena inilah sesungguhnya pelaksanaan kata-kata.