Pada tanggal 7 Desember 2002, Komite Olahraga Internasional atau The International Olympic Comitee (IOC) mengungkapkan bahwa ajang olimpiade selanjutnya yaitu The Summber Olympic 2024 yang bakal diadakan di Paris tahun 2024 akan menitikberatkan pada dua tema, salah satunya adalah Kesetaraan Gender atau Gender Equality. Tema ini tercermin melalui 50% partisipasi atlet perempuan dalam 28 dari 32 bidang olahraga yang dipertandingkan (Olympic Games, 2020).

Untuk pertama kalinya dalam sejarah olimpiade, atlet perempuan dan laki-laki memiliki jumlah kuota yang setara (CBC Sports, 2020). Hal ini menjadi sangat krusial mengingat dalam kenyataannya, kesetaraan gender belum dapat diterapkan dengan sempurna, khususnya dalam bidang olahraga. Di Indonesia, atlet perempuan dinilai belum dapat bersaing secara global dibandingkan atlet laki-laki dikarenakan prestasi yang mereka peroleh masih minim (Setyawatie, 2020).

Mindset positif bantu atlet perempuan lawan stereotip gender

Kesetaraan gender dalam bidang olahraga memang membutuhkan komitmen dari berbagai lapisan masyarakat. Namun, untuk memulai hal tersebut penting bagi atlet perempuan untuk berusaha keras membuktikan bahwa mereka bisa setara dengan atlet laki-laki, khususya dalam hal prestasi. Seiring berjalannya waktu, berbagai penelitian yang dilakukan terhadap atlet perempuan menjelaskan bahwa mereka memiliki mindset untuk senantiasa berkembang dan berjuang keras untuk meraih kesuksesan dalam bidang olahraga (LeUnes, 2011).

Mindset positif ini terwujud dalam salah satu proses kontrol kognitif yang sangat penting terkait keberhasilan atlet. Proses kontrol kognitif yang dimaksud di sini adalah bagaimana atlet mengontrol dirinya agar tetap berpikiran positif. Hal ini penting dikarenakan salah satu tanda atlet yang sukses adalah atlet yang cenderung fokus pada aspek-aspek positif dalam performanya meskipun sedang dihadapkan dengan berbagai rintangan dan kegagalan (LeUnes, 2011). Artinya, penting bagi atlet perempua untuk senantiasa percaya dan yakin bahwa diri mereka bisa setara dengan alet laki-laki dalam hal prestasi meskipun sedang dihadapkan dengan berbagai diskriminasi di bidang olahraga.

Terdapat beberapa tahapan penting dalam proses kontrol kognitif yang dapat dilakukan oleh atlet khususnya atlet perempuan. Tahap pertama adalah thought stoppage. Sederhananya, ini adalah tahap di mana atlet berusaha untuk berhenti memikirkan berbagai kemungkinan negatif dalam performa olahraganya. Tahap kedua adalah countering. Pada tahap ini, atlet melawan pemikiran negatif dengan cara menggantinya dengan pemikiran positif. Contohnya adalah mengganti pemikiran seperti Lawan saya sangat hebat, saya sepertinya tidak akan berhasil menang melawannya.., dengan pemikiran positif seperti Lawan saya memang hebat, tapi saya sudah berlatih dengan baik selama ini. Jadi, pasti ada kemungkinan besar saya bisa menang melawannya. Tahap terakhir adalah reframing. Pada tahap ini, atlet menempatkan makna positif pada pemikiran, emosi, dan sensasi fisik negatif yang mereka alami. Contohnya, atlet yang mengalami slump mengganggap bahwa dirinya bukan mengalami kegagalan, melainkan hanya sedang beristiharat sebelum kembali berlatih menjadi atlet yang lebih baik lagi (LeUnes, 2011).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kamu lihat betapa pentingnya peran mindset positif pada atlet. Untuk menghilangkan steriotip gender khususnya dalam bidang olahraga, atlet perempuan harus dapat meyakinkan orang lain bahwa mereka bisa setara dengan atlet laki-laki melalui pencapaian prestasi yang setara atau bahkan lebih baik. Namun, syarat sebelum dapat meyakinkan orang lain adalah atlet perempuan terlebih dahulu harus dapat percaya bahwa diri mereka memang bisa setara dengan atlet laki-laki dalam hal prestasi olahraga.

Ada banyak sekali atlet perempuan khususnya di Indonesia yang mencapai prestasi gemilang, seperti atlet bulu tangkis Susi Susanti, atlet lari gawang Dedeh Irawati, atlet wushu Lindswell Kwok, dan masih banyak lagi. Dengan demikian, harapannya gerakan kesetaraan gender dalam bidang olahraga dapat terus dilanjutkan dan stereotip gender terkait olahraga dapat sedikit demi sedikit terhapuskan.