Toxic parenting merupakan istilah yang tidak asing lagi di kalanganmasyarakat dan orang tua modern. Toxic parenting adalah istilah yang digunakan untuk menyebut pola asuh buruk yang dilakukan orang tua terhadap anak, yakni tidak menghormati dan memperlakukan anak dengan baik sebagai individu.

Pola asuh yang buruk ini dapat berupa berbagai macam kekerasan sampai pada titik di mana kesehatanfisik dan mental anak terganggu. Orang tua dengan pola asuh yang buruk enggan diajak berkompromi, bertanggung jawab, maupun meminta maaf pada anaknya. Berada dalam keluarga dengan pola asuh yang buruk akan memberikan efek psikologis jangka panjang pada anak dan hal ini dapat menyebabkan trauma.

Ripple effect dalam toxic parenting, ini dampak dan cara mengatasinya

Trauma pada anak yang tidak pernah terselesaikan akhirnya membuat perilaku anak menjadi toxic juga yang nantinya akan berpengaruh pada bagaimana anak tersebut mengasuh keturunannya nanti. Tidak menutup kemungkinan trauma yang belum selesai pada anak justru berpotensi menjadikan anak tersebut ikut menerapkantoxic parenting pada keluarganya kelak sama seperti bagaimana ia diasuh oleh orang tuanya dahulu.

Uniknya, orang tua yang melakukan toxic parenting umumnya adalah orang tua yang mengalami gangguan kesehatan mental atau pecandu alkohol. Oleh karena itu, melakukan check up kesehatan mental baik sebelum maupun sedang mengasuh anak merupakan hal yang tidak dapat diabaikan.

Orang tua yang melakukan toxic parenting berpotensi membuat anak
mengalami trauma. Trauma yang tidak diselesaikan pada anak akan membuat anak tersebut menerapkan toxic parenting yang sama pada keturunannya kelak dan begitulah seterusnya. Pola yang disebabkan oleh toxic parenting ini dikenal juga dengan ripple effect (efek riak), yakni situasi di mana satu peristiwa menghasilkan efek yang menyebar dan menghasilkan efek lebih lanjut.

Bayangkan kamu menjatuhkan batu di sebuah kolam dan perhatikan riaknya, lalu jatuhkan lagi batu ke dalam kolam dan perhatikan riak itu meluas. Batu adalah ibarat perilaku buruk ketika mengasuh anak yang dilakukan oleh orang tua, efek dari pola asuh buruk tersebut meluas,awalnya hanya pada anak, lalu anak akan berperilaku buruk pada keturunannya, kemudian keturunannya juga akan melanjutkan pola asuh buruk tersebut.

Ripple effect dalam toxic parenting, ini dampak dan cara mengatasinya

Ketika orang tua menerapkan toxic parenting pada anak, ada perilaku-perilaku destruktif (merusak) yang membuat anak tersebut memiliki perilaku destruktif yang sama dengan orang tuanya, siklus dari efek riak ini akan terus terulang dan berlanjut sampai salah satu orang yang terjebak dalam siklus ini sadar dan memberanikan diri untuk memutus efek riak dari toxic parenting. Anak-anak yang tumbuh dari keluarga kejam cenderung menjadi penyiksa dan agresif di kemudian hari.

Pada sebagian sebagian kasus, ada yang tumbuh bukan sebagai penyiksa akan tetapi selalu terjebak dalam hubungan yang sama kasarnya baik itu dengan pasangan maupun pertemanan, seolah mereka memiliki tarikan gravitasi yang sangat kuat terhadap elemen kekerasan yang menjadi ciri masa kecil mereka. Fenomena efek riak ini dijelaskan oleh Susanto dan Hambali (2018) dalam bukunya E.R.A.S.E Therapy sebagai kode dari alam bawah sadar yang meminta trauma dan permasalahan tersebut segera diselesaikan. Alam bawah sadar menggiring seseorang yang memiliki trauma dari toxic parenting untuk bertemu dengan seseorang atau lingkungan yang sama kasarnya seperti orang tua mereka di masa lalu, tujuannya adalah agar ia menyadari traumanya dan segera menyelesaikannya.

Jackson MacKenzie (2015) dalam bukunya menjelaskan bahwa sering kali individu yang memiliki trauma dari hubungan yang toxic cenderung kehilangan navigasi atas benar-salahnya perilaku mereka, hidup bertahun-tahun dengan perlakuan buruk membuat mereka berpikir bahwa perilaku buruk tersebut merupakan hal yang normal dan wajar. Fenomena ini sering kali ditemukan dalam toxic parentingdi mana orang tua terkadang tidak sadar melakukan kekerasan kepada anak karena hal tersebut merupakan perilaku yang biasa ia dapatkan dari pola asuh sebelumnya. Contohnya memukuli anak karena dahulu ia juga dipukuli oleh orang tuanya dan merasa hal tersebut wajar dilakukan oleh orang tua kepada anak.

Dalam beberapa kasus bahkan jika orang tua sadar bahwa perilaku tersebut merupakan bagian dari toxic parenting, mereka akan tetap kesulitan menghentikan perilaku tersebut karena efek riak dan trauma serta kebiasaan yang sudah tertanam selama bertahun-tahun.

Setiap orang tua tentu tidak pernah bermaksud membuat anaknya terluka apalagi sampai mengalami gangguan kesehatan mental, termasuk orang tua yang melakukan toxic parenting kepada anak mereka baik dalam keadaan sadar atau tidak. Namun, terkadang ada perilaku-perilaku yang tidak bisa dihentikan begitu saja oleh orang tua yang bisa jadi disebabkan oleh kurangnya pemahaman ataupun pengalaman buruk dari pola asuh yang ia terima sebelumnya. Oleh karena itu, terbuka dan bersedia mempelajari berbagai macam gaya parenting yang sehat serta menghindari gaya parenting yang tidak sehat merupakan salah satu langkah awal yang dapat dilakukan oleh setiap orang tua agar tidak menimbulkan efek riak pada anak maupun terbebas dari efek riak yang mungkin disebabkan oleh pola asuh sebelumnya.

Ripple effect dalam toxic parenting, ini dampak dan cara mengatasinya

Mengasuh seorang anak bukanlah hal yang mudah terlebih jika itu adalah pengalaman pertama, setiap orang tua tentu mengalami trial-error-nya masing-masing. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah terus memperluas pengetahuan dan jangan ragu meminta pertolongan kesehatan mental jika diperlukan, sebab, kesehatan mental orang tua akan memengaruhi sehat atau tidaknya ia dalam mengasuh anak-anaknya. Efek riak tidak hanya terjadi pada toxic parenting, namun juga pada health parenting. Pola asuh yang sehat pada anak membuat anak tersebut menerapkan pola asuh yang sama sehatnya pada keturunannya kelak, dan begitu pula seterusnya.

Yuk, ayah dan bunda, mari terapkan pola asuh yang sehat dalam berkeluarga.