Menurut hasil studi oleh POKKT, Decision Lab dan Mobile Marketing Association (MMA), pada Oktober 2018 yang berjudul The Power of Mobile Gaming in Indonesia, jumlah gamers mobile di Indonesia mencapai 60 juta orang dan diperkirakan meningkat menjadi 100 juta orang pada tahun 2020. Angka tersebut didominasi oleh anak muda berusia 18-34 tahun. Dalam studi ini disebutkan juga bahwa rentang usia orang Indonesia yang bermain game sangat bervariasi, antara 15 hingga 40 tahun, baik itu pria maupun wanita. Jumlah tesebut belum ditambah dengan gamers pada platform lain. Selain melalui smartphone, para gamers biasanya juga memainkan game di PC. Hal tersebut didukung dengan akses internet yang mudah dan banyaknya fasilitas warnet yang menyediakan layanan game online dengan tarif yang relatif murah.

Pesatnya pertumbuhan industri game secara global melahirkan sebuah ekosistem baru yang bernama Esports. Esports atau electronic sports merupakan bentuk kompetisi dari suatu permainan video game. Kompetisi ini bertujuan untuk mempertandingkan skill atau keahlian, strategi, kerjasama, hardwork, dan passion dari individu maupun kelompok pemain game professional atau biasa disebut pro player.

DotA2, League of Legend, PUBG, CS:GO dan Fortnite merupakan beberapa game yang termasuk dalam industri Esports. Tidak tanggung-tanggung, total hadiah yang diperebutkan bisa mencapai angka ratusan miliyar rupiah. DotA2 merupakan game dengan jumlah hadiah terbesar di dunia hingga saat ini. Pada tahun 2018, total hadiah yang diperebutkan dalam 86 turnamen mencapai angka 38 juta dolar AS atau lebih dari Rp570 miliar. Game besutan valve ini memiliki tunamen tahunan sejak 2011 yang bertajuk The International. Turnamen ini merupakan tunamen Esports dengan total hadiah terbesar, yaitu sebesar 25,5 juta dolar AS atau sekitar Rp382,5 miliar pada pagelaran The International 2018 lalu.

Pada bulan Agustus tahun ini, event tersebut akan kembali digelar di China dengan total prizepool sementara hingga saat ini (12 Juni 2019) mencapai sekitar 16 juta US dolar, meningkat 23% dari tahun lalu pada kurun waktu yang sama. Jumlah itu akan terus meningkat hingga mendekati main event pada Agustus nanti.

Perkembangan pesat Esports, tantangan Indonesia di era modern

Main event The International 2018, Vancouver, Kanada. (Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/The_International_2018)

Di Indonesia sendiri perkembangan industri Esports tidak kalah pesat. Akan tetapi tren game yang berkembang di sini sedikit berbeda dibandingkan tren secara global yang masih dominan pada platform PC. Game mobile berbasis smartphone seperti Mobile Legend, PUBG mobile, Garena Free Fire dan AOV lebih digemari. Gameplay yang lebih simpel, durasi yang relatif singkat, serta perangkat smartphone yang ringkas dan mudah untuk digunakan kapan pun dan dimanapun menjadi faktor-faktor pendukung pertumbuhan pesat dari mobile gaming. Hal itu juga dapat dilihat dari jumlah turnamen serta banyaknya hadiah yang diperebutkan. Meskipun hadiah yang ditawarkan tidak sebesar turnamen-turnamen internasional, namun terdapat beberapa turnamen yang memberikan hadiah cukup fantastis.

Selama tahun 2018 saja tercatat turnamen seperti MPL Season 1 dan 2, AOV Star League Season 1 dan 2, IESPL Tokopedia Battle of Friday, Asia Pacific Predator League 2018, Point Blank National Championship 2018, dan GESC: Indonesia Dota 2 Minor yang mempunyai total hadiah di atas 1 miliar rupiah. Ditambah lagi dengan munculnya kompetisi-kompetisi Esports yang menyasar remaja dengan hadiah tak kalah besar, terutama siswa SMA dan mahasiswa untuk menemukan talenta-talenta baru, contohnya JD.ID High School League 2018 dengan total hadiah mencapai Rp1,2 miliar dan IEL University Series 2019 yang memiliki total hadiah 1 miliar rupiah.

Dengan total hadiah sebesar itu, wajar bila anak muda sekarang banyak yang berkeinginan menjadi atlet Esports. Bekerja sesuai passion dan keahlian merupakan hal yang didambakan kebanyakan orang apalagi hal tersebut dicapai melalui dunia gaming dengan total hadiah yang jumlahnya spektakuler. Berdasarkan data dari esportsearnings.com dan liquipedia.net tercatat beberapa pro player Esports Indonesia dengan pendapatan yang terbilang fantastis, seperti:

Hansel BnTeT Ferdinand (CS:GO) Rp1,5 miliar

Kevin xccurate Susanto (CS:GO) Rp1 miliar

Kenny Xepher Deo (DotA2) Rp600 juta

Muhammad inYourdreaM/kwonderkid Rizky (DotA2) Rp620 juta

Randy Muhammad "Dreamocel/Fervian" Sapoetra (DotA2) Rp400 juta

Tri "Jhocam" Kuncoro (DotA2) Rp400 juta

Novan nexok40 Kristianto (Hearthstone) Rp250 juta

Pendapatan di atas hanya berasal dari hadiah turnamen yang diikuti, belum mencangkup nilai kontrak pemain dengan timnya, sponsor, penghasilan dari streaming, dan bonus-bonus yang lain.

Perkembangan pesat Esports, tantangan Indonesia di era modern

Beberapa atlet Esports Indonesia dengan pendapatan turnamen tertinggi. (Sumber: instagram @spin_esport)

Perlu diketahui juga bahwa industri Esports tidak hanya melahirkan pro player, ada juga yang berperan sebagai caster, host, panelist, analyst, dan streamer. Pekerjaan tersebut dapat menjadi alternatif bagi generasi muda yang ingin merintis karir di dunia Esports. Hal ini dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi masalah penggangguran di Indonesia.

Namun tidak semua orang beranggapan bahwa bermain game merupakan suatu hal yang baik. Masih banyak stigma-stigma negatif terutama dari para orang tua tentang game. Kebanyakan dari mereka beranggapan game hanya membuang-buang waktu dan dapat memberikan dampak negatif terhadap anak-anak mereka. Masalah seperti kecanduan, malas belajar, pola makan, dan tidur yang tidak teratur, serta masalah kesehatan tubuh menjadi beberapa alasan masih banyaknya stigma negatif berkaitan dengan game dan Esports. Pandangan seperti itu bukanlah hal yang sepenuhnya keliru, karena dalam kenyataannya sudah terjadi beberapa kasus gangguan kesehatan dan mental hingga berujung kematian akibat pengaruh game. World Health Organization (WHO) sebagai organisasi kesehatan internasional juga telah mengategorikan kecanduan game atau gaming disorder sebagai sebuah gangguan mental.

Dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari perkembangan dunia Esports tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan jumlah pemain yang mencapai lebih dari 60 juta orang dan mayoritas adalah generasi muda, masalah ini dapat menjadi ancaman bagi masa depan Indonesia. Di beberapa negara telah melakukan tindakan preventif untuk meminimalisir dampak tersebut seperti dengan memblokir game yang memiliki unsur kekerasan atau pornografi, menyeleksi dan memonitoring game yang beredar, membatasi waktu bermain, dan menerapkan regulasi khusus tentang gaming.

Lalu bagaimana dengan sikap pemerintah?

Pemerintah Indonesia menyambut positif adanya industri Esports dan turut serta mendukung perkembangannya. Hal tersebut terbukti dengan diadakannya kompetisi Piala Presiden Esport 2019 dan dibentuknya IeSPA (Indonesia e-Sports Association) sebagai asosiasi yang menaungi Esports di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan regulasi tentang game online melalui Peraturan Menteri No 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik. Namun peraturan ini hanya mencangkup klasifikasi game berdasarkan kelayakan konten dan usia saja, masih banyak hal yang menjadi PR pemerintah mengenai regulasi ini. Oleh karena itu, pemerintah perlu bertindak cepat dalam membuat aturan tentang Esports sehingga dapat meminimalisir dampak buruk yang dihasilkan dan memajukan Esports serta menghilangkan stigma-stigma negatif masyarakat tentang Esports sehingga industri ini berkembang ke arah yang lebih baik.