Kemajuan teknologi ini sangat memudahkan kita untuk berinteraksi dengan banyak orang. Kita bisa melihat hidup orang lain melalui platform media sosial yang ada. Rasanya dunia ini seperti dilipat dan dijelajahi dalam hitungan detik.

Di masa pandemi ini intensitas kita dengan penggunaan gawai semakin meningkat. Dalam sehari durasi menatap layar ponsel maupun tablet bisa mencapai 12 jam. Kita bisa melihat unggahan kerabat, rekan, dan juga sahabat. Umumnya, unggahan yang ada di media sosial hanya menunjukkan sisi terbaiknya tanpa mengetahui proses dan usaha apa saja yang harus dilakukan untuk menghasilkan pencapaian tersebut.

Namun ingat, penggunaan media sosial ini memiliki dampak positif dan negatif, tergantung bagaimana kita menyikapi persoalan tersebut. Sering kali wanita menjadi tidak percaya diri, merasa tidak puas kepada diri sendiri, hingga munculnya rasa insecure ketika melihat salah satu rekan maupun idola mereka mengunggah postingan dengan penampilan terbaik dan memiliki badan yang ideal, terlebih lagi stereotipe memiliki badan langsing sangatlah lekat di benak kita.

"Mengapa aku tidak bisa seperti dia ya? Apa yang kurang? Pertanyaan tersebut sering muncul di dalam pikiran. Sebenarnya kita juga tidak bisa mengelak fakta bahwa manusia adalah makhluk visual, menyukai keindahan. Banyak orang memiliki obsesi untuk memiliki bentuk tubuh seperti model, padahal hidup ini bukan hanya tentang penampilan saja. Banyak hal yang lebih penting untuk diprioritaskan daripada obsesi menjadi sempurna.

Dengan adanya obsesi untuk memiliki postur tubuh yang diimpikan, seseorang akan melakukan apa saja untuk mendapatkannya. Banyak sekali akibat yang disebabkan oleh obsesi tersebut, seperti kekhawatiran berlebihan yang dapat menyebabkan gangguan makan.

Nah, ada dua jenis gangguan makan yang sering kita dengar, yaitu anorexia nervosa dan bulimia.

Apa itu anorexia nervosa?

Anorexia nervosa adalah penyimpangan maupun gangguan pola makan yang ditandai dengan ketakutan berlebihan saat adanya penambahan berat badan. Mempertahankan atau mengurangi berat badan dengan cara menahan rasa lapar tujuannya agar memiliki postur tubuh yang ramping maupun langsing. Terkadang penderita juga membatasi jumlah makanan secara ketat, sengaja melewatkan jam makan, dan penderita selalu mengkhawatirkan berat badan.

Dampak buruk yang terjadi jika seseorang menderita anorexia nervosa adalah adanya penyusutan pada tulang, kekurangan mineral, detak jantung tidak stabil, napas menjadi lebih pendek, gangguan pertumbuhan badan, serta penderita anorexia nervosa berkepanjangan dapat menimbulkan gangguan makan yang lain yaitu bulimia.

Apa itu bulimia?

Bulimia berbeda dengan anorexia. Jika seseorang menderita anorexia masih bisa mengontrol pola makannya, berbeda dengan penderita bulimia. Penderita bulimia bisa mengonsumsi makanan dengan jumlah besar dan adanya keinginan mengeluarkan makanan tersebut dengan cara memuntahkan kembali.

Bulimia dapat menyebabkan ketidakseimbangan kimiawi di dalam tubuh. Efek yang diderita oleh penderita bulimia adalah adanya pembengkakan pada kelenjar ludah, jaringan parut di jari tangan, gigi menjadi terkikis dan menguning karena intensitas muntah yang menyebabkan banyaknya asam lambung di mulut, serta terganggunya pencernaan karena efek samping obat pencahar.

Nah, untuk mencegah kedua gangguan makanan tersebut kita harus mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia.

1. Faktor sosiokultural.

Disebabkan oleh stigma masyarakat bahwa wanita yang cantik memiliki tubuh langsing dan pria yang gagah adalah pria yang tinggi dan berotot.

2. Faktor psikologis.

Terkadang setiap individu memiliki kecemasan yang berbeda, sehingga kecemasan tersebut dapat memicu gangguan makan.

3. Faktor biologis.

Terjadi ketidakseimbangan dalam otak yang mengontrol nafsu makan setiap individu dan adanya pengaruh genetik (salah satu anggota keluarga ada yang memiliki riwayat gangguan makan).

4. Faktor keluarga.

Disfungsionalnya peran keluarga dalam membentuk karakteristik, menyebabkan adanya konflik batin pada individu.

Setelah mengetahui faktor di atas, kita juga harus bisa mencegah maupun meminimalisir gangguan makanan dengan cara belajar untuk mencintai kurang dan lebihnya diri sendiri, dan bersikap realistis terhadap gambaran media tentang standar bentuk badan ideal.

Jika ingin memiliki tubuh sehat lakukan olahraga dan konsumsi makanan yang sehat, lakukan secara wajar dan jangan berlebihan. Kurangi intensitas penggunaan media sosial jika dirasa dapat memicu kecemasan pada dirimu. Lakukan komunikasi yang baik dengan teman dan keluarga agar lingkungan mengetahui apa yang terjadi pada dirimu. Jika kamu merasa gejala dan faktor di atas cukup menjadi hipotesa awal bahwa kamu menderita gangguan makan, segera lakukan pengobatan medis maupun psikis.

Yuk, kurangi rasa insecurekamu dengan bersyukur! Selagi diberi kesempatan untuk hidup, jangan sia-siakan hal tersebut, nikmati dan bahagia selalu.