Cinta merupakan hal yang tak pernah ada habisnya. Sering diceritakan dalam film-film tentang kekuatan cinta yang sangat indah dan bisa mengubah banyak hal. Ada sebuah kisah nyata yang bersal dari Cina. Kisah tersebut berasal dari dua desa yang dipisahkan oleh suatu sungai, yaknidesa Wushan dan desa Fujian yang berada di bagian timur Cina. Sungai yang memisahkan dua desa ini tidaklah besar, hanya berukuran lebar lebih dari 1 meter.

Asal mula kutukan.

Menurut tradisi yang telah dipercaya turun temurun selama beradab-abad, warga di desa Wushan dilarang untuk menikah dengan warga desa seberangnya yakni desa Fujian. Jika hal itu terjadi, dipercaya akan ada malapetaka atau kesialan yang terjadi. Mereka menyebut hal itu sebagai "kutukan".

Kepercayaan ini sudah mengakar sejak 3 abad yang lalu. Desa yang berpenduduk kurang lebih 7.500 jiwa ini lantas saling bermusuhan meskipun tak tahu secara jelas bagaimana asal mula pertengkaran sengit itu bisa terjadi.

Sepasang kekasih yang memperjuangkan cintanya.

Suatu hari, larangan yang sudah membudaya ini ditentang oleh sepasang kekasih. Wanita tersebut adalah Yuepu yang menjalin kasih dari pria asal Wushan. Sudah dipastikan bahwa pihak keluarga sangat menentang hubungan terlarang ini hingga akhirnya kedua pasangan ini berjuang keras untuk menikah.

Keduanya sepakat untuk meninggalkan desa dan membangun keluarga di provinsi lain, yakni sekitar 1.500 km dari rumah mereka. Pada tahun 2015, mereka kembali ke desa untuk merayakan pesta pernikahan, dan sang wanita pun melahirkan anak.

Kedua pasangan ini pun hidup bahagia. Sejak saat itu, masyarakat sekitar tak lagi percaya dengan kutukan itu. Kedua pasangan ini membuktikan bahwa kutukan itu sama sekali tak terbukti. Oleh sebab itu, kedua desa tersebut kini sudah berbaikan dan larangan menikah di antara kedua desa tak lagi banyak yang percaya.

Kedua desa yang bermusuhan selama ratusan tahun pun akhirnya berdamai.

Untuk memulihkan hubungan persahabatan kedua desa, mereka secara resmi menghapuskan larangan perkawinan. Kedua desa ini telah menyelenggarakan sebuah upacara di hadapan para pemuka Buddha dan Komunis setempat dengan sekitar 500 orang hadir.