Tunjangan Hari Raya atau THR biasa didapatkan para pekerja atau buruh setiap tahun. Namun ternyata asal muasal THR terjadi pada masa setelah kemerdekaan. Sang pencetus THR adalah Soekiman Wirjosandjojo yang lahir di Solo Jawa Tengah tahun 1898.

Soekiman menempuh pendidikannya di STOVIA atau sekolah dokter Jakarta dan pada lulus di usia 29 tahun di Universitas Amsterdam Belanda. Soekiman tercatat pernah menjabat sebagai anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan punya andil dalam melahirkan Partai Masyumi.

Awal mula dicetuskannya THR.

Pada tahun 1952, Soekiman menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan mencetuskan ide tentang tunjangan kesejahteraan yang hanya diberikan kepada PNS. Tunjangan ini diharapkan agar mereka merasa bahwa pemerintah sudah memberikan pelayanan terbaik kepada kabinet sebelumnya yang hanya memberikan Rp 125 sampai 200.

Kebijakan ini sendiri menimbulkan berbagai protes terutama dari kaum buruh yang merasa kurang diperhatikan pemerintah. Puncaknya pada tanggal 13 Februari 1952 terjadi aksi mogok kerja memprotes kebijakan tunjangan kesejahteraan yang hanya diberikan kepada PNS.

Kebijakan mengenai THR.

Kebijakan tunjangan kesejahteraan ini menjadi awal mula THR dan baru pada tahun 1994, pemerintah secara resmi mengatur perihal tentang THR dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja RI. No 04/1994 yang isinya yaitu pemerintah mewajibkan kepada setiap pengusaha untuk memberikan THR kepada pekerja atau buruh yang sudah bekerja minimal 3 bulan atau lebih.

Pada tahun 2016, kebijakan ini diperbarui lewat peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 6/2016 yang menjelaskan bahwa pekerja atau buruh dengan masa kerja minimal satu bulan sudah mendapatkan THR.

Sang pencetus THR, Soekiman Wirjosandjojo yang telah berjasa dalam mencetuskan THR wafat pada tahun 1974.