Setiap perusahaan pasti ingin mencapai target yang telah ditetapkan, tentu saja hal ini dapat dilakukan dengan bantuan kinerja karyawan. Motivasi tinggi yang dimiliki oleh karyawan dapat membantu perusahaan, namun ketika tidak ada motivasi maka hal ini turut berpengaruh dalam mencapai tujuan. Apakah terdapat cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan?

Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi kerja, namun di sisi lain perusahaan harus menghargai setiap kinerja dan pencapaian yang diberikan oleh karyawan. Pemberian penghargaan bisa berupa insentif jangka panjang, jangka pendek, bonus, tunjangan dan lain sebagainya yang disesuaikan dengan keputusan perusahaan.

Dalam Merit Pay as an Incentive, perusahaan memberikan gaji berdasarkan kinerja karyawan, hal ini akan meningkatkan kinerja ke arah yang lebih tinggi (Dessler, 2020). Manusia pada umumnya akan melakukan sesuatu ketika terdapat motivasi yang baik dari dalam maupun luar dirinya untuk mencukupi kebutuhan (Rochmat et al., 2013). Oleh karena itu, ketika individu mengetahui bahwa pencapaiannya akan menghasilkan sebuah imbalan, ia akan dengan giat mencapai target perusahaan.

Insentif dapat dikatakan sebagai golden handcuffs yang mengikat karyawan untuk tetap berada di dalam perusahaan. Sebenarnya, setiap perusahaan pasti mengharapkan kinerja karyawan tetap meningkat walaupun tidak diberikan komisi yang berlebihan, namun sayangnya hal ini justru dapat mengurangi efektivitas karyawan karena kurangnya motivasi dalam bekerja.

Sebuah dorongan yang didasari pada kompetensi individu dalam mencukupi kebutuhan dimaknai sebagai motivasi (Pramesti, 2009). Individu dengan motivasi tinggi akan melakukan pekerjaannya dengan baik, di mana segala sesuatu dilakukan dengan maksimal agar kinerja yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diharapkan.

Dalam studi kasus yang dilakukan di rumah sakit Ujungberung kota Bandung dapat dilihat bahwa insentif finansial berpengaruh secara signifikan sebesar 35,76% terhadap variabel motivasi kerja (Allfath et al., 2012). Motivasi karyawan adalah cerminan dari tingkat energi, komitmen, dan kreativitas yang dibawa individu ke dalam pekerjaan mereka (Shahzadi et al., 2014).

Suwatno (2011:175) mengungkapkan bahwa sumber motivasi bisa digolongkan menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik, di mana setiap individu memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu dan tidak diperlukan adanya stimulus dari luar. Sedangkan, motivasi ekstrinsik merupakan dorongan yang timbul karena adanya stimulus dari luar diri individu (Zenah, 2014).

Motivasi individu tergantung dari sesuatu yang menjadi tujuan, ketika hal tersebut menguntungkan dan membuat bersemangat maka tanpa adanya dorongan dari luar, individu akan tergerak untuk melakukannya. Dalam hal ini, insentif akan memunculkan motivasi intrinsik karena adanya pemberian imbalan menjadi dasar setiap karyawan untuk memberikan kinerja yang baik.

Berdasarkan Equity Theory of Motivation, individu akan sangat termotivasi untuk mempertahankan keseimbangan yang mereka rasakan antara kinerja dan imbalan yang didapatkan, ketika terdapat ketidaksesuaian maka individu akan termotivasi untuk menghilangkannya (Dessler, 2013). Karyawan terlibat dalam suatu perusahaan karena berambisi untuk memenuhi kebutuhan, ketika hal itu tidak dapat dicapai maka ia akan terdorong untuk mengatasinya, sehingga ketika karyawan mendapatkan imbalan atas apa yang dikerjakan maka hal itu memotivasinya untuk terus bekerja secara optimal.

Menurut Herzberg, dalam meningkatkan motivasi kerja, perusahaan perlu mengorganisir pekerjaan agar memberikan rasa tantangan dan pengakuan bagi karyawan (Dessler, 2020). Perusahaan disarankan untuk membentuk tugas kerja yang menantang, memberikan feedback, dan penghargaan. Dengan begitu, motivasi akan berasal dari dalam diri sendiri karena individu merasa puas atas pekerjaannya. Vroom mengatakan bahwa seorang karyawan tidak akan mengejar sebuah penghargaan yang tidak menarik baginya (Dessler, 2020).

Keberhasilan sangat ditentukan dari bagaimana perusahaan mendayagunakan tenaga kerja atau sumber daya manusia mereka. Oleh karena itu, perusahaan harus berupaya untuk menghilangkan ketimpangan antara kinerja dengan insentif karyawan. Pemberian insentif dianggap memiliki fungsi penting karena dirasa mampu menangani masalah dalam perusahaan yang semakin rumit, seperti rendahnya kinerja dan hanyalah gaji sebagai sumber pendapatan (Ardian, 2019). Menurut Vroom, terdapat tiga implikasi yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk membentuk rencana insentif, yaitu sebagai berikut.

1. Memperhatikan bahwa karyawan memiliki keterampilan terhadap pekerjaannya dan percaya bahwa ia dapat melakukannya. Pelatihan, deskripsi pekerjaan, pengembangan serta dukungan kepercayaan diri penting dalam penggunaan insentif.

2. Membuat rencana insentif yang mudah dipahami oleh karyawan agar mereka dapat menentukan upaya mereka dan percaya bahwa kinerja yang sukses akan mengarah pada penghargaan.

3. Mempertimbangkan kepentingan karyawan agar setiap penghargaan dipandang sebagai hal yang berharga bagi mereka (Dessler, 2020).

Dengan melakukan langkah ini, perusahaan mampu menghindari terjadinya ketidakselarasan antara kinerja karyawan dengan insentif, sehingga karyawan juga termotivasi untuk meningkatkan kinerja untuk mencapai tujuan perusahaan. Insentif harus dibentuk secara tepat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan tanpa mengabaikan kepentingan karyawan. Perusahaan harus memperhatikan karyawan sebagai suatu aset yang berharga dan berperan penting dalam mencapai dan memajukan perusahaan, namun jangan sampai pemberian insentif hanya sekadar meningkatkan motivasi tetapi mengurangi tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaan. Insentif sederhana yang berfokus hanya pada satu faktor dapat mendorong karyawan untuk mengabaikan faktor penting lainnya. Demikian pula, dengan tidak adanya standar etika yang kuat, insentif dapat melahirkan perilaku yang tidak etis (Dessler, 2020).