Ungkapan Theory of Everything (Rumus Semesta) diartikan sebagai penjabaran tak terbantahkan tentang penulisan dan prediksi fenomena yang diamati di alam raya dalam sebuah rumus yang paling sederhana. Dengan rumus ini akan dapat dijelaskan dengan mudah, apa saja yang terjadi di jagad raya. Bagaimana kita bisa memahami saat lahirnya alam semesta (big bang alias dentuman besar) dan kapan dia ini kiamat. Para kolega Prof. Smolin punya pendapat, bahwa dia ini sedang menekuni apa yang disebut sebagai Gravitasi Kuantum.

Teori Gravitasi Kuantum

Rumus Semesta, kunci memahami seisi jagad raya

Sejak 80 tahun ada masalah besar di dunia fisika. Sebab ada 2 teori yang menggambarkan dunia kita. Teori yang satu adalah Teori Relativitas Umum buah karya Albert Einstein. Teori ini sesungguhnya amat hebat jika berkaitan dengan benda besar seperti bintang dan luar angkasa. Teori lainnya adalah Teori Mekanika Kuantum yang sebaliknya merupakan jurus ampuh untuk menjelaskan dunia maha kecil seperti atom, partikel, quark, dan infrastrukturnya. Para fisikawan berjuang keras untuk menemukan Theory of Everything alias Rumus Semesta yang menyatukan keduanya. Beberapa generasi fisikawan hebat seperti Einstein atau Hawking belum berhasil menemukan Rumus Semesta. Prof. Smolin sendiri menamakan maha karyanya sebagai Teori Loop Quantum Gravity (Gravitasi Kuantum).

Melalui teori ini ruang ditulis sebagai jaringan berputar dengan sifat dinamis dan selaras dengan mekanika kuantum, dapat digambarkan melalui diagram yang terbentuk dari garis dan simpul. Konsekuensi teori ini adalah kuantisasi ruang dan waktu di besaran ruang Planck (sekitar 1035 meter) dan waktu Planck (sekitar 1043 detik). Pada besaran super maha kecil tersebut, dunia kita akan kehilangan kontinyuitasnya, karena segala sesuatu akan dikuantisasi alias di super-maha-kecilkan, termasuk gravitasi!

Teori Paduan Agung/Grand Unified Theory

Rumus Semesta, kunci memahami seisi jagad raya

Keberhasilan penggabungan interaksi gaya/gaya nuklir lemah dan gaya elektromagnetik membangkitkan adanya usaha untuk menggabungkan kedua gaya tersebut dengan gaya nuklir kuat menjadi Teori Paduan Agung (Grand Unified Theory/GUT). Ide dasar Teori Paduan Agung adalah gaya nuklir kuat menjadi lebih lemah pada energi tinggi. Sebaliknya gaya nuklir lemah dan gaya elektromagnetik menjadi semakin kuat pada energi yang tinggi. Pada suatu energi sangat tinggiyang disebut energy paduan agung, ketiga gaya tersebut akan memiliki kekuatan yang sama dank arena itu dapat dipadang sebagai aspek yang berbeda dari sebuah gaya tunggal.

Banyak versi tentang Grand Unified Theory, tetapi belum ada verifikasi final. Pembuktian kesahihan GUT antara lain berasal dari peluruhan proton yang meluruh dengan sendirinya atau secara spontan. GUT dianggap belum lengkap, karena hanya menggabungkan tiga interaksi dari empat interaksi yang ada di alam semesta. Oleh karenanya, kemudian muncul ide untuk untuk menggabungkan keempat interaksi ilmiah tersebut yang kemudian disebut dengan Theory of Everything (TOE).

Mengenal Ide Theory of Everything

Rumus Semesta, kunci memahami seisi jagad raya

Theory of Everything ditafsirkan dalam banyak versi, di antaranya adalah supersimetri dan superstring/supertali. TOE mempunyai makna sebuah teori kemanunggalan agung yang menggabungkan semua teori menjadi satu teori terpadu yang kemudian diekspresikan dalam bentuk persamaan.

Ide superstring dicetuskan antara lain oleh California Institue of Technology (Caltech) dan Michael Green. Superstring adalah teori tentang semesta berdimensi sepuluh dimana penyusunan dasar materi dan energi bukan merupakan titik melainkan tali-tali superkecil (string). Tali-tali tersebut apabila 1033 tali dijajarkan, maka panjang talinya kira-kira hanya satu meter. Untuk menguji prakiraan eksperimental teori superstring, seseorang harus mampu melakukan proses matematika yang disebut dengan kompaktifikasi, yaitu proses mereduksi teori sepuluh dimensi menjadi dunia nyata empat dimensi (tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu).

Duh, terdengar sangat kompleks ya teman-teman.