Dilansir dari Bussiness Insider, perusahaan kedai kopi paling tersohor di dunia, Starbucks, dikabarkan akan memblokir semua pelanggan di seluruh kedainya di AS apabila ditemukan penyalahgunaan Wi-Fi gratis untuk menonton film porno. Kebijakan ini dikabarkan akan dilakukan mulai tahun depan.

Menonton film porno di Starbucks selalu dilarang, tetapi perusahaan tidak secara aktif memblokir konten pornografi dengan penggunaan Wi-Fi di dalam kedainya. Dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu, Starbucks berkata, Meskipun jarang terjadi, penggunaan Wi-Fi publik Starbucks untuk mengakses pornografi atau segala konten ilegal yang tidak pantas tidak pernah kami izinkan.

Starbucks akan larang akses pornografi pada pengguna Wi-Fi-nya di AS

Belum ada rincian lebih lanjut tentang solusi terkait hal ini, tetapi Starbucks mengatakan kepada Business Insider bahwa pihak perusahaan telah menguji beberapa alat untuk mencegah segala akses konten pornografi dalam penggunaan Wi-Fi gratisnya.

Starbucks telah berada di bawah tekanan selama bertahun-tahun dari organisasi nirlaba di Virginia yang mengadvokasi keamanan internet, Enough Is Enough, untuk memasang filter konten di Wi-Fi di dalam setiap kedai. Pada tahun 2016, organisasi tersebut telah berhasil mendorong McDonald untuk memasang filter konten di seluruh AS. Sebelumnya Starbucks telah berkomitmen untuk melarang segala konten pornografi dalam akses Wi-Fi gratis di setiap kedainya, namun hingga kini belum juga ditepati. Enough Is Enough kini kembali memanggil perusahaan kedai kopi ini karena tak kunjung menepati janjinya.

Enough Is Enough dalam sebuah pernyataan,"Dengan melanggar komitmennya, Starbucks tetap membuka jalan lebar bagi pelaku kejahatan seksual untuk terbang di bawah radar penegak hukum dan menggunakan layanan Wi-Fi publik gratis untuk mengakses pornografi anak ilegal dan pornografi hard-core."

Kabar ini juga membuat organisasi dan aktivis anti pornografi melayangkan petisi terkait larangan akses konten pornografi dengan menggunakan Wi-Fi publik di dalam kedai. Kini petisi tersebut ditandatangani oleh lebih dari 26.000 orang pada hari Kamis.

Dikatakan, penyalahgunaan jaringan Wi-Fi publik berpotensi menarik pelaku pedofilia dan kejahatan seksual serta menempatkan anak-anak dalam bahaya.