Dalam menghadapi pilpres 2019 begitu banyak oknum pendukung kedua paslon menebar hoax dalam rangka ingin memenangkan paslon dukungannya, tapi setelah pilpres selesai pun hoax masih banyak bertebaran di media massa maupun sosial media.

Dari mulai kasus Ratna Sarumpaet yang mengklaim dirinya dianiaya oleh sekelompok pria di Bandung hingga yang terbaru hinaan Erin Taulany pada unggahan story Instagram-nya pada Prabowo Subianto. Hoax ini tentu saja merugikan pihak yang dituduh karena dapat merusak citra atau nama baik. Para pihak yang merasa dirugikan tentu saja melaporkan hal ini pada pihak berwajib dengan pelanggaran UU ITE, namun untuk Erin Taulany masih dalam tahap pemeriksaan.

Dengan penggunaan sosial media yang begitu masif, kabar apapun akan mudah tersebar, terutama kabar yang menarik perhatian orang banyak karena orang Indonesia terkenal dengan sifat keponya. Jika pepatah dulu menyebutkan 'mulutmu harimaumu', maka sekarang ganti dengan 'jempolmu harimaumu'.

Sebelum melakukan suatu tindakan, menurut Ronald Duska, Brenda Shay Duska, dan Julie Ragatz dalam bukunya Accounting Ethics, menanyakan lima pertanyaan dasar pada diri sendiri untuk membenarkan tindakan tersebut. Dalam hal ini adalah sebelum kita mengunggah status di sosial media seperti berikut.

1. Is the action good for me?

Suatu tindakan harus bermanfaat untuk diri sendiri, namun tindakan yang bermanfaat ini sering berbenturan dengan keinginan, jadi apa yang kita inginkan belum tentu bermanfaat. Sebagai contoh ketika seseorang mempunyai keinginan untuk membuat status yang mengandung ujaran kebencian atau kebohongan karena tidak suka pada seseorang, maka tentu saja hal ini tidak bermanfaat. Jika kita tidak menyukai lawan politik ataupun seorang teman, seharusnya beradu gagasan yang bermanfaat untuk negara atau memberikan kritik yang membangun sehingga dapat menjadi bahan intropeksi bersama.

2.Is the action good or harmful for society?

Setelah tindakan tersebut bermanfaat bagi diri sendiri, tentu saja juga harus bermanfaat bagi masyarakat. Sehingga semakin banyak orang yang mendapatkan manfaat akan semakin baik. Apakah status yang kita unggah dapat bermanfaat, daripada menyebarkan hoax atau ujaran kebencian tentu saja kita bisa membuat sebuah utas di Twitter yang bermanfaat. Seperti teknik memilih saham untuk mendapatkan return di atas 10%, atau tentang kesehatan yang dapat mengedukasi netizen.

3. Is the action fair or just?

Tindakan tersebut harus adil. Sealama ini prinsip keadilan yang sudah tersebar di masyarakat adalah sama. Padahal adil tidak berarti sama karena kebutuhan setiap orang itu berbeda, sedangkan adil itu seharusnya sesuai kebutuhan.

4. Does the action violate anyones rights?

Setiap orang mempunyai hak untuk mendapat kebenaran dan nama baiknya tidak dirusak oleh siapapun. Jadi tindakan tersebut adil dan tidak melanggar hak seseorang, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.

5. Have I made a commitment, implied or explicit.

Dalam setiap tindakan pasti ada konsekuensi yang didapat, jadi sebelum melakukan tindakan harus membuat komitmen untuk diri sendiri apakah kita dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut atau tidak. Menyebarkan kabar hoax tentu saja berkonsekuensi melanggar UU ITE sehingga dijerat dengan pasal tersebut harus dapat menerimanya. Sebaiknya sebelum melakukan suatu tindakan harus benar-benar mempertimbangkan konsekuensi apa saja yang akan kita dapat.

Semua orang tentu saja ingin hidup yang damai dan saling toleransi. Dari lima pertanyaan dasar tersebut, jika kita memahami dan mengaplikasikannya pada setiap tindakan yang akan kita lakukan, bukan tidak mungkin dunia ini lebih aman dan damai seperti kata John Lennon Imagine all the people, living in a piece.