Semua orang tentu pernah mengalami rasa cemas. Perasaan cemas biasa kita rasakan ketika berada di situasi-situasi menegangkan seperti ujian, memberikan presentasi, menyampaikan pidato atau opini, atau bahkan memulai interaksi dengan orang baru. Pada dasarnya, rasa cemas itu adalah hal yang wajar.

Akan tetapi, apakah rasa cemas dapat dikatakan sebagai gangguan mental?

Tentu bisa, tetapi rasa cemas dapat dikatakan sebuah gangguan mental jika memiliki ciri-ciri seperti terjadi secara terus menerus dan terjadi tanpa ada alasan yang jelas. Perlu diingat, rasa cemas berbeda dengan rasa takut. Rasa takut adalah perasaan yang timbul akibat adanya persepsi bahaya dan umumnya ancaman di depan mata. Jika dianalogikan, misalnya kita mengikuti perlombaan tinju maka rasa takut itu muncul saat berhadapan langsung dengan lawan. Sedangkan rasa cemas, adalah perasaan yang hadir di malam sebelum perlombaan tersebut (Muskin, 2021).

Lalu, bagaimana sebenarnya rasa cemas itu timbul jika dilihat dari sisi neurosains?

Setiap manusia memiliki otak yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan memiliki fungsi yang berbeda pula. Salah satu bagian dalam otak yang berfungsi mengatur segala respons emosi manusia adalah sistem limbik (limbic system). Sistem limbik terdiri dari amygdala, hippocampus, hypothalamus, dan thalamus. Bagian-bagian dari sistem limbik bekerja sama dalam memproses emosi dan mengirimkan sinyal ke prefrontal cortex yang bertugas membuat keputusan (Neuro Transmissions, 2017).

Amigdala, memiliki peran sebagai pengatur rasa takut dalam otak manusia. Pada kasus orang-orang yang mengalami kecemasan sebagai sebuah gangguan mental, amigdala mereka yang hiperaktif (hyperactive amygdala). Hiperaktif amigdala terjadi karena amigdala bekerja terus menerus secara berlebihan. Hal ini juga menyebabkan amigdala membesar. Fakta tersebut dilihat berdasarkan penelitian yang dilakukan menggunakan pencitraan saraf bersifat non-invasif yaitu dengan fMRI dan PET Scans. Hasilnya, kondisi seperti itu ditemui pada orang-orang yang mengalami gangguan kecemasan umum atau Generalized Anxiety Disorder (GAD) dan juga banyak ditemukan pada gangguan kecemasan lainnya yang termasuk kategori Anxiety Disorders (Neuro Transmissions, 2017).

Beberapa gangguan yang termasuk Anxiety Disorders antara lain, Generalized Anxiety Disorder, Panic Disorder, Phobias (Specific Phobias), Agoraphobia, Social Anxiety Disorder, dan Separation Anxiety Disorder (Muskin, 2021). OCD (Obsessive Compulsive Disorder) dan PTSD dulu termasuk dalam kategori ini, tetapi setelah ditetapkannya DSM-V oleh American Psychiatric Association, keduanya berada di kategori yang berbeda. (MentalHelp.net, disitasi Neuron, 2021).

Berdasarkan American Psychiatric Association, gangguan kecemasan umum adalah gangguan yang melibatkan kekhawatiran yang terus-menerus dan berlebihan sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari (Muskin, 2021). Gejala yang muncul pada penyandang GAD adalah rasa cemas terjadi berkelanjutan selama enam bulan dan sulit dikontrol, merasa gelisah, sulit tidur, mudah lelah, sulit berkonsentrasi, dan ketegangan otot (Locke et al., 2015).

Perbedaan antara rasa cemas biasa dan gangguan kecemasan umum atau GAD, terletak pada jangka waktu dan alasan kecemasan itu terjadi. Rasa cemas yang dimiliki penyandang GAD bersifat berlebihan dan tanpa ada alasan yang jelas. Artinya, ancaman yang dihadapi tidak sebanding atau bahkan tidak dengan respons rasa cemas yang dirasakan. Banyak hal yang dijadikan ancaman bagi manusia saat ini sebagai faktor meningkatnya penyandang GAD. Sebagai contoh, penggunaan media sosial yang masif membuat seseorang ingin dikenal dan disukai (Neuron, 2021).

Ancaman yang timbul dari fenomena tersebut adalah "Bagaimana jika tidak disukai? Apakah penampilan saya sudah memenuhi standar? Berapa banyak yang menyukai postingan saya? Mengapa followers saya tidak sebanyak teman yang lain?"dan masih banyak lagi kecemasan yang timbul. Bagi penyandang GAD, perasaan-perasan tersebut membuat level kecemasan mereka terus bertambah dan tidak dapat dikontrol.

Penderita Anxiety Disorder sama dengan penderita gangguan kesehatan lainnya seperti penderita sakit gigi. Hal yang mereka hadapi adalah benar-benar terjadi sehingga tidak bisa diabaikan begitu saja. Kita dapat membantu mereka dengan memberikan dukungan dan bukan diabaikan atau bahkan ditertawakan. Kita juga dapat membantu diri kita sendiri untuk mengurangi perasaan cemas tersebut agar tidak berlebihan dan mengalami gangguan kecemasan. Mengurangi rasa cemas dapat dilakukan dengan berolahraga teratur, tidur yang cukup dan teratur, banyak bersyukur, dan memasukkan pikiran-pikiran yang positif lainnya.

Rasa cemas adalah reaksi yang wajar dan berguna dalam beberapa situasi. Rasa cemas tersebut menjadi sinyal terhadap bahaya atau ancaman dan membantu kita bersiaga dalam menghadapinya (Muskin, 2021). Perlu diingat kita tidak bisa mendiagnosis sendiri apakah kita menderita gangguan kecemasan umum atau gangguan kecemasan lainnya. Maka dari itu, perlu melakukan konsultasi kepada praktisi atau ahli seperti psikolog dan psikiater jika merasa mengalami gejala-gejala kecemasan. Dengan melakukan konsultasi terlebih dahulu, para praktisi dapat membantu mendiagnosis dan memberikan treatment yang dibutuhkan.